Melarikan diri dari one night stand dengan seseorang aki-aki tua, Melissa ketiban musibah memilukan. Sebuah mobil mewah milik seorang Ceo muda, menabrak tubuhnya. Akibat peristiwa itu, kedua belah kaki Melissa diamputasi. Mengharuskannya berjalan dengan menggunakan alat bantu. Si penabrak tidak tinggal diam. Nadir Lifali Harun, membawa Melissa ke rumahnya dan menjadikannya istri sebagai bentuk tanggung jawabnya. Akan tetapi, keadaan Melissa yang cacat, tidak mendapatkan perhatian khusus dari ibu mertua dan adik bungsu Nadir. Namun masih ada orang yang baik kepadanya di rumah besar itu. Erik Lifali Harun, anak kedua setelah Nadir. Dia menerima Melissa dengan baik di rumah. Bahkan sekian lama bersama, Erik mencintai Melissa secara diam-diam. Apakah Melissa akan kuat tinggal satu atap dengan mertuanya yang tidak menerima?
View More"Aku mohon! Tolong jangan lakukan itu!" ucap seorang gadis dengan kedua belah telapak tangan yang menyatu di depan dada. Air matanya berjatuhan, membasahi wajah cantiknya yang berhias make up tebal.
Namanya Melissa Adinanda. Malam ini, ia harus berhadapan dengan seorang pria hidung belang. Pamannya kalah bermain judi dan menjadikan Melissa sebagai bayaran atas hutangnya."Gadis manis, kamu tidak usah sok polos segala! Apa tujuanmu berada di sini kalau bukan untuk melayaniku?"
Melissa hanya bisa menekuk kedua lututnya di pojok ruangan mewah di salah satu kamar hotel bintang lima. Sementara di depannya, pria dengan umur lima puluh tahunan terus berjalan dengan tatapan penuh nafsu. Pandangan pria itu belum juga lepas dari tubuh seksi Melissa yang hanya tertutup kain minim bahan. Belahan dada Melissa sungguh sangat terlihat.
"Aku juga sudah membayarmu dengan harga yang tinggi. Masa aku tidak bisa menyentuhmu?" ujar pria itu. Jari jemari keriputnya kemudian menangkup lengan kecil Melissa.Tubuh Melissa diseret menuju ke ranjang empuk berdekorasi rangkaian bunga. Bunga mawar merah tabur memenuhi lantai kamar, layaknya pengantin yang hendak menjalankan malam pertama dengan istri tercinta.
Melissa ingat sekali, beberapa jam lalu sebelum berurusan dengan pria tua lupa usia di hadapannya saat ini, Melissa hanya sedang terduduk lelah di atas kasur lipat. Keringatnya bercucuran membasahi wajah bahkan pakaiannya. Ia baru pulang bekerja. Tugasnya sepanjang hari memang mencari nafkah untuk membantu pamannya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Perhatian Melissa kemudian teralihkan tatkala tirai kamarnya terbuka. Sesosok pria dengan tubuh kekar berdiri di balik teras terbuka."Paman, biarkan aku istirahat sebentar! Kakiku lelah sekali. Aku janji akan mengerjakan pekerjaan rumah selepas lelahku berkurang," ujar Melissa mengambil minyak urut lalu menggosokkan pada tubuhnya."Aku datang ke sini bukan untuk menyuruhmu mengerjakan pekerjaan rumah. Ada sesuatu yang lebih penting. Ini, ambillah!" Agus, paman Melissa, menyodorkan paper bag."Apa ini, Paman?" tanya Melissa sambil menatap datar Agus."Buka saja!" perintah Agus melipat tangan di dada.Melissa membuka paper bag pemberian dari pamannya. Isi di dalam paper bag itu adalah sebuah dress mini ketat berwarna abu-abu."Pakaian ini untukku?" Melissa mengerutkan kedua kening hingga menyatu di atas kening.
Agus menganggukkan kepala, lalu mengedarkan pandangan pada bentuk tubuh anak dari almarhum adiknya itu dari ujung kaki hingga wajahnya yang belum tersentuh make-up. Seringai iblis tersungging di bibir Agus. Ia memegang dagu sambil menatap bagian tubuh tertentu keponakannya itu. "Kamu harus membalas jasa yang selama ini saya berikan kepadamu!" tutur Agus, dengan tatapan memaksa."Maksud Paman bagaimana?" Melissa mengerutkan kening."Malam ini, kamu harus berdandan secantik mungkin! Karena tugasmu melayani nafsu seorang bos batubara terbesar di kota ini," jelas Agus, yang seketika membuat detak jantung Melissa terhenti sesaat."Pa-paman menjualku?" Melissa tidak tahu haru mengatakan apa.Agus menganggukkan kepalanya, sebagai jawaban untuk pertanyaan Melissa. "Paman, apa yang kurang aku berikan kepadamu? Mengapa Paman tega menjualku ke pria hidung belang?" rintih Melissa. "Selama bertahun-tahun, aku membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluargamu. Bahkan sepeserpun uang hasil aku kerja, tidak pernah aku nikmati. Semua aku serahkan kepada kalian. Apakah semua pengorbananku belum cukup?" Melissa berderai air mata. "Aku mau melakukan apapun, tapi untuk yang ini, aku angkat tangan. Aku menolak!" pungkasnya lantang sembari bersimpuh di hadapan kaki pamannya.Sekali dalam seumur hidup, baru kali ini Melissa memberanikan diri membantah perintah Agus dengan ketegasan.Agus yang tidak terima penolakan Melissa, melayangkan kepalan tangan, menghantam wajah keponakannya."Akkkh!" Detik itu juga, darah segar mengalir dari bibir dan hidung Melissa.Tanpa ampun, Paman Agus menarik rambut Melissa hingga beberapa helai rambutnya rontok. "Kamu berani menentangku?! Lebih baik kamu sadar diri terlebih dulu sebelum menolak perintah dariku!" gertak Agus menatap Melissa yang begitu kesakitan. "Uang hasil kerjamu itu tidak seberapa. Untuk membeli perlengkapan dapur saja tidak cukup. Apalagi buat membiayai biaya sekolah ketiga anakku. Kamu harus bekerja dengan gaji yang besar. Tunjukkan bentuk timbal balikmu atas kebaikanku karena sudah menerimamu tinggal satu rumah. Andai menuruti perkataan istri dan anak-anakku, kamu bakal jadi gembel di jalanan."Melissa mengingat berapa besar jasa Paman Agus selama ini. Menampungnya dari usia lima tahun hingga menyekolahkannya hingga lulus SMP. Dulu Agus adalah paman yang baik. Ia memperlakukan Melissa bagaikan anak kandungnya sendiri. Namun, seiring berjalannya waktu, Agus berubah setelah mendapatkan hasutan dari istri dan anak-anaknya yang sejak dulu tidak menyukai Melissa.
"Kamu harus mau! Jika kamu menolak, maka jangan salahkan aku jika tubuhmu kubuat cacat permanen!" ancam Agus dengan tatapan mata yang semakin menyeramkan. Seketika, Melissa menundukkan kepalanya menatap barisan lantai keramik yang sudah lama dipijak-pijak. Cukup keramik saja yang cacat, dirinya jangan sampai."Sayang, apa yang membuatmu diam membisu?" tanya pria tua tadi, sontak menghentikan lamunan Melissa.Kini tidak ada jarak lagi diantara keduanya. Bahkan hembusan nafas mereka saling tukar menukar. Tidak ada celah bagi Melissa untuk melarikan diri.Tangan pria itu menyeka tetes demi tetes air mata Melissa. "Ayolah! Sudahi air matamu! Aku tidak akan melepaskanmu. Pokoknya, kamu harus melayaniku sampai puas, sepadan dengan bayaranku kepada Pamanmu!" Jarinya mulai nakal membelai wajah Melissa.
"Lepaskan aku!" teriak Melissa nyaring mengusik telinga pria ubanan itu."Ah, jangan memperpanjang waktu! Tidak ada penolakan, Nona cantik!"Dengan satu gerakan, tubuh Melissa dibanting ke kasur.
Tidak berselang lama, seorang pria muda mengenakan seragam dokter datang dengan membawa tas tenteng berisi banyak obat dan alat kesehatan.Dokter membuka tas dan mengeluarkan beberapa alat kesehatan dan suntik. Melissa yang mulanya tenang, seketika tegang. Sesungguhnya ia sangat takut jarum suntik."Apakah perlu disuntik dok?" tanya Melissa gelagapan."Sangat perlu," jawab dokter menyiapkan tissue yang telah bercampur alkohol."Aku takut!" rintih Melissa menggenggam erat pergelangan tangan Nadir."Tidak papa, hanya sakit sedikit!" bujuk Nadir mendekap tubuh Melissa menenangkan ketakutan."Kamu mau sembuhkan?" tanya Harris Sahutan Melissa anggukkan kepala."Nah harus di suntik dulu," tambah Akbar. Ketiga pria dewasa itu membujuk Melissa bagaikan seorang anak kecil. Memang usia Melissa masih sangat muda sekali.Begitu jarum suntik menusuk bahunya, Melissa mencekik kuat pergelangan tangan Nadir, membebaskan cekikan. Meski sakit, Nadir sama sekali tidak mengeluh, ia tetap memeluknya erat.
Selesai meeting, Nadir bersama Akbar dan Harris berbincang-bincang di ruang pribadinya. Mereka menyambung topik pembahasan tadi yang sempat terpotong."Sekarang … apakah kamu tidak ingin memperkenalkan istrimu kepada kami?" tanya Harris menatap serius."Tau nih. Kami juga ingin kenalan dengan istrimu. Dia pasti sangat cantik sekali. Sama sepertimu tampan," tambah Akbar menyenggol bahu Nadir.Nadir tersenyum tipis, ada perasaan tidak enak di dalam hati setelah mengingat bagaimana keadaan Melissa. Namun tidak membuat Nadir harus menutupinya."Sebentar lagi waktu kita pulang, marilah ke rumahku. Aku akan memperkenalkan dia kepada kalian," sahut Nadir menepuk pundak kedua sahabatnya.Ketiga pria itu menatap jam di dinding. Tiba saatnya untuk mereka pulang ke rumah."Yuk! Sudah waktunya kita pulang," ajak Akbar tampak tidak sabar.Pada akhirnya mereka keluar dari ruangan luas itu. Tujuan mereka, tentu rumah Nadir.Setibanya di rumah, Nadir langsung membawa Akbar dan Harris ke kamar Melissa
"Enak banget yah santai di sini." Suara keras wanita berasal dari belakangnya. Seketika Melissa menoleh. Terlihat sosok mertuanya tengah berada di belakangnya dengan tangan melipat di dada, tatapan mata menghina."Ibu," sebut Melissa menundukkan kepala. Ingat wanita paruh baya itu tidak menyukai dirinya, ia takut ibu mertuany akan menyakitinya lagi sama seperti kemarin."Buatlah dirimu berguna di rumah ini. Mungkin Nadir memberikanmu tumpangan gratis dengan dalih menikahimu, tapi aku sampai kapanpun tidak akan pernah menerimamu bagian dari keluargaku." Sarah berkelakar.Melissa masih menundukkan kepala sambil mengangguk pelan. "Baik Ibu," sahutnya."Sekarang bersihkan rumah! Danti sedang cuti. Kamu sebagai orang menumpang tinggal di sini sebaiknya sadar diri dan carilah fungsimu. Setidaknya ada gunanya kamu di sini," tutur Sarah berlalu begitu saja.Pergi Sarah, Melissa menghela nafas panjang. Baru ia senang dapat kembali menghirup udara segar setelah sekian lama terkurung di dalam ka
Sebelum berangkat ke kantor, Nadir terlebih dulu membersihkan tubuh Melissa lalu memberikan dia makanan. Danti yang biasa mengurusnya, sedang pulang kampung. Terpaksa Nadir lah yang harus mengurus istrinya itu.Teringat perlakuan Sarah beberapa hari yang lalu, yang menyebabkan Melissa sakit selama dua hari, Nadir canggung meninggalkannya sendirian di rumah. Akan tetapi Nadir juga tidak bisa berada di rumah sementara dia punya tanggung jawab mengurus perusahaan."Bila ada apa-apa hubungi saja aku! Dalam waktu apapun, aku selalu aktip untukmu." Selepas mengatakannya, Nadir menyerahkan salah satu ponsel miliknya ke Melissa."Aku tidak butuh ini! Aku bisa menjaga diriku sendiri," tolak Melissa enggan mengambil ponsel di tangan Nadir. Namun Nadir memaksa Melissa mengambil ponselnya."Aku tidak suka ditolak. Ambillah! Anggap saja ini teman buatmu di saat aku tidak ada di rumah," ujar Nadir pada akhirnya Melissa mau menerima.Setelah makanan di piring habis, Nadir bangkit dari duduknya di uju
"Kak Nadir!" sebut Melissa wajahnya begitu tegang."Apa yang Ibu lakukan?" tanya Nadir menghempaskan tangan Sarah dengan sedikit kasar.Dari hempasan yang Nadir lakukan, Sarah merasakan rasa sakit dan mengadu kesakitan. "Argghhh … segitunya sama wanita buntung ini. Sampai kamu menyakiti tangan ibu!" rintih Sarah mengusap-usap pergelangan tangannya.Tidak ada niatan menyakiti ibunya. Akan tetapi perbuatan yang ibunya lakukan sangatlah keterlaluan, di luar batas kepri kemanusiaan."Maafkan aku Ibu! Aku tidak bermaksud menyakiti Ibu," jelas Nadir merasa bersalah."Kamu sudah tidak sayang lagi sama Ibu!" kelakar Sarah menghentakkan kaki lalu melenggang pergi dari kamar Melissa dengan perasaan jengkel.Nadir yang benar-benar merasa bersalah, mengejar ibunya. Sementara Melissa membenarkan posisi duduknya, tentu ia menangis diperlakukan kasar oleh mertuanya sendiri."Andaikan Ibu tidak pergi, aku tidak akan berada di sini. Hidupku menderita tanpa Ibu," isak Melissa tanpa terasa air mata memb
"Nya, di luar ada yang jual sayur tuh! Nyonya bilangkan mau beli sayuran buat Non Vallen," ujar Danti mendatangi Sarah yang sedang santai di kursi depan kolam renang di samping rumah."Baiklah," sahut Sarah sembari bangkit dari duduk. Mengambil dompetnya di dalam kamar.Sarah pergi ke halaman rumah tepat dimana penjual sayuran keliling berada. "Pak ada bayam?" tanya Sarah menghampiri.Di sana sudah ada beberapa ibu-ibu tetangga di sebelah rumahnya. Mereka menatap sinis kedatangan Sarah di sana."Kok bisa-bisa sih putra kesayangan nikah sama gadis buntung gitu," sindir salah satu tetangga Sarah."Bukahkan Nadir punya pacar yang begitu cantik dan keluarga yang baik. Lantas mengapa menikah dengan wanita cacat, lagi tidak jelas seluk-beluk keluarganya.""Apalagi kata suamiku yang kebetulan ada di lokasi tabrakan, gadis itu begitu seksi. Dia mengenakan dress mini ketat. Dan paling mencengangkan, ada beberapa pria yang mengejarnya. Mungkin mereka adalah bodyguard dari pria hidung belang yan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments