Share

Huh?

"Benarkah? Dia berkata begitu?" tanya Brianna skeptis sambil memutar bola matanya.

Gadis itu membalikkan badannya lagi. Mencoba menghindar dari pertanyaan Matthew dan berniat melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda sambil masih memikirkan Grey.

"Apa yang dilakukan Grey? Ia bahkan tak menghubungiku sejak putus," gumam Brianna sambil mencuci tangannya tanda pekerjaannya pagi itu usai.

"Kau bilang apa?"

Matthew begitu mengejutkan. Pria itu tiba-tiba muncul di sebelah Brianna.

"Nona Westbrook."

"Kau suka sekali memanggilku dengan sebutan Westbrook. Panggil saja aku Brianna," ucap Brianna.

"Dengarkan aku, Brianna." Matthew berusaha untuk berbicara serius sambil menyandarkan tubuhnya di meja dapur. "Kau masih ingat tentang surat kontrakmu, bukan? Kau dibayar dan tidak gratis. Aku tak mau dibilang akan menikah dengan seorang wanita yang masih punya kekasih. Selesaikan masalahmu dengan pria bernama Grey dengan lambang hati itu. Aku cemburu, Nona Westbrook."

Brianna melirik langkah kaki Matthew yang pergi meninggalkan dirinya.

"Untuk apa kau cemburu?" gumam Brianna. "Seperti benar-benar sedang mencintaiku saja."

"Selesaikan pekerjaanmu. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat," ucap Matthew sambil menoleh sebentar pada Brianna.

"Apa pria itu mendengar gumamanku?"

Brianna menghela napasnya kasar.

Ia juga tak punya bayangan apapun tentang ke mana Tuan MacMillan yang tampan dan kaya raya itu akan membawa Brianna.

Bodohnya gadis itu harus menurut demi surat kontrak yang ia tanda tangani semalam.

Matthew pati sudah cukup lama sedang menunggu Brianna bersiap untuk pergi sekarang.

"Kau sudah selesai berdandan?" Matthew tanpa sungkan menerobos masuk kamar Brianna.

Brianna yang sedang akan mengancing kemejanya itu buru-buru menutup dadanya.

Lagi-lagi. Pria itu seperti sedang membobol tembok tinggi di antara mereka berdua.

"Sekali lagi kau masuk tanpa izin, aku tak mau menjalankan surat kontrak, Tuan MacMillan."

"Oh, ayolah. Kau butuh pekerjaan ini, bukan? Kau tak punya pekerjaan setelah dipecat dari teater."

Brianna bergidik ngeri. Pria ini seolah sudah tahu kehidupannya.

"Mengerikan. Kau menguntitku, huh?"

Matthew dengan percaya dirinya mengangguk yakin. Ia memang mengamati gerak-gerik Brianna sejak hari pertama pementasan.

"Sungguh menakutkan," gumam Brianna.

Matthew mengambil jaket berbulu milik Brianna yang ada di atas ranjang dan menyelimutkannya di pundak calon istrinya itu.

"Brianna Westbrook." Tanpa sungkan, Matthew memeluk Brianna dari belakang. Membuat rambut-rambut halus yang ada di sekitar leher Brianna menegang.

"K-Kau bisa melepaskan pelukanmu, Tuan Matthew?" tanya Brianna ragu. Ia tak nyaman sekarang. Harusnya tak begini jika Matthew tak setampan ini. Tapi, wajah rupawan Matthew benar-benar membuat Brianna gelagapan.

"Jangan. Aku tak mau melepasnya sekarang. Aku harus mencontohkan kepadamu tentang bagaimana bermain peran di muka umum. Aku mau kau begini saat ada di luar."

Matthew meletakkan kepalanya di bahu Brianna. Menyandarkannya di sana sampai membuat tubuhnya agak menunduk.

Sumpah, Brianna agak tak nyaman berada di posisi sekarang ini. Matthew benar-benar bertingkah seperti sedang tak bermain peran. Ia seperti sedang bertingkah di hadapan calon istrinya yang sungguhan.

"Tuan MacMillan, tolong. Aku tak nyaman."

"Sungguh? Kau tak nyaman? Padahal kau bekerja untuk jadi istriku selama 16 bulan, Nona Westbrook."

Matthew membalikkan tubuh Brianna dan meatap mata gadis itu dalam-dalam.

"Sudah kubilang. Aku tak membayarmu untuk tidur denganku. Aku membayarmu untuk menjadi istriku. Jadi lakukan dengan benar. Paham?"

Brianna berlari dari Matthew. Ia segera pergi ke lantai bawah mencoba menghindar dari pria yang selalu saja mengintimidasinya dengan tatapan matanya yang tajam itu.

"Apa yang kalian lakukan?" tanya Brianna pada Eddy yang membawa banyak orang ke dalam rumahnya.

"Kau diam saja, Nona Westbrook," ucap Matthew pada Brianna. "Kami akan pergi ke suatu tempat, Ed. Kau awasi para pekerja, sementara aku akan pergi bersama putrimu."

Brianna membuka mulutnya lebar. Melongo. Ia tak percaya bahwa Matthew sudah seakrab ini dengan ayahnya.

"Hei, Tuan MacMillan," panggil Brianna pada Matthew sambil membuka pintu rumahnya. Langkah kakinya yang kecil mengejar Matthew ke arah mobilnya. "Siapa orang-orang tadi?"

"Kau selalu saja mengeluh tentang pemanas, kan? Aku sudah membawa pekerja untuk memperbaikinya. Kau jangan mengeluh lagi. Okey? Sekarang kau ikut aku."

"Ke mana?" tanya Brianna penasaran.

Ujung mata Matthew menatap kilatan cahaya lensa dari kejauhan. Ia buru-buru memasang kaca mata hitamnya. Dengan begini, ia bisa melirik ke arah yang ia curigai sebagai tempat bersembunyi paparazi yang menguntitnya. Hubungannya dengan Brianna sudah tercium oleh media. Sempurna.

"Tepat," gumam Matthew.

"Huh?"

"Arah jam 9, Nona Westbrook."

"Huh?"

Matthew menepuk keningnya. Ah, sial. Ia seharusnya tak memberitahu apapun pada Brianna. Gadis ini terlalu lugu untuk hal seperti itu.

Pria itu kemudian mengalungkan lengannya pada Brianna.

Secara tiba-tiba, Matthew mencium pipi Brianna dengan mesra lalu tersenyum puas.

"Sepertinya wartawan itu sudah mendapatkan foto terbaik kita pagi ini," ucap Matthew lirih di telinga Brianna.

Tentu saja adegan yang kali ini juga tak luput dari jepretan kamera wartawan.

"Huh?"

Brianna masih tak mengerti tentang apa yang Matthew maksud.

"Berbahagialah sekarang. Ada wartawan yang sedang memotret gerak gerik kita. Sebentar lagi, foto kita akan terpampang di media online," ucap Matthew lagi.

"Huh? Di sebelah mana? Di mana?"

Brianna masih saja tak menemukan di mana wartawan yang sedang Matthew bicarakan.

"Cium aku, Bri," perintah Matthew.

"Huh?"

"Cepat cium aku. Di bibir."

"Huh? Banyak orang di sini."

Pagi itu, jalanan sekitar rumah Brianna banyak sekali orang lalu lalang. Bahkan anak-anak kecil sedang sibuk membuat boneka salju di pinggir jalan.

"Aku tak peduli. Ini waktu yang tepat untuk melakukan itu, Bri. Cepat cium aku."

"Huh? Aku tak mau. Kemarin saat aku menciummu di depan keluargamu, itu dilakukan saat aku berada di-"

Brianna tak berkutik.

Matthew sudah mendaratkan ciumannya pada Brianna. Di bibirnya.

Brianna menutup mulutnya. Wajahnya memerah setelah mendapatkan ciuman sesaat dari Matthew. Ia tak percaya harus melakukan ini di depan banyak orang. Entah berapa pasang mata yang melihat kejadian ini.

"Ada wartawan. Kau tak boleh marah padaku. Ini memang pekerjaanmu. Kita berdua bersama untuk bersandiwara, Nona Westbrook."

"Bri, kau sedang mengencani pria kaya raya?" Si tua John melangkah melewati Brianna dan Matthew. Ia terkikik bangga ada seorang tetangga yang berpacaran dengan seorang konglomerat.

"Sebaiknya kita pergi dari sini sekarang," Matthew menarik lengan Brianna dan menuntunnya masuk ke dalam mobil.

"Kau tak menjawabku kita akan pergi ke mana, Tuan."

Matthew tak mempedulikan ucapan Brianna.

Ia harus segera mengemudikan mobilnya sebelum ia terlambat untuk janji temu mereka dengan seseorang.

Hari ini adalah saat di mana Brianna seperti sedang mendeklarasikan kisah cintanya pada semua orang di dunia.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status