Share

Bagian 6

Tangan Aaradya begitu erat melingkar di lengan calon suaminya. Dengan didampingi ayahanda serta sang kakak, keduanya

berjalan menuju altar pernikahan. Sesosok anak kecil yang merupakan keponakannya turut membawa sebuah baki bunga yang di dalamnya terdapat sekotak cincin berlian.

Binar bahagia terpancar jelas di mata sang mempelai pria yang tidak lain dan tidak bukan adalah Dave Bachtra. Pun tatapan hangat yang terus dia layangkan ke semua orang mampu menambah keharuan prosesi sakral ini.

Hari bahagia yang dia tunggu akhirnya tiba juga. Seumur hidup Dave tidak pernah berpikir akan berada di situasi seperti ini.

"Tersenyumlah. Semua orang menatap ke arah kita," bisik Dave lembut di telinga Aaradya. "Bukankah ini yang kau inginkan?" lanjutnya bertanya bahkan senyum manis itu tidak pernah pudar sama sekali.

Sementara Aaradya yang ditatap serta diminta demikian merasa gugup. Walau semula merasa janggal dengan rencana konyol pria di sebelahnya ini, tetap saja rona malu-malu itu terpatri di wajah.

Demi menjaga nama baik keluarganya, Aaradya sedikit demi sedikit mulai tersenyum. Jangan sampai orang lain berasumsi yang tidak-tidak. Sudah cukup reputasi keluarganya tercoreng. Aaradya tidak mau itu terulangi lagi.

Seperti yang guru etiketnya ajarkan, kepala ber-veil putih tersebut berdiri tegak. Seluruh titik Aaradya sapu melalui pandangannya. Keanggunan perempuan muda itu menyamai royal family di Inggris.

Kadar kepercayaan dirinya pun meningkat berkali-kali lipat. Keajaiban yang sungguh luar biasa padahal semenjak pernikahannya yang sebelumnya batal, tiada lagi rasa percaya diri yang tersirat.

"Kau terlihat semakin cantik dengan senyuman itu dan orang lain pasti mengira kalau kita adalah pasangan baru yang jadi panutan," puji Dave bagai Don Juan yang gemar menggombali banyak gadis.

Tamu yang hadir turut merasakan kebahagiaan mereka tatkala menyaksikan kemesraan barusan. Andreas yang membaur di antara tamu ikut merasa terharu. Dia tidak menyangka bisa mengantarkan sahabatnya ke pintu gerbang pernikahan.

Sang pendeta pun sudah menunggu kedua mempelai di altar. Pria berusia empat puluh tahun itu nampak gagah dengan jubah kebangaannya. Begitu pula kedua bibi Aaradya yang telah berdiri di depan sana, menunggu gilirannya untuk menyalakan lilin di atas meja.

Katakanlah ini rangkaian acara kedua usai kedua pengantin menginjakan kaki di altar. Aaradya yang menjadi pusat perhatian setiap orang kini bertambah gugup. Sebisa mungkin dia mengatur pernapasannya.

Beberapa orang tahu prosesi menyalakan lilin melambangkan kedua Ibu telah memberikan bekal dari rumah tangganya masing-masing kepada sang mempelai yang sebentar lagi akan menjalani bahtera rumah tangga.

Dikarenakan Aaradya seorang piatu dan Dave sudah tidak memiliki orang tua maka kedua bibi dari pihak pengantin perempuanlah yang mewakili. Dua lilin telah dinyalakan dan satu buah lagi akan dinyalakan oleh Aaradya.

Tak lama kemudian doa pembuka serta puji-pujian terdengar mengalun di halaman belakang rumah sang pengantin perempuan yang dijadikan sebagai lokasi pemberkatan.

Dave serta Aaradya lantas saling berhadap-hadapan usai segala rentetan doa dibacakan oleh pendeta. Kini saatnyalah mereka mengucapkan janji pernikahan di hadapan seluruh tamu undang juga keluarga.

"Saya mengambil engkau menjadi istri saya untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai sampai maut memisahkan kita sesuai dengan hukum Allah yang kudus dan inilah janji setiaku yang tulus."

Dengan sekali tarikan napas Dave merangkai kalimat sakral tersebut. Semua mata tertuju padanya. Begitu pula Aaradya yang sedikit menundukan kepalanya sebelum menunggu giliran.

"Saya mengambil engkau menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai sampai maut memisahkan kita sesuai dengan hukum Allah yang kudus dan inilah janji setiaku yang tulus."

Alan sebagai kakak laki-laki Aaradya segera mengambil kontak cincin. Dia memberikan satu kepada adiknya lalu sang adik ipar. Meski masih tidak terima dengan kekalahan waktu itu, Alan fair tidak akan menghalangi pernikahan keduanya.

Dimulai dengan Dave yang menyematkan cincin bertiara itu ke jari manis sang istri kemudian giliran Aaradya yang memasangkan cincin berlian tersebut.

Kembali ke posisi semula, Dave dan Aaradya lekas berlutut di hadapan pendeta untuk diberkati. Veil yang menutupi rambut indah Aaradya menjadi prosesi berikut. Sedikit berlutut, veil tersebut Dave singkap perlahan. Lantas terlihatlah wajah cantik Aaradya.

Entah dasar perintah siapa, Dave mencium bibir istrinya sebagai penutup acara dan tanda keduanya telah sah menjadi pasangan suami-istri.

Aaradya terkejut mendapatkan benda kenyal itu mendarat di permukaan bibirnya. Tubuhnya terdiam mematung seolah-seolah itu bukan hal yang lumrah. Tentu sangat tidak lumrah bagi pasangan yang menikah tanpa didasari cinta.

***

"Nona terlihat cantik mengenakan semua ini." Aaradya yang masih terpaku di depan cermin tersenyum singkat saat melihat pantulan bayangan ibu asuhnya.

Saat ini dirinya memang sedang berada di kamar usai melewati serangkaian upacara pemberkatan nikah antara dirinya dan Dave. Keberadaannya di sini pun bukan tanpa alasan.

Jam yang sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB mengharuskan Aaradya untuk kembali berdandan sebelum menemui para tamu.

Katakanlah ini malam resepsi pernikahannya.

"Semua ini berkat anda," balas Aaradya memuji Maddeline yang juga tampak cantik mengenakan gaun semata kaki yang disiapkan oleh desainer langganan keluarganya.

"Jangan lupa kenakan ini, Nona." Tangan Maddeline dengan cepat menyomot tiara yang tergeletak indah di meja rias nona mudanya. Dengan cekatan perempuan baya itu memasangkannya di rambut Aaradya.

Baru selesai bersiap, seorang pria, bawahan kakaknya mengambil keduanya untuk keluar karena sebentar lagi acara akan dimulai dan para tamu undangan sudah mengisi sebagian tempat duduk.

Dave yang telah menunggu di sana lebih dulu, terkejut melihat kedatangan Aaradya. Gaun biru yang melekat di tubuh ramping tersebut terlihat sangat indah. Dave sampai tidak bisa mengedipkan matanya.

"Kondisikan mukamu, Dude. Apa kau tidak malu dilihat Aaradya seperti itu?" tanya Andreas menyenggol bahu sahabatnya.

Kehadiran Andreas di sini pun karena pekerjaan. Kalau tidak sudah dari tadi dia duduk nyaman di antara ratusan tamu yang datang.

Sepertia biasa Dave tidak mempedulikan perkataan Andreas. Wajahnya kembali ke setelan semula. Suara MC yang mulai menggaung membuat suami-istri baru itu langsung dituntun keluar.

Sama seperti tadi tangan Aaradya melingkar erat dengan tangan Dave. Tamu undangan yang hadir nampak excited menanti kedua pengantin.

Selama berjalan di karpet merah yang tergelar tersebut, Dave mengedarkan pandangannya ke seluruh arah. Bibirnya tersenyum penuh arti saat menemukan objek yang sedari tadi dicari-carinya. Dia semakin mengeratkan lingkaran tangan itu agar seluruh dunia tahu dia bahagia.

Celetukan konyol pemandu acara ini ketika melihat kemesraan si pengantin makin melebarkan senyum Dave. Entah mengapa dia gembira dengan semua ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status