Home / Rumah Tangga / Pernikahan Luka / Tamu Perempuan Pagi-Pagi

Share

Pernikahan Luka
Pernikahan Luka
Author: BedeR

Tamu Perempuan Pagi-Pagi

Author: BedeR
last update Last Updated: 2025-10-15 15:11:39

Di awal hari. Dewi terbangun dari tidurnya, dia tak lagi mendapati Aji, suaminya.

"Kemana dia. Ah sudahlah masa bodoh!" gumam Dewi, yang masih tak ingin beranjak dari tempat tidurnya.

Ia tarik selimut lagi, saat mengetahui jam dinding di kamarnya masih menunjukkan angka jam delapan pagi.

Sebelum melanjutkan niatnya tidur lagi, Dewi mendengar bel rumahnya berbunyi. Pasti ada tamu.

Dewi pun bangkit dari tempat tidurnya, melangkah ke ruang tamu, untuk memastikan siapa gerangan yang datang sepagi ini. Dilihatnya dari cctv teras rumah, tamunya seorang perempuan muda. Perempuan itu, sepertinya sedang hamil.

"Siapa dia ya?" Dewi heran bercampur penasaran, karena dia merasa tak punya teman yang sedang dalam kondisi hamil..

"Assalamu'alaikum, Kak." sapa perempuan muda itu, saat pertama kali bertemu Dewi.

Dewi pun menjawab salam perempuan itu, dengan santun dan ramah.

"Masuk, yuk!" ajak Dewi penuh persahabatan.

"Maaf ini saya boleh tahu, dengan siapa ya?" tanya Dewi to the point.

*Saya Putri," jawab perempuan itu.

"Maaf, Putri mau ada keperluan apa ya datang pagi ini ke rumah saya?" tanya Dewi lagi, tak sabar ingin tahu siapa perempuan ini.

Lama, Putri menjawab pertanyaan Dewi.

Matanya terlihat berkaca-kaca, hingga tiba-tiba suara tangisnya pecah.

"Lho kenapa menangis Mbak?" tanya Dewi semakin heran dan bercampur penasaran.

Perempuan itu kian tersedu-sedu. Dia belum ingin mengatakan apa-apa pada Dewi.

Melihat pemandangan aneh pagi ini, Dewi tambah bingung. Siapa perempuan yang ada di hadapannya itu. Kenapa dia menangis?

Dewi berusaha menenangkannya. Secangkir teh hangat, disuguhkan untuk tamu misterius pagi itu.

"Minum yang hangat-hangat dulu, Mbak, biar tenang. Biar bisa bercerita," ucap Dewi pelan.

Sejenak dia memperhatikan perempuan muda yang ada di hadapannya itu.

"Perempuan hamil ini apa mau minta sumbangan ya?" tanya Dewi dalam hati.

"Tenangkan pikiran dulu Mbak, dengan minum teh hangat di pagi hari," ucap Dewi mencoba membujuk perempuan itu, agar menyeruput teh hangat yang sudah hampir dingin itu.

"Ayo diminum dulu Mbak, tehnya sudah mau dingin lho," bujuk Dewi lagi untuk kesekian kalinya.

Perempuan aneh. Dia masih saja menangis nggak jelas. Bahkan ditawari minum saja, perempuan itu masih kekeuh nggak mau menyentuh teh buatan Dewi..

Karena nggak sabaran, Dewi segera merogoh dompetnya. Dia berikan selembar uang lima puluhan ribuan yang tinggal satu-satunya di dompet miliknya.

"Nggak mau Mbak," jawab perempuan itu spontan menolak pemberian Dewi.

"Nggak banyak Mbak. Cuma sekedarnya saja. Buat pegangan Mbak," paksa Dewi.

Perempuan itu masih bersikeras dengan prinsipnya. Menolak pemberian Dewi.

"Lho.....ini kenapa menangis Mbak. Ini terima saja uang dari saya. Buat mbaknya beli makanan atau apa gitu," paksa Dewi sembari berusaha menyelipkan uang lima puluh ribuan itu, ke tangan perempuan yang menangis tersedu-sedu itu.

Perempuan itu masih menggenggam erat tangannya.

Dia ingin bercerita masalah yang sesungguhnya tapi batinnya sendiri belum siap.

"Bagaimana kalau Mbak cerita saja apa masalahnya," desak Dewi berusaha menghentikan tangis perempuan itu.

"Mbak..kalau mbaknya menangis terus kayak begini, saya jadi bingung mbak," dengan segala cara, Dewi berusaha menghentikan tangis perempuan itu.

"Oh ya.....maaf mbak..mbak ini tinggal dimana ya?"

Perempuan itu masih saja tak mau ngomong. Masih bisu seribu bahasa.

"Kalau nggak takut sama polisi, serasa mau aku siram sama teh di gelas ini. Soalnya perempuan ini bikin aku emosi aja, pagi-pagi." ucap Dewi, membatin kesal.

"Mbak....Maaf ya saya mau pergi sama suami saya..bisa nggak mbak nya kalau mau, datang saja lagi, besok. Soalnya saya ada janjian sama orang di luar," untuk kesekian kalinya Dewi membujuk perempuan itu supaya mau cerita atau paling nggak, dia segera beranjak pergi dari rumahnya.

Dewi menarik nafas panjang, sebagai bentuk meluapkan kekesalannya pada tamu asing perempuan tak jelas itu.

Tak lama, perempuan itu buka suara. Sebenarnya mbak. Saya ditinggal sama suami saya." ceritanya masih dengan tangis yang tersedu-sedu.

"Lho kenapa cerita ke aku. Sinting kali perempuan ini. Apa hubungannya dengan aku. Aduh. Dunia ini semakin banyak saja orang-orang gila yang baru," batin Dewi, sambil geleng-geleng.

"Suaminya pergi sama perempuan lain?" tanya Dewi coba menanggapinya, meski sebenarnya dia tak berminat menanggapi masalah perempuan aneh itu.

Perempuan itu menganggukkan kepalanya sekali tapi pelan.

"Terus apa hubungannya sama saya? Saya bukan psikolog tempat orang berkonsultasi, Mbak!" ucap Dewi lagi masih dengan nada kesal.

"Kami berencana menikah Mbak. Tapi gara-gara perempuan itu, saya jadi belum bisa dinikahi sama pacar saya itu." cerita perempuan itu lagi, pelan-pelan mulai panjang lebar, cerita dia.

"Wah nggak beres. Tadi katanya suaminya lari sama perempuan lain. Sekarang ngaku pacarnya. Ini pasti pasien yang baru keluar dari rumah sakit jiwa." Dewi ingin melepaskan tawanya tapi dia masih berpikir, takut orang gila yang ada di depannya ini ngamuk.

"Jadi, maksud kedatangan kamu ke rumah saya, apa Mbak. To the point saja Mbak. Saya soalnya mau buru-buru ada janjian sama orang di luar sana." tegas Dewi.

Perempuan itu masih bertele-tele.

"Kata pacar saya, istri dia itu belum diceraikannya. Jadi kami susah mau menikah," jelas perempuan sinting itu lagi.

Dewi semakin pusing mendengar cerita perempuan yang seperti benang ruwet.

"Kalau begitu, suruh saja ceraikan istrinya itu." Dewi memberi saran singkat.

"Itu dia Mbak, dia masih cinta sama istrinya. Sedangkan kondisi saya saat ini, sudah hamil 5 bulan. Bagaimana nasib anak saya, kalau tidak ada bapaknya." ungkap perempuan itu yang mulai menghentikan tangisannya.

"Mbak. Jujur, mbak ini sepertinya salah alamat. Kenapa harus datang ke rumah saya, kalau mau konsultasi soal rumah tangga Mbak. Saya bukan psikolog, atau pegawai kantor pengadilan agama. Jadi, mbak. Sekali lagi, bisa nggak mbaknya pergi ke kantor agama saja, untuk melanjutkan konsultasinya. Saya benar-benar terdesak sudah ada janjian sama orang. " Dewi ngotot berusaha mengusir perempuan itu dengan cara halus.

Parahnya, perempuan itu masih tak bergeming dari rumah Dewi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan Luka    Alea Dijemput Aji

    Tak terasa, Alea sudah empat tahun.Pagi itu, waktu masih menunjukkan pukul tujuh. Aji sudah mendapatkan semua data-data tentang keberadaan Dewi.Termasuk keberadaan Alea, yang saban hari dititipkan di rumah Rosa."Antarkan saya ke alamat itu," perintah Aji pada Heri, pria muda usia 30 tahunan itu menurut saja apa yang dikatakan Aji.Heri langsung tancap gas menuju ke rumah Rosa. Dalam hitungan setengah jam kemudian, mobil Pajero Sport itu parkir di halaman rumah Rosa.Rosa, yang sedari tadi sibuk di dapur, mendengar suara deru mobil berhenti di depan rumahnya, tiba-tiba menghentikan aktifitasnya.Apalagi, saat bel rumahnya berbunyi. Dia bergegas menuju ruang tamu, melihat siapa gerangan yang bertamu ke rumahnya, sepagi ini.Dibukanya tirai jendela ruang tamu rumahnya."Hah? Aji?" Suami Dewi. Ada apa dia datang pagi-pagi begini?" Rosa heran.Bel ruang tamunya dibunyikan Aji lagi.Rosa pun harus membuka pintu ruang tamu itu."Mas Aji?" Rosa pura-pura memastikan bahwa itu Aji, suami De

  • Pernikahan Luka    Hari Pertama Masuk Kerja

    Pagi ini, Dewi penuh semangat. Menjalani hari barunya di sebuah kantor showroom mobil."Semoga aku diberi kesuksesan di tempat baruku ini," gumam Dewi, membatin.Satu hal yang membuatnya ingin selalu bersyukur. Teman-teman kantornya, baik dan ramah."Hai.....Mbak. Kenalin aku Fitria," sapa perempuan muda itu, menghampiri meja kerja Dewi."Ya Allah, terimakasih atas segala yang Engkau anugerahkan untukku kali ini," ucap Dewi, dalam hati."Dewi," sebut Dewi, menyebutkan namanya di depan perempuan itu, sembari menyambut jabat tangannya."Selamat bergabung di kantor ini ya Mbak," ucapnya lagi penuh persahabatan.***Waktu menunjukkan pukul 10.00 wib. Sebuah mobil Fortuner putih dengan nomor polisi BP 99 AJ, berhenti di pelataran showroom mobil tempat Dewi bekerja.Dewi hafal betul pemilik nomor polisi BP 99 AJ itu dulu adalah Aji, mantan suaminya.Melihat kedatangan mobil itu, debar jantung Dewi tak karuan."Ya ampun, kenapa manusia satu ini selalu aku jumpai dimana-mana? Skenario apa yan

  • Pernikahan Luka    Cari Lowongan Kerja

    Dewi bingung. Semakin hari, uang tabungannya semakin berkurang.Berharap uang pemberian dari Andika?Tidak. Itu tidak mungkin bagi Dewi. Apalagi setelah pertengkaran tempo hari, membuat Dewi jadi serba salah.Sementara itu, tuntutan hidup terus berjalan. Alea semakin semakin hari semakin besar dan dia juga butuh biaya."Alea sayang, doain mama cepet dapat kerja ya. Nanti kalau sudah dapat kerja, Alea pasti bisa jajan apa saja yang Alea mau." kata Dewi coba bicara dengan anak gadisnya itu.Alea sebenarnya masih tiga tahun. Dia juga nggak bakal mengerti apa yang dibicarakan Dewi. Tapi, bagaimana pun juga Dewi memberinya pengertian.Di sisi lain, Alea juga bingung semisalnya dia keterima kerja di sebuah tempat."Tapi, siapa yang jaga Alea ya?" Dewi bingung sendiri."Ah itu urusan belakangan. Sekarang aku mau fokus cari kerja apa saja yang bisa menambah penghasilan aku," pikir Dewi, simple.***"Ros. Kabari ya kalau ada lowongan kerja. Kerja apa aja aku terima." pesan Dewi ke sahabatnya.

  • Pernikahan Luka    Ultah Alea

    Dewi memandangi wajah Alea yang sedang tertidur."Wajah Aji junior." batin Dewi.Dia membelai lembut rambut bocah itu."Besok ulang tahun Alea Mas, yang ketiga tahun." kata Dewi di depan Andika.Andika diam saja tak meresponnya."Kita buat acara apa ya, besok?!" tanya Dewi lagi.Dilihatnya Andika masih sibuk otak-atik ponselnya. Dia masih tak merespon Dewi."Kita rayain dengan undang anak tetangga yang dekat sekitar rumah saja ya Mas." kata Dewi lagi. Lagi-lagi Dewi masih dicuekin."Bolehkan Mas ya. Paling habis dua jutaan biayanya." sebut Dewi."Nggak usah macem-macem. Kita masih butuh biaya hidup yang lainnya. Jangan buang-buang uang. Sekarang susah nyari uang," cerocos Andika panjang lebar."Jangan boros-boros. Aku saja belum ada kerjaan tetap. Rencananya, aku akan ambil tawaran kerja lagi, guide di Bali. Jadi, sebisa mungkin kita harus berhemat dalam segala hal." kata Andika lagi, tanpa menatap Dewi. Karena dia masih sibuk dengan ponselnya."Uh pelit!" gerutu Dewi.Ada rasa kes

  • Pernikahan Luka    Sah

    "Sah. Kini kalian sudah jadi pasangan suami istri yang sah di mata hukum dan agama." ucap Pak Penghulu yang usianya lumayan masih muda itu.Dalam hati, Dewi pun bahagia. Karena impiannya hidup bersama Andika, menjadi kenyataan."Terimakasih ya Allah atas semua anugerah yang telah Engkau hadirkan untuk aku hari ini," Dewi mengucap syukur usai ijab kabul di depan Pak Penghulu.Dewi dan Andika tak langsung pulang. Andika mengajak Dewi ke kafe tempat biasa mereka datangi."Andika." panggil Dewi."Aku nggak mau dipanggil Andika. Mulai sekarang panggil aku Mas Andika," protes Andika.Dewi pun melepas tawa. Dia pura-pura lupa, kalau pria yang baru satu jam yang lalu itu, sah menjadi suaminya."Dew. Aku boleh request sesuatu nggak ke kamu?" tanya Andika, memandang lekat-lekat bola mata Dewi yang terlihat berbinar-binar."Apa sayang. Asal jangan minta diambilkan bintang di langit aja ya." Dewi melepas tawa untuk kesekian kalinya.Andika mencubit spontan pipi Dewi yang chubby.Dewi pun mengadu

  • Pernikahan Luka    Andika Melamar Dewi

    Sore itu, mentari kembali ke peraduan. Mendung menggelayut di langit biru.Dewi termenung di ruang tamu. Alea, masih tertidur di ranjang bayinya.Tak terasa, sudah tiga bulan Aji meninggalkan Indonesia, Dewi dan juga Alea.Dewi bersyukur, Alea tak lagi rewel saat ini. Sepertinya, kemarin itu Alea rewel karena berpisah dengan Aji. Sekarang, dia sudah tenang, dengan hadiah lukisan gambar Alea dalam gendongan Aji.Kalau pun rewel itu hanya karena minta minum susu. Sesekali juga aku tunjukin lukisan dari papanya itu kalau dia tak kunjung diam."Ya Allah Nak, kamu besar tanpa sosok seorang ayah. Tapi mama yakin, kelak kamu bakal tumbuh jadi gadis tangguh yang tak gampang menyerah, dengan segala situasi." Dewi memandangi foto Alea dalam gendongan Aji. Foto itu dia ambil, sehari sebelum berpisah dengan Aji yang pamit hendak pindah ke Amsterdam."Apa kabar kamu Mas disana. Semoga kamu baik-baik saja. Ingat Alea ya Mas. Dia akan terus merindukan kamu balik lagi ke Indonesia," ucap Dewi dalam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status