Raya memandang Fajar dengan kesal. Apa kesalahannya di masa lalu sehingga diberi ujian seberat ini. Tetangga menyebalkan itu sekarang malah serumah dengannya, mengekori Raya kemana pergi. Raya menjadi tidak bebas untuk melakukan apa yang diinginkannya. Dia seperti tahanan di rumahnya sendiri.Saat ini mereka singgah dulu ke apartemen, mengambil beberapa barang yang di perlukan. Untuk sementara, Raya tinggal di rumah ayahnya kembali. Sampai keadaan membaik.Fajar mengangkat semua barang yang sudah dimasukkan Raya ke dalam kopernya. Isinya lumayan banyak, rata-rata seragam kantor dan baju santai.Fajar rangkap jabatan saat ini, sebagai supir dan pengawal. Hidupnya benar -benar lucu, dia tak mengira akan kembali berjumpa lagi dengan Raya, apa lagi dengan keadaan wanita itu sekarang."Aku bisa mati bosan jika selalu bersamamu, kau ini memang orang paling aneh di dunia," celutuk Raya. Fajar diam saja, andai saja dia tahu apa yang telah terjadi pada mereka di masa lalu."Berapa umurmu?""Ha
Fajar mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Dia hanya berniat mengerjai wanita itu supaya dia tidak bosan, tapi akibatnya malah seserius ini. Raya belum juga sadar, Fajar memegang bahu Raya yang bersandar di pahanya. Hitungan sepuluh menit mereka sampai di rumah, tanpa menunggu lama Fajar menggendong Raya, berjalan cepat menuju kamar gadis itu. Untung saja Mahendra tidak melihatnya. Masalah ini dia sendiri yang penyebabnya, jadi dia juga yang harus menyelesaikan. Perlahan Fajar merebahkan Raya ketempat tidur, mengusapkan sedikit minyak kayu putih pada wanita itu.Fajar menutup pintu kamar Raya dan menguncinya. Ini dilakukan demi keamanan. Penjaga sempat bertanya, namun Fajar memberikan isyarat bahwa semua baik-baik saja.Beberapa detik kemudian Raya membuka matanya. Menatap langit- langit kamar dan kemudian terakhir ke wajah Fajar. Tatapan tidak senang terlihat jelas di wajahnya.Raya duduk, bersandar di kepala Ranjang. Menerima air putih yang disodorkan Fajar. Dia harus mengo
Malam yang sepi. Walaupun banyak penjaga yang berkeliaran di sekitar rumah, namun tetap saja tidak ada mengubah suasana menjadi hangat. Ini lah hidup yang paling membosankan bagi Raya, dia seolah menjadi tahanan rumah yang tidak bebas kemana dia suka. Dia tidak tau pasti, bagaimana masa lalu ayahnya sehingga sang Ayah memiliki banyak musuh yang berbahaya.Raya mendecih melihat Fajar yang masih setia berdiri dengan memasang raut datarnya. Setelah peringatan yang membuatnya shock, laki-laki itu bertingkah seolah-olah tak ada yang terjadi di antara mereka.Raya mengalihkan perhatiannya , saat sang ayah mendekatinya dengan kursi rodanya. Mahendra melihat suasana hati Raya sedang tak baik. Setidaknya dia ingin bertanya apa yang membuat Raya sekacau ini."Raya.""Iya, Ayah.""Ada apa?" pancing Mahendra. Raya tidak langsung menjawab. Banyak sekali beban di pikirannya saat ini dan tidak tau apa yang harus dikatakan lebih dahulu."Aku sudah melakukan apa yang ayah perintahkan," jawabnya lesu,
Mahendra memanggil Fajar secara khusus. Setelah Raya menemuinya tadi pagi dan mengatakan akan menikah dengan Fajar, Mahendra meminta keterangan dari mulut Fajar sendiri. Baginya, Raya bukan lagi anak anak yang berusia masih remaja. Gadis itu bahkan hampir tiga puluh tahun. Dia ingin pernikahan ini bukan lagi atas dasar paksaan. Bagaimanapun, perusahaan butuh pewaris dan Raya satu -satunya harapan yang akan melahirkan pewaris itu. Selain Fajar, tak ada lagi laki-laki yang dekat dengan anaknya.Fajar dipersilahkan duduk di depan meja kerja Mahendra. Laki-laki tua itu mulai memberikan pertanyaan."Apa benar kalian ingin menikah?""Seperti yang Anda ketahui.""Aku perlu menjelaskan sesuatu padamu sebelum ini terjadi." Mahendra menarik nafas. Ada beban berat di hatinya, dan permasalahan itu harus di sampaikannya saat ini."Ibumu ... tidak pernah menikah denganku," katanya lemah. Fajar mengatupkan rahangnya dengan kuat. Hatinya langsung panas saat nama ibunya disebut. Terbayang olehnya bagai
Pernikahan itu pun terjadi. Saat gema suara sah di gaungkan, saat itu pula dua manusia yang memiliki tujuan berbeda sudah terikat secara sah sebagai suami istri. Fajar menengadahkan tangan dengan khusyuk saat kepala KUA melafaskan doa setelah ijab kabul. Dia mensyukuri dalam hati, Raya sudah resmi jadi miliknya, dunia akhirat adalah tanggung jawabnya. Fajar mengulurkan tangan pada Raya, dan disambut gadis itu dengan wajah bingung. Dia tidak mengerti apa maksud Fajar, sampai laki-laki itu berbisik."Cium tangan suamimu!"Raya hanya mendengus malas, baginya pernikahan ini tak berarti sama sekali. Dia malah bosan dengan petuah-petuah kepala KUA yang bicara panjang lebar bagaimana cara menjadi suami dan istri yang baik.Dengan enggan Raya meraih tangan Fajar, meletakkan di mulutnya, tidak sampai menyentuh. Namun dia kaget saat lehernya di raih suaminya itu, satu kecupan mendarat di kening dan pipinya. Raya tidak terima, namun Fajar kembali berbisik."Mencium pipi dan kening gratis, tidak
"Apa yang kau lakukan tengah malam begini di luar? Ini bahkan malam pertamamu, jangan tampakkan ketidak seriusan kalian dengan pernikahan ini." Tiba-tiba Mahendra muncul di belakang Fajar, sambil menghisap rokoknya, entah sejak kapan mertuanya itu berhasil membawa kursi rodanya ke area taman.Fajar diam saja, dia tidak punya bahasa untuk menjelaskan keadaannya dengan Raya pada mertuanya itu."Kau mencintai anakku?" "Saya tidak tau," jawab Fajar menggelengkan kepalanya."Bagaimanapun masa lalu kalian, jaga lah dia dengan nyawamu, kita takkan tau apa yang akan terjadi ke depannya. Musuh semakin mendekat." "Aku berjanji, aku akan melakukan tanpa anda perintahkan, karena dia sekarang adalah istriku, tanggung jawabku dunia akhirat.""Bagus, dan sekarang tidak baik meninggalkannya sendiri."Fajar mengangguk, dengan perlahan dia undur diri terlebih dahulu. Membawa langkahnya dengan ragu menuju kamar Raya.Fajar mendorong pintu kamar yang di cat warna putih itu. Tidak dikunci, artinya Raya
Suasana rumah Mahendra benar -benar menegangkan. Bangku hantam dan suara tembakan masih terdengar bersahutan, beberapa lawan terluka dan melarikan diri. Pengawal Mahendra adalah pengawal terpilih yang takkan mudah cidera, karena lawan mulai tersudut, mereka berupaya melarikan diri menggunakan mobil sport warna hitam. Pengawal itu berusaha mengejar namun dicegah oleh Mahendra."Biarkan saja! Kita akan memancing bosnya keluar." Mata Mehendra teralihkan ke pintu kamar Raya yang terbuka, gadis itu masih menutup telinganya karena belum pulih dari rasa kagetnya dengan peristiwa ini. Fajar membawa Raya ke ruang tamu dan memegang bahunya yang masih gemetar." Fajar, pergi bawa Raya sejauh -jauhnya, musuh sudah mulai bergerak, dia mengincar Raya," kata Mahendra sambil memberikan sebuah kunci mobil kepada Fajar.Raya yang mendengar dia menjadi incaran membuatnya semakin menggigil takut. Telapak kakinya dingin dan berkeringat. Fajar tak bertanya banyak, dia mengangguk, lalu memegang tangan Raya
Dua jam Fajar memacu mobilnya tanpa henti. Mobil itu memang di rancang untuk menaklukkan medan yang berat. Selama dua jam ini, mereka tidak menemui kendala apa pun. Hutan belantara berada di kiri kanan jalan perbatasan provinsi. Sesekali mereka berpapasan dengan truk besar membawa barang. Serta mobil tanki besar yang membawa minyak mentah.Raya yang sempat tertidur membuka matanya, memandang keluar dengan sedikit ngeri."Kita berada di mana?""Kita akan mengejar kapal yang akan berlayar ke sumatra," jawab Fajar masih fokus dengan jalan di depannya."Sejauh itu?""Iya, ayahmu menyuruhku membawamu ke Palembang, di sana ada tempat tinggal yang cukup aman untuk kita sementara." Raya merenung, kemudian bertanya lagi."Masih jauh, kah?""Sebentar lagi kita akan sampai di pelabuhan.""Kau tidak lelah? " Raya mengamati wajah suaminya itu. Udara dingin masuk menusuk ke dalam mobil yang kacanya dibiarkan terbuka."Tidak, hanya saja aku merasa lapar. "Raya tak berkata lagi, Fajar yang serius