LOGINAyudhia pergi ke toilet, dia muntah-muntah di sana dan kepalanya sangat sakit sampai membuat kedua telinganya berdegung keras.Setelah selesai, Ayudhia menyiram toilet dengan air, baru kemudian dia keluar dari sana setelah membasuh mukanya.Saat melangkahkan kaki keluar dari toilet, Ayudhia terkejut melihat Arlo ternyata menunggunya di sana.“Kenapa kamu di sini?” tanya Ayudhia.“Menunggumu, aku mencemaskanmu,” balas Arlo. Dia menatap wajah Ayudhia yang kembali pucat.Mengulurkan tangan lalu mengusap lembut pipi Ayudhia, Arlo berkata, “Apa muntah banyak? Masih tidak nyaman?”Ayudhia mengangguk-angguk pelan. “Aku sepertinya tidak akan kuat berkeliling, bagaimana caranya membuat alasan untuk menolak tawaran Papa?”“Aku sudah mengatakan kalau akan mengajakmu ke suatu tempat pada Tuan Andreas, jadi kamu tidak perlu memberi alasan lagi. Dia akan datang ke hotel setelah urusan di perusahaan selesai.”Ayudhia membuang napas lega, suaminya memang bisa diandalkan meski tanpa dia minta.Arlo me
Hari berikutnya.Ayudhia sudah memakai setelan rapi. Dia berdiri di depan cermin, mematut wajahnya yang sudah berpoles make up tipis.Begitu membuka sebuah kotak yang ada di dalam tasnya, Ayudhia mengeluarkan kalung yang sama dengan Andreas lalu memakainya.“Kamu akhirnya mau memakai kalung itu?”Suara Arlo membuat Ayudhia menoleh, dia tersenyum sambil membalikkan tubuhnya ke arah Arlo. “Iya, sebelumnya pernah aku pakai, dan aku pakai lagi sekarang.”Arlo tersenyum mendengar balasan Ayudhia, istrinya kini bisa lebih menerima kondisinya sekarang ini.Ayudhia melangkah menghampiri suaminya, merapikan ikatan dasi Arlo, sebelum mengangsurkan jemarinya di permukaan dasi.“Kita berangkat sekarang?” tanya Ayudhia.Arlo mengangguk pelan.Ayudhia dan Arlo keluar dari kamar, begitu turun ke lobby, Maya dan yang lain sudah menunggu di sana. Hanya staff pilihan yang akan ikut melakukan kunjungan kerja.Mobil yang disiapkan Andreas sudah menunggu di depan lobby hotel, mereka semua naik dan kini me
Kedua tangan Ayudhia menyentuh wajahnya setelah mendengar ucapan Andreas, matanya sejenak melirik ke arah Arlo, sebelum kembali menatap Andreas yang sudah menatapnya cemas.“Mungkin karena aku bangun tidur, Pa. Jadi aku masih agak lemas,” balas Ayudhia, “baru bangun sudah disuruh makan sama Arlo, jadi beginilah,” imbuhnya dengan senyum merekah di wajah.Tatapan Andreas meragu, tetapi dia akhirnya mengangguk percaya.Andreas meminta Ayudhia menghabiskan makanannya dulu, sebelum mereka akhirnya duduk bersama bertiga, ditemani Steven.Ayudhia dan Arlo menatap serius pada Andreas, sampai pria itu mengulurkan stopmap yang ada di tangan ke arah Ayudhia.Memandang sejenak ke stopmap tanpa menyentuhnya, Ayudhia tak langsung menerimanya dan lebih dulu bertanya, “Apa ini, Pa?” “Beberapa aset yang aku punya sebelum menikah. Aku ingin kamu yang memegangnya karena nantinya ini akan menjadi milikmu juga.”Ayudhia tersentak sambil menatap tak percaya. Masih belum menerima stopmap itu, Ayudhia kemba
Cassandra pergi ke rumah sakit berbeda dari William dirawat, begitu mendapat kabar dari seseorang yang tidak dikenalnya.Berlari tergesa-gesa menuju UGD, Cassandra menghampiri seorang perawat dengan ekspresi wajah panik.“Aku menerima panggilan yang mengatakan kalau putraku mengalami kecelakaan dan dilarikan ke rumah sakit ini. Di mana dia?” “Bisa Anda sebutkan, siapa nama putra Anda, Nyonya?” tanya perawat ramah melihat Cassandra begitu cemas.“Henry, Henry Haven,” balas Cassandra.“Sebentar saya bantu cek,” kata perawat lalu menuju Nurse Station.Begitu sama di sana, perawat langsung meminta petugas lain membantu mengecek nama yang Cassandra sebutkan. Setelahnya perawat itu kembali menatap pada Cassandra sambil berucap, “Benar, ada korban kecelakaan bernama Henry Haven. Sekarang berada di ruang operasi karena adanya pendarahan di kepala dan retakan di tulang kaki karena terjepit body mobil.”Bola mata Cassandra membulat lebar, napanya tersekat di tenggorokan mendengar penjelasan pe
Meletakkan ponsel kembali di atas nakas, Arlo kemudian mendudukkan tubuhnya di tepian ranjang, menatap pada Ayudhia yang kini sedang berbaring.“Aku sudah memesan makanan yang aman buatmu, semoga kali ini kamu tidak mual,” kata Arlo.Ayudhia mengangguk-angguk pelan. Dia masih pusing selepas kembali dari rumah sakit, mungkin karena dia juga belum makan apa pun sejak turun dari pesawat.Arlo meraih telapak tangan Ayudhia, sambil terus menatap wajah sang istri, Arlo bertanya, “Apa kamu akan memberitahu Tuan Andreas soal kehamilanmu?” Ayudhia menatap diam pada Arlo. Matanya menyiratkan keraguan, sampai akhirnya dia mengenbuskan napas pelan sebelum berkata, “Aku juga tidak tahu, apa aku harus memberitahunya sekarang. Dia juga sedang sibuk dengan urusannya, takutnya Papa tidak fokus dan terlalu mencemaskanku.”“Mungkin cukup kita dulu yang tahu, Ar. Dan, jangan sampai orang lain tahu juga. Aku ingin merahasiakan kehamilanku sampai situasinya benar-benar terkendali.”Arlo mengembuskan napas
Ayudhia keluar dari ruang perawatan pria tua tadi. Tatapannya kini tertuju pada Arlo yang sedang kebingungan mencarinya, ketika Ayudhia sudah menginjakkan kaki di luar.“Ar,” panggil Ayudhia. Senyumnya merekah ketika melihat Arlo menoleh ke arahnya.Dengan langkah kecilnya, Ayudhia menghampiri Arlo yang tak jauh darinya, begitu juga sebaliknya.“Kamu dari mana? Aku kebingungan mencarimu?” tanya Arlo. Dia segera mengusap rambut Ayudhia sambil menatap cemas.Tanpa rasa bersalah sudah membuat suaminya cemas, Ayudhia hanya melebarkan senyum sebelum menjawab, “Tadi aku melihat seorang kakek ingin kabur dari rumah sakit. Dia sudah melepas semua alat bantu yang terpasang di tubuhnya, bahkan hampir melepas selang infus yang dipasang di lengannya.”Arlo mengerutkan kening. Dia menatap ke arah Ayudhia menunjuk sebelum menggandeng tangan istrinya, lalu mengajak Ayudhia untuk segera pergi dari sana.“Kamu kenal?” tanya Arlo sambil mengayunkan langkah bersama Ayudhia.“Tidak kenal.” Kepala Ayudhia







