Share

Bagian 2

Suasana laut yang tenang di malam hari jadi saksi bisu dimana Dave menyaksikan percobaan bunuh diri seseorang. Jelas dia shock bukan main. Terlebih tingkah aneh wanita tersebut membungkukkan badannya lebih lama tanpa beranjak sedikit pun. Semburan angin pun ikut menerbangkan helaian rambutnya.

Dave melihat semua itu di tengah deru ombak yang menghantam bibir pantai. Kepanikan mulai menyelimuti pikirannya ketika sadar inilah waktu yang tepat bagi wanita asing tersebut melompat.

Jelas tubuhnya akan hanyut dibawa arus pantai yang ganas sehingga tidak ada seorang pun sadar telah terjadi aksi bunuh diri di sini.

"Aku harus mencegahnya. Dia pikir nyawa adalah mainan." Dave segera bergerak menuju bagian depan boat ini. Menghitung berapa lama lagi kapal yang dia tumpangi tiba di tepi pantai.

Namun, sepertinya laju kapal ini terasa semakin melambat. Dave berdecak tidak sabaran. Percuma punya mesin bertenaga tinggi kalau untuk sampai ke pinggir pantai saja memakan waktu kurang lebih dua puluh lima menit.

"Bisakah kau mengemudi boat ini lebih cepat lagi?" Nahkoda boat itu menoleh ke Dave. Dia agak terkejut mendengar permintaan sang penumpang. "Apa kau tidak lihat di sana ada wanita yang mencoba bunuh diri?"

Mata pria di balik kemudi boat tersebut mengikuti jari telunjuk penumpangnya. Seketika dia kaget bukan main.

Astaga, sedang apa wanita itu di sana?

Tanpa pikir panjang, kecepatan kendaraan air ini bertambah di antara heningnya pantai.

Sebagai saksi mata, Dave berulang kali menatap ke arah wanita tidak dikenal itu.

Beruntung boat bermuatan lima puluh orang ini berhenti di waktu yang tepat sehingga dia bisa berlari menuju jembatan agar mencegah aksi percobaan bunuh diri tersebut.

"Kau mau kemana Dave." Andreas berteriak di tempatnya. Namun, Dave hanya menggubris sang teman dengan lambaian tangan, mengisyaratkan kalau dia baik-baik saja dan sedang terburu-buru sekarang.

Dave meningkatkan kecepatan larinya. Beruntung sepatu pantovel yang melekat di kaki tidak menghambat pergerakannya.

Beberapa penumpang kapal boat juga kaget melihat Dave yang langsung berlari sesaat setelah kendaraan air ini berlabuh di dermaga.

Dave sungguh tidak peduli akan tatapan yang orang lain berikan. Secepatnya dia harus menyelamatkan nyawa wanita asing tersebut. Meski hati kecilnya sendiri menyebut ini konyol. Bagaimana bisa dia berempati dengan orang yang tidak mampu menyanyangi nyawanya sendiri.

"Sial, kukira populasi manusia bodoh sudah punah di dunia ini." Sarkas pria bermata belo ini menggerutu.

Sesulit apa pun kehidupannya yang pernah dia jalani tidak pernah sekali pun terbesit keinginan untuk bunuh diri. Bahkan saat serigala-serigala lapar itu hendak menerkamnya.

Dari kejauhan Andreas terus memperhatikan apa yang hendak temannya lakukan. Tidak mungkin penunggu pantai ini sedang merasuki Dave kan? Membuat tubuh sahabatnya berlaku impulsif seperti itu.

Akhirnya setelah menempuh jarak yang lumayan jauh kakinya pun berdiri di ujung jembatan, terlihat ragu harus menolong gadis itu atau tidak. Pasalnya, Dave bukanlah seorang malaikat baik hati yang mempunyai hati seluas samudera.

Namun, seolah ditarik oleh medan magnet. Dave berlari kencang lalu mencengkeram pergelangan tangan perempuan tidak dikenal ini sekuat tenaga berusaha mencegahnya bunuh diri.

Tentu perlawanan terus dia berikan. Sikap berontaknya makin menjadi-jadi, akan tetapi mau sekeras apa pun wanita ini memberi perlawanan, Dave tidak akan mundur dengan mudah. Tenaganya pun kalah jauh untuk memberontak seperti tadi.

"Lepaskan aku!" Teriakannya kontan menggema kemana-mana. Dan itu cukup membuat Dave marah.

"Teruslah berteriak. Kau pikir orang-orang akan peduli. Kalau kau sangat ingin bunuh diri maka lakukan di kantor polisi. Jangan rusak pantai tidak berdosa ini dengan kasus kematian konyolmu," tekan Dave urung melepaskan cengkeraman tangannya.

Dave dapat melihat aura kemarahan di mata cokelat gelap ini. "Lepaskan aku .... Kau sama sekali tidak berhak mencegahku untuk mati!"

Sekali sentak cengkeraman Dave mengendur perlahan. Dia pun kecolongan saat wanita itu menaiki jembatan hendak melompat ke bawah.

Jujur, dia pikir gadis ini akan menyerah usai diancam secara halus, tapi kenyataannya tidak. Perempuan gila ini sangat cerdik. Dia berlari beberapa meter setelah berhasil menginjak kaki Dave sekuat-kuatnya.

Kini raut sendulah yang perempuan itu perlihatkan. Matanya memejam sebentar sebelum benar-benar akan melompat ke bawah. Dave terkesiap di tempat. Dia mematung per sekian detik hingga entah kesadaran darimana tangannya sudah menarik perempuan tersebut agar tidak jadi melompat.

Akibatnya tubuh sepasang anak manusia inilah yang terhempas ke ujung aspal, nyaris menghantam pinggiran jembatan jika semesta sedang tidak berbaik hati menolong keduanya.

****

Ringisan panjang meluncur keluar tatkala Dave menyentuh pergelangan tangannya. Sendi-sendi tangannya seolah mati rasa sekarang. Insiden naas barusan nyaris membuat tulang-tulangnya remuk.

Ya, pria berkulit sawo matang tersebut memang kesakitan sekarang, akan tetapi mengapa gadis itu yang terdiam membisu seolah jiwanya telah dibawa oleh malaikat maut.

Sudah sepuluh menit dari insiden terhempasnya mereka ke aspal jalanan. Namun, sepanjang rentang waktu itulah si gadis asing melamun seakan menyesali perbuatan sok pahlawan yang telah Dave lakukan tadi.

"Sialan, bukannya menanyakan keadaanku dia malah termenung seperti orang kerasukan," umpat Dave menahan denyut yang mendera tangan serta tubuhnya.

Sikap gadis asing itu jelas memantik emosi Dave yang memang sedari tadi sudah naik ke ubun-ubun.

Jangankan meminta bantuan, dia betah menyaksikan kesakitan yang Dave alami. Bersama kekuatan yang tersisa tubuhnya mencoba bangkit. Sebisa mungkin rasa sakit itu dia abaikan. Keajaiban semesta membuat Dave akhirnya bisa bangkit lalu berpegangan pada pembatas jalan.

Meski sedikit tertatih dia mendekati wanita itu. Dalam keadaan lemah begini pun wajah sinis tidak mau lenyap dari fitur mukanya.

"Beginikah caramu berterimakasih pada orang yang telah menyelamatkanmu dari kematian?" tanya Dave retorik. Lengkungan senyum menyeringainya terpatri indah di belahan bibir.

Aaradya mendongakan kepala. Iris terangnya menatap Dave lekat. Walau begitu Aaradya tetap bergeming, seakan-akan menganggap Dave hanya angin lalu saja.

Tanpa pria berjas mahal itu sadari, Aaradya sedang dilanda syok berat. Dia tidak bisa berkata apa-apa sebab semua terjadi begitu cepat. Dia berniat bunuh diri, terlempar ke pinggiran jembatan lalu dihadapkan oleh situasi tidak terduga ini.

"Konyol! Apakah kau menyesali semuanya sekarang atau kau tidak senang aku selamatkan?"

Dave menodong Aaradya dengan puluhan pertanyaan. Jujur, dia jengkel sekali menghadapi sikap sok tersakiti wanita asing ini.

Aaradya menatap Dave dalam. Dia menggeleng kuat. Asumsi pria ini sudah jelas salah lalu kenapa dia kekeuh menodong berbagai pertanyaan tidak berdasar itu? Terlebih saat gadis yang dia tanya-tanya sedang terguncang jiwanya.

"Bangkit. Ikut aku sekarang juga. Kau harus mempertanggungjawabkan semua ini." Dave tetap menarik tangan Aaradya meski tangan kirinya terasa sulit digerakkan. "Aku akan menyeretmu ke keluargamu. Setidaknya mereka harus tahu tingkah konyol putrinya yang menyebabkan orang lain hampir celaka."

Aaradya terbelalak mendengar ucapan pria keras kepala ini. Kepalanya lantas menggeleng kuat. Tidak, dia tidak mau pulang.

"Tidak! Jangan bawa aku pulang! Kau tidak bisa melakukan itu," ujar Aaradya menahan tangan kanan Dave.

"Kenapa? Aku bisa dengan mudah menemukan alamat orangtuamu dimana," tekan pria setinggi seratus tujuh puluh lima senti ini menaikan alisnya. Apa gadis ini meragukan kekuasaanya?

"Aku akan dibunuh jika kembali ke rumah. Tidak, bukan cuma aku saja tapi kau juga!" Aaradya sampai harus berteriak menjelaskan semuanya pada Dave.

Tatapan memohon terus dia perlihatkan. Sampai mati pun dia tidak sudi kembali. Jangan sampai pria ini menghancurkan usahanya melarikan diri.

"Kau pikir aku peduli? Aku tidak takut apa pun bahkan jika nyawaku harus melayang hari itu juga."

Kekeraskepalaan Dave membuat Aaradya menghembuskan napas frustasi. Pria itu tetap teguh pada pendiriannya. Dia menyeret Aaradya meski gadis itu menolak keras.

"Kau boleh membawaku pulang asal berani bertanggung jawab pada hidupku." Kalimat Aaradya yang sedikit ambigu membuat Dave terpaksa menghentikan langkah kakinya. "Dengan kata lain apa kau bersedia menggantikan posisi calon suamiku yang telah kabur?"

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status