Brianna sedang menerka apa yang terjadi sekarang. Ia sedang membutuhkan uang untuk melunasi hutang ayahnya pada rentenir. Tapi haruskah ia melakukan ini?
Matthew Duncan MacMillan membuat gadis itu melepas baju atasnya dan bersembunyi di bawah selimut.Pria itu mendekat ke arah ranjang. Tak lupa melepas kemejanya. Pria itu seolah tak takut kedinginan. Suhu ruangan kamar itu cukup hangat untuk melepas pakaiannya dan tidur di bawah selimut macam ini."Ini kamar ibumu?" tebak Brianna. Tak salah jika ia berpikiran begini. Kamar ini tampak terlalu feminin dengan warna merah mudanya.Matthew tersenyum mendengar tebakan Brianna."Kau berpikir begitu?"Brianna menatap wajah pria yang ada di sampingnya itu. Gugup."Apa yang akan kita lakukan setelah ini?" tanya Brianna."Menurutmu?" tanya Matthew sambil membetulkan selimut ke tubuhnya. Ia seolah ingin menyelimuti tubuh bagian bawahnya dengan sempurna.Brianna membuang mukanya. Ia tak ingin tampak terlalu antusias melakukan ini dengan calon suaminya."Kau akan tahu sebentar lagi," ucap Matthew.Pria itu dengan segera merengkuh tengkuk Brianna. Mengecup bibir kering mengelupas gadis itu dengan hangat. Sepertinya ia kedinginan sejak tadi.Entah. Brianna kali ini ingin sekali menutup matanya. Menikmati kecupan Matthew. Sebuah ciuman yang sepertinya sudah tak pernah ia rasakan. Terakhir kali ia merasakan ciuman ini adalah saat Grey mencumbunya saat sekolah menengah.Napas Brianna memburu."Genit," ucap Matthew sambil sejenak melepaskan ciumannya dan kembali mencium Brianna. "Harusnya sesaat lagi, Nona Westbrook.""Untuk apa?" tanya Brianna penasaran.Matthew makin mencium bibir Brianna dengan dalam.Ciuman mereka terhenti saat seseorang menerobos masuk ke dalam kamar.Brianna segera melepas ciuman panasnya dan bersembunyi di bawah selimut. Gadis itu bisa merasakan Matthew memeluknya dari luar selimut."Apa yang kau perbuat, Matt?" tanya Laura dengan wajahnya yang terkejut. Wanita setengah abad itu mematung di ambang pintu menyaksikan pemandangan yang membuat matanya pedas. "Cepat bawa perempuan itu keluar dari kamarku, Matt!" pekik Laura.Matthew mengambil pakaian Brianna dan membuat gadis itu untuk memakai pakaian itu di bawah selimut.Segera setelah Brianna selesai memakai bajunya, gadis itu segera dibawa pergi oleh Matthew keluar dari kamar ibu tiri yang tak pernah akur dengannya."Kau jangan membuat ulah saat aku tak ada di rumah ini," ucap Laura sambil menggeram marah."Aku tak membuat ulah. Aku hanya bersenang-senang," ucap Matthew dengan wajah mengejek. "Bu," imbuh Matthew sambil berlalu pergi bersama Brianna yang sejak tadi ada di sampingnya.Saat Brianna keluar dari kamar itu, beberapa pasang mata yang melihatnya dengan tatapan menyeringai."Kau bawa siapa, Matt?" tanya Aaron, kakak tiri Matthew."Kau menyewa perempuan, Matt?" Anntonia, adik tiri Matthew terkikik.Bisa dibilang Brianna agak tersinggung dengan ucapan remaja ini.Matthew tak menggubris pertanyaan-pertanyaan orang-orang syirik itu dan membawa Brianna menuju kamar tidurnya yang sebenarnya."K-Kau mencoba untuk mempermalukanku di hadapan keluargamu?" tanya Brianna.Matthew menggeleng. "Tidak. Maksudku, tidak juga. Maksudku, mereka bukan keluargaku," jawab Matthew."Apa maksudmu?" tanya Brianna."Maksudku, mereka memang bukan keluargaku. Semua orang yang mengenal keluargaku mungkin hanya tahu bahwa mereka adalah ibu, kakak dan adikku. Tapi nyatanya bukan. Wanita yang tadi memergoki kita adalah istri simpanan mendiang ayahku. Maka dari itu, aku butuh kau di sini atau mereka yang akan menguasai seluruh aset ayahku."Matthew meletakkan telapak tangannya pada bahu Brianna. Seolah menyerahkan semua bebannya pada gadis yang juga punya banyak beban itu."Aku percaya dengan kemampuan bermain peranmu, Nona Westbrook. Jangan mengecewakanku," ucap Matthew sambil menatap Brianna dalam-dalam."Aku sudah bermain peran sejak aku masih duduk di bangku sekolah. Jangan meragukanku, Tuan MacMillan.""Aku akan mengantarmu pulang, Nona Westbrook. Yang perlu kau lakukan sekarang adalah berpura-pura bahwa kita akan segera menikah," kata Matthew memperingatkanBrianna membuka mimik wajahnya. Ia seolah tengah memperlihatkan pada semua orang yang ada di rumah itu bahwa ia memang pantas menjadi menantu di keluarga ini. Sesuai kontrak yang tertera."Oh, sayang. Aku tak sabar menunggu hari pernikahan kita tiba," ucap Brianna. "Aku mau yang termewah dari yang termewah."Aaaron dan Anntonia yang melihat kemesraan Brianna dan Matthew itu saling pandang. Sejak kapan pria itu memiliki kekasih dan berencana akan menikah?"Tentu," jawab Matthew tak kalah mesra.Brianna menjinjitkan kakinya. Ia berusaha meraih bibir Matthew dan mengecupnya sejenak."Ibu bilang Matthew seorang gay, bukan?" bisik Anntonia pada kakaknya.Matthew menuntun Brianna untuk masuk ke dalam mobilnya.Beberapa meter setelah mereka meninggalkan kediaman keluarga McMillan, Brianna menghela napasnya lega."Kau pikir mereka akan percaya dengan sandiwara kita?" tanya Brianna skeptis."Kita punya waktu 16 bulan untuk melakukan itu, Bri," ucap Matthew santai.Brianna menerawang langit bersalju malam itu. Hampir seluruh jalanan kota New York tertutup salju sepertinya."Kau bisa membuka kaca mobilnya?" pinta Brianna pada Matthew"Untuk apa?"Tanpa menunggu jawaban Brianna, Matthew segera membuka kaca mobilnya.Gadis itu segera mengeluarkan tangannya ke luar. Seolah sedang meraba angin yang begitu dingin."Hei, kau tak dingin?" tanya Matthew. "Masukkan kembali tanganmu. Aku akan menutup kembali kaca mobilnya.""Menurutmu, berapa suhu di lautan sekarang?" tanya Brianna dengan wajah lemasnya. Gadis itu masih saja meraba udara dingin dengan tangan kosong. Entah sejak kapan ia melepas sarung tangannya untuk melakukan hal tak berguna itu."Aku tak tahu. Tapi bukankah sekarang lautan sedang membeku? Kau bisa berselancar di internet," jawab Matthew asal. "Kau jangan bertanya padaku. Aku tak pernah berenang saat musim dingin."Brianna menarik tangannya lagi ke dalam mobil."Kau bisa menutup kembali kacanya, Tuan," ucap Brianna. "Kau benar. Cuacanya agak dingin."Matthew sejenak melirik mimik wajah gadis itu dan menuruti permintaannya."Kau sedang bersandiwara?" tanya Matthew sambil mengamati wajah Brianna."Aku terlihat begitu?" tanya Brianna datar.Matthew mendengus sembari tersenyum.Brianna penasaran dengan pertanyaannya tadi. Berapa suhu air laut saat musim dingin tiba. Tangannya dengan lincah berselancar di internet."Kau masih penasaran dengan berapa suhu air laut saat ini, Nona Westbrook?""Cukup dingin ternyata," gumam Brianna sambil menatap ponselnya. "Pasti langsung membeku.""Ada sesuatu yang terjadi? Sekarang?"Brianna menggeleng."Aku paling benci musim dingin. Aku benci. Kenapa musim ini harus ada?"Matthew terdiam. Ia sesekali memandang Brianna sambil fokus menyetir."Ibuku terjun ke dalam laut di awal musim dingin saat usiaku baru 10 tahun."Matthew agak terkejut mendengarnya. Pria itu secara mendadak membanting setir mobilnya dan berhenti di pinggir jalan. Menyaksikan calon istri pura-puranya itu sedang menangis."Kau seperti anak kecil, Brianna," ucap Matthew saat pria itu keluar dari kamar mandi."Apa maksudmu?""Kemarin kau bilang bahwa kau tak ingin membicarakan ayahmu. Lalu kau tiba-tiba ingin menemuinya saat malam natal."Brianna melihat bagaimana Matthew seolah sedang mengoloknya."Kau keberatan karena aku ingin menemui ayahku, Matt?" tebak Brianna. "Kau bahkan tak mengizinkan ayahku untuk pergi ke pesta pernikahan kita."Matthew tak menggubris ucapan Brianna. Ia tak peduli. Ia punya alasan khusus untuk tak ikut mengundang ayah Brianna ke pesta pernikahan."Lagipula itu hanya pernikahan sandiwara, Bri. Pernikahan sandiwara. Kau ingin mengundang ayahmu di acara seperti itu? Ayolah, Bri. Aku tahu kau tak akan melakukan hal itu."Ucapan Matthew ada benarnya. Lusa adalah sebuah acara pernikahan sandiwara, bukan pernikahan s
Eddy Westbrook memicingkan matanya. Mengamati mobil mewah yang baru saja berhenti di depan rumahnya. Ia meletakkan sekop pembersih saljunya yang ia gunakan untuk menyingkirkan salju yang ada di tangga depan rumahnya."Kau di sini?" tanya Eddy pada Brianna yang baru saja keluar dari sana. Anak perempuannya itu membawa sebotol anggur di tangannya."Untuk apa kau berlelah membersihkan salju di depan rumah? Tak akan ada yang mengunjungimu untuk merayakan natal," ucap Brianna sambil berjalan masuk ke dalam rumah. "Masuklah. Kau pasti sudah ingin mabuk sejak tadi."Eddy tak menjawab perkataan putrinya.Tampak Matthew mengikuti langkah Brianna masuk ke dalam rumahnya.Tentu saja Eddy harus bergabung dengan mereka yang sudah datang di malam natal ini.Brianna menuangkan anggurnya ke dalam masing-masing gelas."Dia ingin sekal
Grey terkesima dengan apa yang baru saja Matthew bicarakan. Pria itu masih saja mengingat perkataan Grey saat di telepon."Kau mengingatnya?" tanya Grey. "Oh, ayolah, Tuan. Saat itu aku sedang mabuk. Semua pria tak sadar apa yang sedang ia katakan saat sedang mabuk.""Kau mengenalnya, Grey?" tanya Zack sambil berbisik di telinga Grey."Tentu," jawab Grey dengan lantang. "Dia adalah kekasihku saat masa sekolah menengah atas. Brianna Westbrook.""Grey namamu? Sebaiknya kau mematikan nomor teleponmu saat sedang minum. Karena dengan mulutmu itu, kau bisa saja menghancurkan hubungan seseorang," ucap Matthew memperingatkan."By the way, Bri. Tadi pagi aku meneleponmu dan calon suamimu yang mengangkatnya."Perkataan Grey membuat Matthew salah tingkah.Tentu saja ia tak memberi tahu Brianna tentang hal itu. Bahkan Matthew s
Laura mengacak-acak meja kerjanya. Ia tak peduli bagaimana petugas kebersihan akan membersihkan mejanya nanti."Nyonya, tenanglah," ucap pengacara yang Laura sewa untuk menangani kasus warisannya."Bagaimana aku bisa tenang? Anak itu akan menikah dengan seorang wanita yang tak jelas. Bukan itu masalahnya sebenarnya. Tapi Matthew akan benar-benar menikah. Sebentar lagi. Sehari setelah natal. Aku tak bisa tenang kalau aku memikirkan hal itu.""Kau bisa duduk di hadapanku, Nyonya Laura?"Laura Rose Summers atau yang sudah berganti nama menjadi Laura Rose MacMillan setelah berhasil menjadi istri simpanan George MacMillan itu menarik dan menghela napasnya. Berulang kali. Ia sedang menenangkan dirinya sendiri."Aku tetap tak bisa tenang. Kau tahu tanganku gemetar, bukan karena terlalu banyak meminum kafein. Tapi aku terlalu banyak pikiran.""Kau b
"Kau sedang apa?" tanya Clint Wall pria berusia 48 tahun itu pada Shailene, istrinya yang sedang sibuk menonton acara televisi."Huh?" Shailene tersadar. Ia buru-buru mematikan televisinya."Matthew sepertinya baik-baik saja," batin Shailene."Apa yang kau tonton?"Shailene hanya menggeleng."Ayo, bergegaslah. Kita harus segera pergi menemui Celeste. Besok sudah natal. Kau tak ingin membuatnya menunggu, bukan?" tanya Clint pada istrinya. Celeste adalah putri mereka yang berusia 3 tahun.Mereka berjalan beriringan keluar dari rumah megah yang ia tinggali. Jika dilihat sekilas, Shailene bahkan lebih pantas memanggil Clint dengan sebutan ayah daripada sayang.Perbedaan usia 20 tahun di antara mereka sungguh jauh. Jika buka orang tua Shailene yang menyatukannya dengan Clint, mungkin ia tak akan menikah dengan pria tua itu
Pagi itu, Fifth Avenue, Midtown Manhattan. Itu adalah tempat pusat perkantoran di kota New York. Beberapa hari menjelang hari libur natal. Sepanjang jalan di sana sudah tampak pernak-pernik natal yang dipajang.Grey berhenti di pinggir jalan saat lampu lalu lintas menyala merah. Ia menatap iklan LED display luar ruangan. Sebuah wajah tertampang di sana. Wajah dari gadis yang ia kenal.Brianna Westbrook, putri seorang pengangguran dan pecandu alkohol. Ibunya bunuh diri dengan terjun ke laut karena tak kuat dengan perilaku Eddy Westbrook, ayah Brianna. Gadis itu ternyata bisa menjalin hubungan dengan salah satu konglomerat di Amerika. Ia akan menikah sebentar lagi dengan Matthew Duncan MacMillan.Grey bergidik. Entah apa yang sudah Brianna lakukan hingga bisa menikah denga pria tak biasa macam Matthew.Ia menghisap rokoknya untuk terakhir kalinya dan membuang puntung rokok itu di bawah kaki