Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu Rain pun tiba, hari dimana dia akan menemani Abe menghadiri acara pernikahan sepupunya. Semau kemungkinan ada didalam pikirannya, dia sangat cemas jika diacara itu dia akan bertemu keluarga dan teman-teman Abe.
Baju yang dibelikan Abe sudah siap dipakainya, sepatu dan tas yang semua berharga mahal itu pun segera dikenakannya.
"Kau cantik sekali hari ini" Sapa Una saat melihat sahabatnya itu selesai bersiap
"Iya aku tak menyangka Abe begitu baik"
"Baik, kaya, tampan, mmmmm... kau sangat beruntung bisa mengenalnya Rain"
"Seperti mimpi bisa bertemu dengannya"
Una nampak sangat bahagia melihat sahabatnya itu hari ini, mereka kemudian berbincang panjang hingga akhirnya Abe mengirimkan pesan singkat yang memberitahukan kalau dia sudah tiba didepan gang.
"Ah itu Abe, aku pergi dulu ya, daaa" Pamit Rain pada Una sambil mengunci pintu kamar kosnya.
"Hati-hati Rain"
"Iya... kau baik-baik di kosan ya"
Rain pun berjalan dengan hati riang hingga kedepan gang, dia melempar senyum kearah Abe.
"Hai nona" Sapa Abe
"Aku belum dandan"
"Iya, aku kan sudah bilang nanti biar MUA yang merias mu"
"Baiklah"
"Kau sudah siap?"
"Tentu"
Mobilpun mulai melaju dan mereka pun terus berbincang tentang,
"Nanti ku kenalkan pada mama papaku ya, anak-anakku juga"
"Haah...."
"Tak apa, aku sudah menceritakan tentangmu ke mereka semua kok"
"Akuuuu..."
"Tenang saja, aku akan selalu ada disampingmu" Abe berusaha menenangkannya sambil mengusap lembut rambut Rain
Jantung Rain berdetak sangat kencang, dia tak tau harus bagaimana jika kemudian diperkenalkan Abe pada keluarganya, dia tak dapat membayangkan jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Setelah perjalanan sekitar tiga puluh menit merekapun tiba disebuah hotel yang sangat luas, Abe memarkirkan mobil tak jauh dari masuk hotel kemudian mempersilahkan Rain turun.
"Tenang saja, ada aku" Abe masih terus berusaha menenagkan Rain
"Nanti kalau mamamu tak suka padaku bagaimana?"
"Belum juga ketemu, bagaimana kau bisa berfikir begitu?"
Rain melemparkan senyum kuda, kemudian membenahi bajunya.
"Sudah, sudah rapi. Apa lagi yang kau tunggu. Ayo" Abe sedikit menarik tangan Rain.
Mereka berduapun memasukki resepsionis hotel lalu berjalan hingga tiba disebuah taman terbuka yang telah didekorasi sangat indah dengan hiasan etnik Bali yang kental.
"Kok nikahnya adat Bali?"
"Iya sepupuku keturunan Bali, lain kali kita main-main ke Bali ya"
"Kau keturunan Bali?"
"Yang orang Bali sepupuku nona. Memangnya kenapa kalau aku keturunan Bali?"
"Nanya aja"
Dari kejauhan nampak seorang wanita menghampiri mereka yang sedang berbincang tanpa ujung, sambil melambaikan tangan wanita itupun menyapa Abe
"Nak, kau sudah tiba"
"Oh mama, perkenalkan ini Rain. Rain ini mamaku"
Seketika jantung Rain berhenti berdetak, dia bahkan tak dapat melemparkan senyum sedikitpun
"Hai, kau teman putraku ya?"
"I..iya ... Sa..saya"
"Tak perlu gerogi begitu, Abe sudah sering menceritakanmu pada ku"
"Oh, tapi ceritanya yang baik-baik kan...hihihi" Rain mulai berani bicara
"Sebentar biar ku kenalkan pada putra-putri Abe ya"
Mama Abe kemudian melambaikan tangan pada seorang wanita berseragam suster, kemudian wanita itu mengajak ke empat anak Abe menghampiri Rain.
"Sayang, ini teman papi. Nah Rain yang paling besar namanya Lio, kemudian Lia, dan pangeran kecil ini Gio dan yang paling bungsu ini Gia" mama Abe mulai memperkenalkan.
"Hai, salam kenal. Namaku Rain"
Melihat Rain yang kikuk keempat anak Abe nampak saling berbisik.
"Kau teman papiku, kau nampak terlalu muda untuk papiku" Respon Lia menggoda Rain
"Kau nampak cantik dengan baju itu, tapi kau maukan menggendongku meski pake baju bagus" Canda Gia sambil memandangi baju Rain
"Hei anak-anak, ayo kembali bermain. Papi lagi ada tamu, kalian yang manis ya sama bibi pengasuh"
"Baik nenek" Jawab keempat anak Abe kompak kemudian berlali berpencar.
"Baik lah, cukup acara perkenalannya ya. mama harus kembali menyapa tamu undangan yang lain. Selamat menikmati acara hari ini" Tutup mami sambil melambaikan tangan pada Rain dan Abe.
Abe kemudian mengajak Rain menuju tempat duduk dekat kolam renang tak jauh dari mereka berdiri saat ini.
"Kau masih ingat nama anak-anakku kan?" Goda Abe
"Kenapa nama mereka sama?"
"Mereka anak kembar, Lia dan Lio kini berusia 17 tahun, dan Gia serta Gio berusia 7tahun."
"Oh seru juga"
"Maaf Abe, aku belum pernah bertanya kenapa mendiang istrimu meninggal"
"Dia meninggal karena kecelakaan, ceritanya panjang. Nanti lah ku ceritakan"
"Maaf kalau kau tak nyaman dengan pertanyaanku"
"Tak apa, cepat atau lambat kau juga pasti harus tau"
"Hei Abe" Seru Isa, adik Abe dari sebrang kolam renang
"Nah yang itu kau sudah kenal kan?" Tanya Abe pada Rain
"Itu adikmu kan?"
"Iya, si bawel. Jangan kaget kalau dia tak berhenti bicara kalau dia sudah jadi adik iparmu ya"
Rain hanya tersenyum.
"Hai Rain, akhirnya kau sampai disini juga"
"Iya kak"
"Panggil aku adik ipar saja"
"Ahh kakak ini bisa saja"
"Bukankah Abe akan menikahimu secepatnya" Ujar Isa menggoda Abe
Abe nampak melotot melihat Isa yang mulai menggodanya
"Kenapa kau melotot, jangan bilang kau belum mau menikah karena....."
"Heeeh, udaah jangan diteruskan... ih kamu ini" Abe memotong pembicaraan Isa sambil melempar sebuah tisu
Mereka pun melalui hari itu dengan penuh canda. Tak terasa acara pernikahan sepupu Abe pun berakhir.
Abe yang kelelahan kemudian mengajak Rain menuju kamar hotel
"Aku lelah sekali, kita istirahat sebentar dikamar hotel ya. Aku ngantuk"
"Kekamar hotel..."
"Aku tak akan macam-macam, aku ngantuk aja"
"Iya tapi janji ya"
"Iya...." Abe meyakinkan
Mereka pun masuk ke kamar yang cukup mewah, Abe kemudian membuka jas, dasi dan sepatu yang dia kenakan. Rain hanya duduk dikursi yang tak jauh dari televisi.
Abe kemudian berbaring dikasur dan tak lama kemudian terlelap. Rain mulai menyalakan televisi dan mencari-cari acara yang sekitanya dia sukai.
Tak juga menemukan acara yang dia mau diapun kemudian mematikan kembali televisi itu. Setelah tertidur hampir setengah jam, Abe pun bangun dari tempat tidurnya.
"Rain, ada yang ingin aku katakan padamu"
"Apa?"
"Begini, sebenarnya aku sangat menyayangimu. tapi Rain..."
"Kamu mau bilang apa?"
"Bisakah kita menikah hanya untuk beberapa tahun saja"
"Maksudmu apa?"
"Kita nikah kontrak aja"
"Kau yakin?" Tanya Rain tak percaya akan apa yang Abe katakan
"Rain, aku pernah berjanji pada mendiang istriku akan sehidup semati dengannya"
"Lalu untuk apa kau menikahiku jika ini hanya sementara?"
"Dengarkan aku dulu"
"Kau memikirkan janjimu pada istrimu, tapi mengapa kau tak memikirkan perasaanku" Rain mulai marah.
"Maafkan aku, tapi aku berjanji meski ini hanya sementara aku akan tetap mencintaimu"
plaaak... Rain menampar wajah Abe. Kekagumannya hilang sekejap mata pada pria tampan ini. Dia tak menyangka Abe akan berniat hanya ingin menikah kontrak dengannya. Rain kemudian menangis sebisa-bisanya dan Abe berusaha menenangkan
"Aku menyayangimu Rain, percayalah"
"Omong kosong apa lagi ini, hentikan.... antar aku pulang dan lupakan aku"
"Rain dengarkan dulu"
"Sekarang!!!"
Melihat kemarahan Rain yang begitu besar Abe pun mengikutinya dari belakang. Mereka kemudian meninggalkan hotel tanpa berpamitan dengan mama dan anak-anak. Selama perjalanan hingga kosannya, Rain tak sedikitpun mengeluarkan kata-kata. Dia hanya terdiam hingga akhirnya tiba di depan gang.
"Aku akan mengembalikan semua pemberianmu. Kau tak perlu khawatir uang pemberianmu masih utuh, termasuk uang perawatan ayahku dulu, tunggu disini aku akan melepas pakain ini dulu"
"Rain jangan begitu..."
Rain kemudian turun dari mobil dan kemudian berlari kearah kosannya. Tak lama kemudian dia kembali ke mobil sambil membawa tas besar berisi baju, tas dan sepatu pemberian Abe.
"Ini semua pemberianmu, dan ini uang yang pernah kau berikan padamu"
"Jangan begitu, aku memberikan ini semua untukmu"
"Kenapa kau tak juga mengerti, mungkin aku orang miskin tapi apa yang kau lakukan ini sungguh membuatku hina"
Rain kemudian membanting pintu mobil Abe dan berjalan setengah berlari menuju kosnya. Abe yang tau betul kemarahan Rain hanya terdiam, setelah Rain sudah tak nampak mata diapun melajukan mobil kembali ke Batu.
Rain kembali kekamar kosnya dengan hati yang sangat kacau, Una yang melihatnya begitu sedih menghapiri"Kenapa Rain""Una, ternyata Abe itu laki-laki bajingan" Rain kemudian menagis sesegukan"Kau ini bicara apa?""Dia tadi mengajakku menikah kontrak dengannya""Apaaa....mungkin dia bercanda""Mana mungkin dia bercanda, dia bilang dia hanya akan menikahiku beberapa tahun saja" Tangis Rain semakin menjadi-jadi"Ah kenapa kau tak tanyakan maksudnya dulu, jangan langsung marah begini""Sudah... sudah jelas dia bajingan. Kalau dia laki-laki baik mana mungkin dia mengajakku nikah kontrak begini""Ya sudah, tinggalkan saja dia""Aku tak menyangka dia seperti itu""Rain, tenang lah. Sudah jangan kau ingat lagi"Rain kemudian menangis sejadi-jadinya dan Una hanya bisa terdiam melihatnya.Una kemudian meninggalkan Rain yang mulai mengantuk. Dia tak berani banyak bicara akan apa yang terjadi pada sahaba
Seminggu setelah meninggalnya ayah Rain, Merekapun kembali kerumah Abe di Malang. Rumah yang ini berada dibelakang mall dimana pertama kali bertemu. Rumah berlantai dua yang sangat mewah dengan cat putih dengan pilar yang membuat rumah ini terlihat sangat megah. Setibanya dirumah Abe mempersilahkan Rain masuk."Masuklah, kau tinggal disini sekarng, nanti ku bantu mengambil barang-barang dikosanmu""Bukannya dulu kau bilang ini rumah temanmu?""Saat itu aku hanya pura-pura saja""Pura-pura?" Ujar Rain dengan wajah datar"Ayo masuk"Rain nampak begitu takjub dengan dekorasi rumah itu, sangat berkelas tak seperti rumahnya yang dindingnya saja tak di aci."Kau tidur dikamar utama di lantai dua ya, aku sudah meminta asisten rumah tangga untuk membereskannya"Hati Rain masih tak menentu, entah dia harus senang atau sedih menjalani pernikahan pura-pura ini, dia kemudian menuju kamarnya dengan
Rain kemudian menuju dapur dan menenangkan diri disana, Yani yang tau betul suasana hatinya mencoba menuangkan air putih dalam gelas mewah yang ada dirak piring."Ini nyonya, minumlah""Terima kasih ibu""Tuan memang seperti itu semenjak mendiang istri tuan meninggal""Dia kenapa?""Dulu tuan tidak begitu, tapi sepertinya tuan jadi sangat cemburu jika ada yang dekat dengan anak-anaknya""Tapi dulu dia tidak begitu ibu, yang ku kenal Abe sangat manis""Entahlah, dia sangat takut ada perempuan lain yang bisa dekat dengan anak-anaknya, seakan tuan tak ingin posisi ibu kandung anak-anaknya terganti oleh siapapun""Ow begitu, bisa jadi sih. Tadi dia sangat marah saat aku berusaha dekat dengan Gia""Ya begitulah tuan" Yani kemudian menarik nafas panjang"Tak apa ibu, semua akan segera berakhir, aku akan membuatnya bersedia menerimaku sebagai ibu anak-anaknya kini""Apa nyonya yakin?""Kita lihat saja" Jawa
Sore itu Isa juga bercerita sedikit tentang Lidya, mendiang Istri Abe. Baginya Wanita itu adalah cinta pertama bagi kakaknya, tak ada yang dapat membuat Abe buta akan cinta selain Lidya. Namun sayang, selama pernikahan mereka Istri Abe ini terbilang sangat ringkih, mudah sakit.Pernah suatu ketika hanya karena kehujanan Lidya bisa sampai mimisan dan yang paling parah karena selimut lupa dicuci, tubuhnya bentol-bentol berhari-hari."Tapi ya begitulah, hidup ini adil Rain. Saat Lidya sangat lemah Abe lah yang menutupi semua kekurangan istrinya itu" Cerita Isa pada Rain."Aku rasa Abe memang pria yang baik, hanya saja dia masih enggan untuk melupakan mendiang istrinya itu""Karenanya kau harus sabar ya""Semoga, aku tak tau apa yang akan terjadi besok" Tutup Rain dengan wajah sedih.Isa yang melihat wajah sedih Rain tau betul bahwa gadis muda itu tak benar-benar berani menghadapi Abe yang tampaknya galak namun sebenarnya sangat pengertian. Saat
Setelah makan malam Gia nampak tak enak badan, dia kemudian meminta pengasuhnya mengantarkannya kekamar tidur."Ibu Yuyun aku pusing" Ujar Gia saat berjalan menuju kamar"Ibu pijat ya nak" Kata Yuyun sambil membaringkan Gia ketempat tidur dan mulai memijat punggung gadis kecil itu"uoooooookkk" Gia muntah banyak sekali"Gia...." Teriak Yuyun yang membuat Abe menghampiri"Gia kenapa?" Abe menghampiri putrinya"Pusing papi...pusing""Papi panggil Dokter ya"Gia mulai menangis, Lia pun menghampiri adiknya dengan wajah sangat cemas."Halo dokter, putriku sakit. Tolong segera kemari" Telepon Abe pada dokter pribadinyaTak lama kemudian dokter datang dan memeriksa Gia."Putriku kenapa dokter?" Abe penasaran"Ini masalah psikologi pak, sebaiknya jangan bertengkar didepan putri bapak""Ah iya, tadi sore ada pertengkaran memang""Anak seusian Gia memang sangat sensitif, bapak harus benar-benar m
Setelah kejadian kemarin yang cukup menegangkan, hari ini terasa lebih menyenangkan. Abe bangun tidur dengan senyum yang mengembang begitu pun anak-anak. Setelah menyelesaikan sarapan bersama dengan roti bakar dan susu murni mereka telah siap memulai hari ini dengan setumpuk aktifitas masing-masing.Tak lama setelah siap, anak-anakpun naik mobil dan diantar supir menuju sekolah. Sedangkan Abe memilih berangkat kekantor dengan menyetir sendiri mobilnya."Aku berangkat ya" Pamit Abe pada Rain."Iya, hati-hati dijalan ya""Jangan lupa makan siang, aku pulang agak telat"Merasa jenuh terus berada didalam rumah, Rain mulai berjalan-jalan diteras belakang rumah. Nampak banyak sekali tanaman yang kurang terawat, dia kemudian mulai membersihkan beberapa tanaman. Tak berapa lama kemudian ponselnya berbunyi, Rain bergegas menjawab panggilan telepon itu."Halo...""Rain, ini Abe""Ada apa?""Kertas kerjaku ketinggalan dimeja kerjak
Hari menjelang siang, Abe pun pamit kepada rekan-rekan kerjanya. Dia kemudian mengajak Rain menuju salah satu mall yang tak jauh dari kantornya sembari makan siang. Rain nampak sangat bersemangat berjalan disamping Suaminya itu."Mumpung Abe ngak galak" PikirnyaSetelah menuruni lift, Abe mulai melajukan mobilnya. Rain duduk disampingnya sambil mengingat-ingat jalan yang mereka lalui.Setiba di mall, Abe kemudian memarkirkan mobil tak jauh dari pintu masuk mall."Ayo turun""Asiiik""Seneng banget kayaknya""Iya lah, ah besok aku mau kekantormu lagi biar pulangnya ke mall lagi""Ih ya ngak tiap hari juga lah" Jawab Abe sambil melotot.Mereka pun memasuki mall, Rain melihat-lihat snack yang dipajang begitu menggiurkan sepanjang jalan masuk. Abe hanya mengikuti langkahnya dari belakang."Kamu mau makan apa?" Tanya Abe"Apa ya? aku belum pernah kesini""Nasi atau pizza" Abe memberikan pilihan"Na
Pagi ini semua bangun lebih pagi, Rain kemudian membantu asisten rumah tangga untk menyiapkan sarapan seluruh anggota keluarga.Roti bakar, selai coklat dan susu murni tertata rapi dimeja beberapa saat sebelum anak-anak turun untuk sarapan. Abe yang nampak sudah siap dengan pakaian kerjanya, mengecek kembali semua keperluan kerjanya hari ini dengan lebih santai.Setelah semua siap, sarapan pagipun segera dimulai"Hari ini mami Rain pulang ke Malang ya""Yaaa... Gia ditinggalin" Gia nampak kecewa"Nanti sabtu mami balik lagi kok sayang" Rain mencoba menjelaskan"Jangan lama-lama mami, Gia kangen mami" Jawab gadis kecil itu lagiRain hanya tersenyum dan melanjutkan sarapannya. Anak-anak yang lain tampak tak terpengaruh dengan pengumuman dari Abe dan hanya melanjutkan sarapan mereka.Setelah selesai sarapan mereka pun pergi dengan mobil masing-masing, Rain pun menuju mobil yang sudah disiapkan sopir."Aku berangkat ya" Pami