Karena kedatangan Dokter Dharma, bahkan nenek pun juga pulang ke vila. Para anggota keluarga lain yang sedang berada di Mambera juga berbondong-bondong kembali ke vila. Makan malam diselenggarakan di rumah Calvin. Karena memang Dokter Dharma diundang oleh Calvin, jadi wajar jika rumah Calvin yang menjamu tamu penting ini.Melihat Samuel dan Hansen juga pulang, Olivia berkedip sambil bertanya pelan pada suaminya, “Sayang, Samuel dan Hansen masih di Mambera ya, aku kira mereka sudah pergi mengejar istri.”Stefan menjawab dengan suara rendah, “Mereka baru terima foto yang nenek kirimkan, belum sempat bergerak sepertinya. Samuel kayaknya juga kurang suka sama pilihan nenek. Kalau Hansen, entah lah, dia selalu pandai menyembunyikan perasaannya.”Adik laki-laki Stefan yang keenam baru berusia dua puluh lima tahun, nenek sebenarnya sudah mencarikan calon untuknya. Akan tetapi, Nenek Sarah merasa dia bisa menunggu dua tahun lagi. Menurut Nenek Sarah, pria berusia dua puluh lima tahun belum cuk
Karena Samuel enggan menjelaskan lebih lanjut, Olivia pun tidak baik bertanya lebih banyak lagi. Olivia tahu, siapa pun yang dipilih oleh nenek pasti akan dibawa Samuel pulang suatu saat nanti.Nenek selalu mempertimbangkan kesesuaian calon istri para cucunya dengan Olivia ketika memilih, karena hanya orang dengan sifat baik yang bisa cocok dengan Olivia sebagai kakak ipar tertua. Tidak bisa dipungkiri, nenek memang paling menyayangi pasangan Stefan dan Olivia ini. Sebagai cucu tertua, posisinya memang berbeda. Olivia kelak akan menjadi nyonya besar, dan dia pun harus berusaha membangun hubungan baik dengan para ipar serta memimpin dengan teladan agar dapat menjadi pemimpin yang dihormati dan dihargai oleh mereka.“Kak Stefan, Kak Oliv, aku mau nyapa Papa Mama dulu, biar mereka nggak ngomel kalau aku pulang tapi nggak kasih kabar.” Samuel pun bergegas pergi. Dia khawatir melihat kakak iparnya yang seolah menantikan sebuah drama dari perjodohannya. Kalau sampai Olivia benar-benar tert
"Iya, Kak. Sebentar lagi sampai." Olivia tersenyum, "Stefan yang nyetir, dia hati-hati banget, kok." Keduanya kemudian menutup telepon.Daniel menunggu hingga Odelina selesai berbicara, baru kemudian bertanya, "Olivia dan Stefan sudah dekat, ya?""Barusan sih bilang lima menit lagi, sekarang mungkin tinggal dua atau tiga menit lagi. Mereka pasti sampai tepat waktu. Pak Daniel, mau istirahat sebentar di dalam?"Odelina merasa kasihan ketika melihat lingkaran hitam di bawah mata Daniel. Pria itu telah banyak membantu dan mengurus segala persiapan pembukaan restoran baru Odelina. Bahkan Daniel sering kali begadang bersama Odelina.Odelina sempat kehilangan kepercayaan pada cinta dan pernikahan pasca perceraiannya. Namun demikian, Odelina mulai merasakan perasaan berbeda ketika melihat ketulusan Daniel. Odelina menyadari, tidak semua orang seperti Roni, mantan suaminya.Daniel jauh lebih baik dari Roni. Meski kini Daniel harus menggunakan kursi roda, Odelina merasa dia tetap jauh lebih bai
Olivia beberapa kali bertanya, apakah Odelina kekurangan uang setelah menginvestasikan semuanya di Resto Makan Sepuasnya. Memang benar, Odelina telah menginvestasikan semua penghasilannya, bahkan mengambil sebagian dari tabungannya untuk membuka restoran baru. Namun demikian, keadaannya belum terlalu buruk sampai membutuhkan bantuan finansial dari Olivia.Pasangan muda ini tahu betul bagaimana sifat kakaknya yang tidak mudah menerima uang. Oleh karena itu, mereka memanfaatkan momen pembukaan restoran baru Odelina untuk memberikan sedikit bantuan finansial. Mereka sengaja membagi tugas dalam memberikan amplop sebagai bentuk dukungan."Waktunya sudah tiba, ayo kita prosesi dulu," kata Odelina."Oke," jawab yang lain.Dalam prosesi, Odelina berdoa dalam hati, "Papa, Mama, aku sudah buka restoran baru. Semoga kalian di surga melindungi usahaku agar semakin sukses, dan mendukung Olivia agar kami bisa menjadi lebih kuat." Odelina membayangkan betapa indahnya jika orang tua mereka masih ada.
Shella mengeluh kepada suaminya sambil berencana mengambil enam juta dari amplop yang seharusnya berisi sepuluh juta untuk Odelina. Chris langsung menegurnya, mengkritik sikap Shella yang picik dan tidak memanfaatkan kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan Olivia dan Odelina dengan baik. Malah, Shella berencana menyimpan uang yang seharusnya untuk Odelina.Dengan berat hati, Shella memberikan amplop tebal yang berisi uang sepuluh juta itu kepada Odelina. "Ini dari mama papa. Mereka sama Roni juga ngucapin selamat, semoga lancar terus ya usahanya," ucap Shella.Setelah memberikan amplop, dalam hati Shella berharap Odelina akan menolaknya. Kalau terjadi, dia bisa bilang ke orang tuanya bahwa Odelina menolak amplop tersebut, sehingga uangnya bisa kembali ke tangan Shella.Namun ternyata Odelina menerima amplop itu. Dia berkata, "Wah, Pak Hilman dan Tante baik sekali, ya. Terima kasih."Shella tersenyum terpaksa saat Odelina menerima amplop itu. "Ayo duduk dulu, minum teh dan cemilan
Odelina meminta pelayan untuk membantu melayani Shella dan suaminya. Olivia pun turut membantu kakaknya. Sambil mencari kesempatan, Olivia bertanya pelan, "Shella datang tanpa diundang atau kamu yang undang, Kak?""Nggak diundang," jawab Odelina dengan nada datar. "Sudahlah, toh mereka sudah datang. Aku nggak mau usir mereka demi Russel."Kata Odelina, seorang wanita harus bisa memilih pasangan dengan bijak ketika hendak menjalani pernikahan. Jangan sampai seperti dirinya yang terjebak menikahi orang yang salah sehingga anaknya pun ikut terbebani memiliki keluarga yang seperti itu."Kak, pas Shella kasih amplop itu, kelihatan banget dia nggak rela, loh,” kata Olivia sambil tertawa kecil. "Melihat ekspresi kesalnya itu, aku jadi ingin tertawa. Dia pasti mikir kamu nggak akan terima amplopnya," sambung Olivia.Odelina tersenyum tipis, "Itu amplop dari kakek nenek Russel. Shella sendiri sih nggak mengeluarkan uang sedikit pun. Isinya sepuluh juta. Shella ‘kan pelit, suka sekali mengambil
Setelah berpikir sejenak, Odelina berkata, "Untuk sekarang kayaknya mereka nggak akan berbuat apa-apa. Tapi di masa depan, kita nggak pernah tahu. Kita akan mendidik Russel sebaik mungkin. Biar dia sendiri yang nantinya membuat keputusan. Lagipula, ayahnya sudah memberikan nafkah, aku nggak akan melarang dia untuk berhubungan dengan keluarga Pamungkas.""Kak, kita nggak usah membicarakan itu lagi. Hari ini restoranmu baru buka, kita harus menikmati hari ini agar usahanya lancar," kata Olivia mencoba mengalihkan pembicaraan.Odelina tersenyum, "Semoga kata-katamu membawa keberuntungan, mudah-mudahan restoran ini ramai pengunjung." Odelina sangat yakin dengan filosofi bisnis dan keahlian memasaknya.Seorang pelayan mendekat bersama seorang pria yang tidak dikenal. "Bu Odelina, pria ini ingin sekali bertemu dengan Anda. Dia bilang datang dari Cianter."Dari Cianter? Olivia dan Odelina memandang pria tersebut. Pria itu sopan mengulurkan tangan kanannya kepada Odelina. Setelah berjabat tan
Odelina berkata, “Bantu aku sampaikan terima kasih pada dia.”Pada akhirnya Odelina mengulurkan tangannya dan menerima amplop yang diberikan oleh orang tersebut. Ketika dia pergi ke Cianter lagi, Odelina akan secara pribadi mengembalikan kartu tersebut pada Felicia.“Aku akan sampaikan ucapan Bu Odelina pada beliau. Bu, tugasku sudah selesai dan aku pamit undur diri. Semoga usaha Bu Odelina akan lancar dan sukses terus.”“Pak Vandi mau tinggal untuk makan bersama?”Lelaki itu hanya tersenyum dan berkata, “Bu Odelina tahu sendiri jika sifat Bu Felicia nggak sabar. Aku tidak bisa berlama-lama. Semoga Bu Odelina mengerti,” ujar Vandi. Setelah itu dia mengangguk pada Olivia dan melambaikan tangannya sebelum berbalik pergi.Melihat punggung lelaki itu yang menjauh dengan langkah yakin dan pasti. Bisa terlihat jika Felicia sangat percaya padanya karena meminta lelaki itu yang datang kemari.“Dia kepercayaan Felicia, ya?”Dengan perlahan Odelina menjawab, “Nggak sesederhana orang kepercayaan
“Terima kasih banyak atas perhatiannya, Non Yohanna. Nenekku sudah berumur 80 tahun lebih, tapi badannya masih segar bugar dan nggak masalah bepergian naik pesawat. Tapi masalahnya anggota keluargaku terlalu banyak, rasanya nggak enak kalau kami semua datang,” kata Ronny. “Atau begini saja, aku coba bilang ke mereka kalau tahun ini aku nggak pulang. Kurasa mereka pasti bisa mengerti.” Sebelum menginjakkan kaki di Aldimo, Ronny sudah memikirkan soal ini. Begitu pun dengan para senior di keluarga Adhitama yang juga sudah mempersiapkan diri andaikan Ronny tidak bisa pulang untuk melewati tahun baru bersama. Di tahun depan, Ronny berniat untuk membawa Yohanna ke pulang ke Mambera untuk mengurus pernikahan mereka. Nenek Sarah memberi waktu satu tahun kepada Rony dan saudara-saudaranya. selama mereka memperlakukan calon istri mereka dengan baik, satu tahun sudah cukup untuk meluluhkan hati seorang wanita. “Soal gaji kerja di libur tahun baru, Non Yohanna sesuaikan saja dengan hari kerjaku
Christian tidak bersuara saat dia ditendang oleh Tommy, tetapi raut wajahnya tidak bisa menutupi rasa sakitnya. Christian mengira Tommy memang ingin belajar,bukan karena paksaan dari kakaknya. Yohanna sangat tegas dalam mendidik mereka, bahkan lebih tegas dari guru-guru mereka di sekolah. Para senior di keluarga saja sampai tidak berani ikut campur ataupun berkomentar di hadapan Yohanna. Tommy melampiaskan kekecewaannya ke nafsu makan. Dia makan banyak sekali, sampai-sampai Yohanna harus menghentikannya karena khawatir akan sakit perut. Tommy sengaja ingin membuat diri sendiri kekenyangan sampai sakit perut, karena dengan begitu dia punya alasan untuk kabur dari tugasnya. Setelah makan, Yohanna berkata kepada Ronny, “Ronny, habis istirahat siang, kamu bikinin dessert untuk bocah-bocah, ya. Oh ya, sisain sedikit untuk Dira juga. Dia paling suka sama dessert buatan kamu. Nanti malam aku nggak makan di rumah, kamu bebas mau pulang atau tetap di sini. Oh ya, aku mau diskusi tentang jadw
Yohanna menyudahi percakapan dia dengan teman baiknya dan masuk ke ruang makan. Dua adik dan ibunya sudah duduk di tempat mereka masing-masing. Di depan mereka sudah tersedia semangkuk sup hangat yang menunggu untuk segera dinikmati. Di tempat duduk yang biasa Yohanna tempati juga sudah tersedia semangkuk sup, sama seperti yang diberikan untuk yang lain, yang disajikan langsung oleh Ronny. Setelah Ronny memanggil Yohanna untuk makan, dia langsung kembali ke dapur karena di dapur masih ada dua lauk lagi yang harus dia masak agar hidangannya lengkap. Seusai makan siang, Yohanna beristirahat sejenak karena sebentar lagi dia harus segera kembali ke kantor. Sejujurnya Ronny juga sedikit lelah, tetapi dia masih harus melayani tunangannya itu, dan baru bisa benar-benar beristirahat ketika Yohanna sudah berangkat kerja. Di malam harinya, jika Yohanna tidak makan di rumah, Ronny diberi kebebasan untuk bekerja atau terus beristirahat karena keluarga Pangestu masih memiliki koki yang lain untuk
“Bawa juga suami kamu biar dia nggak salah paham. Takutnya nanti dia pikir kamu datang ke rumahku untuk selingkuh.” “... oke. Aku bakal ajak dia juga. Aku mau lihat cowok kayak apa sih yang punya suara merdu begitu. Seharusnya nggak jelek, ‘kan?” Setelah sejenak terdiam, Yohanna membalas, “Kayaknya mending kamu nggak usah datang, deh. Takutnya kalau kamu datang dan ketemu dia, kamu bakal menyesal sudah menikah karena kamu sudah nggak bisa lagi ngejar-ngejar cowok ganteng.” “Wah, berarti dia pasti ganteng banget, nih. Aku jadi makin nggak sabar main ke rumah kamu. Bisa bikin kamu ngomong begitu berarti dia pasti punya muka yang menarik. Yohanna, kalau kamu sudah nggak mau pakai koki yang ini lagi, jangan lupa kabari aku, ya. Biar aku yang pakai dia. Selama ada koki ganteng di rumahku, aku nggak bakal pernah kelaparan lagi.” “Untuk sekarang, aku masih bisa makan masakannya dia, masih belum muak. Dia memang dari dulu hobinya memasak. Mungkin di zaman dulu dia sempat hidup jadi koki bu
Masalahnya, dengan harta dan kedudukan yang ketua kelas miliki sekarang pun, jarak antara dia dan Yohanna masih terlalu jauh. Yohanna berpikir sejenak dan menjawab, “Ketua kelas kita mukanya yang kayak gimana? Aku nggak ingat sama sekali.” Ketika masih bersekolah, ada banyak sekali kaum pria yang berusaha mendekati Yohanna, tetapi Yohanna sedikit pun tidak memiliki perasaan terhadap mereka. Jadi setiap hari dia hanya memasang wajah yang kaku dan dingin. Dari situ dia mendapat julukan “Ice Princess”, dan makin sedikit orang yang berani mendekatinya. Karena terlalu banyak pria yang menyukainya, Yohanna tidak ingat seperti apa wajah mereka semua. Itu karena Yohanna tahu, mereka bukanlah pria yang dia inginkan. Jadi tidak aneh jika Yohanna tidak ingat seperti apa paras ketua kelasnya. “... ketua kelas kita itu dianggap sebagai cowok terganteng di kelas. Masa kamu nggak ingat? Kita kan sekelas sama dia selama dua tahun, lho,” ujar Ruth. “Cowok yang sekelas sama aku selama dua tahun kan
“Sebentar lagi kan tahun baru, yang tua-tua setiap hari kerjanya telepon aku minta aku cepat pulang. Makanya sekarang aku sudah pulang.” Setelah Ruth menjawab pertanyaan Yohanna, sekarang gantian giliran dia yang bertanya, “Kamu kan baru pulang dari perjalanan bisnis, masa sudah langsung ke kantor lagi tanpa istirahat? Kamu terlalu keras kerjanya, kan kamu punya banyak adik-adik yang bisa bantu kamu. Bagi saja tugas kamu sebagian ke mereka. Jangan semuanya kamu tanggung sendiri. Nggak perlu bikin capek diri sendiri.” Ruth sangat memedulikan Yohanna. Mereka berdua adalah teman baik, tetapi semenak Yohanna mengambil alih bisnis keluarga, mereka jadi jarang bertemu karena Yohanna terlalu sibuk. Sering kali mereka hanya berhubungan melalui chat untuk tetap menjaga pertemanan. Untung saja mereka adalah teman sekelas sejak SD. dengan pertemanan yang sudah terjalin selama bertahun-tahun, tentu tidak akan putus hanya karena Yohanna sibuk bekerja. Yohanna juga sering menjalin hubungan kerja
Yohanna harus membahas masalah pendidikan adiknya dengan kedua orang tuanya. Dia hanya punya satu adik kandung, jadi dia akan sangat mementingkan pendidikan adiknya. Sesibuk apa pun pekerjaan Yohanna, dia akan selalu meluangkan waktu untuk bertanya tentang kegiatan belajar adiknya. Apabila Tommy melakukan kesalahan dan malah dimanja oleh orang tuanya, maka Yohanna yang mau tidak mau harus memarahinya. Tidak peduli Tommy menangis atau merengek manja, kalau sampai Yohanna tahu adiknya bersalah, dia akan memberi pelajaran tegas agar kesalahan itu tidak terulang lagi. Lalu Yohanna juga akan menyuruh Tommy untuk menuliskan apa saja kesalahannya di atas kertas. Apabila orang tua atau om tante juga melindungi Tommy, mereka juga harus ikut menulis kesalahan mereka. Lihat saja siapa yang masih berani melindungi Tommy ketika dia berbuat kenakalan. Namun tentu Yohanna tidak akan menegur jika Tommy melakukan kenakalan kecil yang masih bisa diterima. Sebagai anak kecil, khususnya anak lelaki, waj
Yohanna spontan tersenyum mendengar ucapan manis adik-adiknya. “Berhubung kalian berdua sudah berbaik hati, kalau begitu aku panggil kakak-kakak yang lain untuk pergi belanja bareng. Siapkan dompet kalian, ya. Aku sudah lama nggak pergi belanja, lho. Kalau sudah pergi belanja nanti, apa pun yang aku suka langsung kubeli.” Kedua kakak beradik itu mengangguk, dan Tommy menyahut, “Biasanya Kak Yohanna sibuk kerja, jadi nggak ada salahnya sesekali belanja. Anggap saja waktu untuk bersantai.” Di antara semua anggota keluarga Pangestu, Yohanna memiliki pekerjaan yang paling sibuk dan paling melelahkan. Sejauh yang bisa Tommy ingat, dia tidak pernah satu kali pun melihat kakaknya pergi berbelanja atau pergi berlibur. Setiap hari dia harus bekerja di kantor, menemui klien, dan pergi dinas ke luar kota. Bahkan di akhir pekan pun Yohanna belum bisa bersantai. Terkadang dia masih harus menemani partner bisnis bermain golf, memancing atau berenang. Namun, hanya partner bisnis penting yang bisa
“Oke! Nanti aku beliin Kakak baju baru,” ucap Tommy. Tommy sama sekali tidak kekurangan uang saku. Ketika tahun baru tiba, para orang tua akan memberikan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam amplop merah. Sebagian yang itu Tommy serahkan kepada ibunya, dan sebagian lagi dia pakai sendiri untuk membeli barang apa pun yang dia inginkan. Dia juga sangat pandai dalam mencatat keuangannya, dia ingat untuk apa saja uangnya dipakai, atau barang-barang apa saja yang dia beli. Yohanna membungkukkan badannya sedikit dan mencubit pipi adiknya. Mata dan alisnya membentuk setengah lingkaran seperti sedang tersenyum. “Kamu belajar yang benar dan harus nurut sama aku saja aku sudah senang. Nggak perlu beliin aku baju baru. Aku punya uang untuk beli baju baru sendiri.” Di lemari baju Yohanna masih banyak baju baru yang bahkan belum sempat dia kenakan. Biasanya dia sehari-hari mengenakan jas kerja, dan hanya mengenakan pakaian santainya di akhir pekan atau ketika sedang beristirahat di rumah. Ibu