Bab 18 Informasi dari Ibu "Maaf Mas Haris bukannya aku mau berbuat dzolim pada Mira, tapi aku bener-bener gak bisa melakukan itu. Aku lebih memilih di penjara daripada harus mengkhianati istriku. Cukup sekali aja aku membuat Arum kecewa karena pernikanan yang aku lakukan sama Mira," ujar Mas Fathan. "Budhe dukung kamu, Le. Uang bisa dicari. Kalau perlu Budhe akan jual apa yang Budhe punya supaya kamu dan Arum terbebas dari wanita jah*t itu!" ucap Budhe bersemangat. Seketika aku ikut merasa bersemangat mendengar pembelaan dari Budhe Sri. Sungguh beruntungnya aku bisa mengenal beliau. Tapi, darimana aku dan Mas Fathan akan mendapatkan uang yang jumlahnya saja kami tak sanggup membayangkannya. Sepuluh milyar! ***Paginya ketika kami semua sedang sarapan bersama, Mas Haris yang memang tadi malam menginap di rumah Budhe Sri pun memulai pembahasan yang kami tunda sebelumnya. Dimana Mas Haris yang juga mendukung keputusan adik iparnya itu mencoba memberikan saran supaya kami terbebas dar
Bab 19 Bukti Pemberian Bu Joko "Ini yang kamu minta. Ibu pertaruhkan nyawa buat dapetin itu, jadi berikan Ibu bayaran seperti yang udah dijanjikan," ujar Bu Joko sesaat setelah aku dan suamiku sampai di ruang tamu. Aku menatap amplop besar berwarna coklat di atas meja. Mendengar yang dikatakan ibu mertuaku barusan membuatku penasaran dengan isi dari amplop tersebut. Namun, bukan hanya soal amplop yang mencuri perhatianku, melaikan perkataannya tentang bayaran. Bayaran apakah itu? "Tunggu, Mas!" aku menatap penuh tanda tanya ke arah Mas Fathan. "Maksudnya bayaran apa ini?" tanyaku penasaran. Mas Fathan terdiam beberapa saat kemudian ia mengajakku terlebih dahulu untuk duduk. Aku pun menurut dan duduk di sebelah Mas Fathan. Setelah duduk suamiku itu lalu berucap yang mana cukup membuatku tercengang tak percaya."Bayaran yang dimaksud ibu itu ... bayaran karena ibu udah bantu cari bukti tentang Mira."Tepat setelah suamiku berkata demikian, sontak kedua mataku membulat seketika. Sung
Mendengar suamiku beristighfar di saat itu aku memyadari kalau ia sedang menahan kekesalannya karena sikap ibunya barusan. Mas Fathan pun berbalik dan berjalan kembali ke ruang tamu. Namun, baru beberapa langkah, kakinya terhenti manakala ia melihat kedatangan Mbak Mira. Di momen itu Mas Fathan tanpa pikir panjang ia kembali melanjutkan langkahnya dengan sedikit lebih cepat. Sampai akhirnya ia berdiri di hadapan Mbak Mira dengan jarak sekitar setengah meter. Di waktu yang menegangkan itu, tiba-tiba Mas Fathan melakukan hal yang tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Ya, Mas Fathan ... melempar amplop berwarna coklat pemberian ibunya itu ke arah Mbak Mira dengan kasar. Amplop coklat yang memang berisikan foto-foto kalau Mbak Mira memalsukan kehamilannya. "Dasar penipu!!" sergah Mas Fathan yang membuat Mbak Mira Terkejut. "Maksud kamu apa? Hah!" balas Mbak Mira tak terima. Aku mendekat ke tempat Mbak Mira berada sambil tertawa kecil. Kesempatan ini adalah waktu yang pas untuk a
Bab 21 Acara DadakanMeski merasa agak kesal karena penasaranku tak terjawab, namun aku sendiri juga tak bisa memaksa kalau Mas Fathan sudah bersikap demikian. Alhasil aku pun hanya menuruti apa yang ia perintahkan sebelumnya. Tentu saja dengan bantuan Budhe Sri yang juga sama tak tahunya dengan acara malam ini. Setelah semua jamuan tersedia, sekitar seperempat jam kemudian tiba-tiba aku dikejutkan dengan kehadiran sepasangan suami istri yang aku tak pernah bayangkan sebelumnya. Dan sepasang suami istri itu adalah ... Pak Yanto dan Bu Ratmi. Benar. Tamu utama yang datang malam ini adalah Pak Yanto dan Bu Ratmi yang mana keduanya merupakan orang tua dari Mbak Mira. Aku tahu mereka karena pernah melihatnya di poto pernikahan antara Mas Fathan dan istri pertamanya itu yang terpajang di rumah Bu Joko. Entah, alasan apa yang membuat mereka datang ke rumah Budhe Sri di waktu seperti ini. Mungkinkah keduanya akan melayangkan protes dan ancaman seperti yang dilakukan anaknya? Atau justru se
Bab 22 Kehadiran Orang Tua Mbak Mira "Padahal sebelumnya Mbak Arum sudah saya incar mau ta jadiin mantu, lho, Mas. Malah ternyata sudah bersuami," celetuk seorang pria seraya terkekeh. Membuat yang lain bersorak ke arahnya dan menjadikan suasana kembali mencair. "Sudah, sudah! Kita lanjut ke berikutnya," lerai Pak Rt yang kemudian membuat para tetangga kembali serius. Beberapa saat setelah situasi kembali tenang, Pak Rt pun melanjutkan ucapannya. Dimana kali ini beliau memberikan kesempatan pada Pak Yanto yang akan menyampaikan isi hatinya. Dimana Pak Yanto berkata jika tujuan kedatanganya bersama istrinya ke rumah ini adalah untuk meminta maaf kepadaku dan Mas Fathan atas perbuatan anaknya. Pak Yanto mengaku kalau dirinya dan istrinya tidak akan menghalangi jika Mas Fathan akan menceraikan Mbak Mira. Sebab, mereka berdua menyadari betul tindakan yang dilakukan anaknya tersebut memang tidak bisa dibenarkan. Bukan hanya itu, Pak Yanto dan Bu Ratmi juga meminta untuk tidak memperpa
Bab 23 Berniat Pindah "Iya, Budhe juga ngerasa gitu. Janggal. Bukan apa, tapi setau Budhe, pak Yanto memang terkenal tidak begitu baik dengan masyarakat. Ini aja Budhe sampe kaget pas lihat mereka mau datang ke rumah Budhe yang begini kondisinya," ungkap Budhe Sri. Mendengar hal tersebut sontak membuatku dan Mas Fathan seakan satu pemikiran. Dimana, Pak Yanto dan istrinya memang ada sesuatu yang direncanakan untuk kami berdua. Tapi ... karena lagi-lagi hal ini hanya asumsi semata, sebab itu lah aku dan Mas Fathan berusaha untuk tetap berpikir positif. Tentu saja sembari terus berdoa supaya aku dan suamiku senantiasa dalam perlindungan Sang Mana Pencipta. Dan jikalau memang Pak Yanto dan Bu Ratmi memiliki rencana buruk terhadap kami, semoga hal tersebut segera diperlihatkan oleh Alloh sehingga kami pun dengan cepat bisa menanggapinya secara tepat. ***Hari berganti, sudah sepekan aku dan Mas Fathan menjalani hari sebagai pasangan suami istri yang tak lagi harus bersembunyi dari pen
Bab 24 Suamiku Ternyata ... "Iya, kenapa? Ada masalah? Tapi, bukannya kemarin Mas bilang gak terjadi apa-apa pas di rumah ibu? Mas cuma bilang kalau ibu menerima kedatangan, Mas. Terus kalian ngobrol biasa. Iya, kan?Mas Fathan kembali menatapku. Dengan pelan lalu ia menggelengkan kepalanya yang menandakan kalau perkataanku barusan tidaklah benar adanya. Lantas, jika demikian apa yang sebenarnya terjadi antara Mas Fathan dan ibunya waktu itu? Mas Fathan menghela napas beratnya. Dengan serius lalu ia berkata yang mana membuatku tercengang saat mendengarnya. "Ibu bilang aku bukan anak kandungnya."Seketika kedua mataku membulat tak percaya mendengar kalimat yang barusan diucapkan suamiku itu. Bagaimana bisa Bu Joko berkata demikian yang padahal selama ini yang aku tahu semua surat-surat yang berkaitan dengan Mas Fathan memperlihatkan kalau Bu Joko adalah ibu kandungnya. Dari akta kelahiran sampai kartu keluarga. "Kamu gak lagi bercanda, kan, Mas?" aku menatap serius ke arah Mas Fath
Bab 25 Akhir Permainan "Tolooonggg!!!!" teriak Bu Joko kencang. Tentu teriakan Bu Joko barusan seketika membuatku panik. Aku takut kalau aksiku akan ketahuan orang. Namun, dengan cepat aku pun berusaha membungkam mulut Bu Joko dengan lakban hitam yang aku bawa. Sreeettt!!! Bu Joko masih saja mengoceh meski mulutnya sudah tertutup. Aku pun tak memedulikan hal tersebut dan memilih bergegas keluar kamar lalu menuju ruang depan. Mengintip dari balik gorden guna memeriksa keadaan di luar rumah. Dan ternyata karena teriakan Bu Joko sebelumnya membuat keadaan di luar ... masih tenang. Aku menghela napas lega. "Syukurlah. Masih aman."Karena merasa keadaan masih berpihak padaku, aku pun bergegas kembali ke kamar Bu Joko. Dimana wanita tua itu masih saja mengoceh tak jelas lantaran lakban yang tertempel di mulutnya. Melihat waktu yang kurang dari dua jam lagi memasuki waktu subuh, tanpa pikir panjang aku pun segera memulai aksi keduaku. Aksi dimana aku menyebutnya sebagai puncak dari pem