Share

Bagian 4

Selama dua puluh tiga tahun bernapas Aaradya tidak menyangka takdir secepat kilat mengubah kehidupannya. Itu pun setelah peristiwa konyol itu terjadi lalu dia sesali sampai detik ini. Niat hati ingin bunuh diri karena batal menikah, Aaradya malah dipertemukan dengan pria gila seperti Dave.

Bagaimana tidak disebut gila bila pria asing yang baru dia kenal selama kurun waktu dua puluh empat jam tersebut tidak mengada-ngada hendak melamarnya. Apalagi sikapnya begitu berani di hadapan sang ayah.

"Apa semua ini sudah cukup untuk meminang putrimu? Tenang saja di dalamnya terdapat beberapa emas batangan juga uang tunai."

Sebuah peti besar bak berisi harta karun pun terlihat, menimbulkan tanda tanya besar di benak semua orang.

Dave berdiri pongah di tempatnya. Kuluman senyum itu entah mengapa sangat tidak Alan sukai. Pria sialan ini terlalu menyombongkan hartanya yang tidak seberapa itu

"Anggap saja semua ini adalah mahar," lanjut Dave masih terlihat tenang seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Aaradya meremat jari-jarinya, sedikit kesal melihat tingkah pria itu.

"Aku suka kepercayaan dirimu anak muda, tapi apa ini pantas untuk seorang gadis yang sama sekali tidak kau kenal?"

Broto Seno mulai menguji keseriusan Dave terlepas dari niatnya yang hendak melenyapkan Aaradya. Gadis itu tidak pantas berada di sini setelah berhasil membuat nama baik keluarga tercoreng.

Namun, semua itu Broto Seno kesampingkan dulu. Dia sangat penasaran dengan pria asing yang terang-terangan hendak melamar anak bungsunya.

"Pikirkan secara matang. Kau tidak mengenal putriku dan sebaliknya dia tidak mengetahui apa pun tentang dirimu, tetapi kau begitu yakin mau menikahinya?"

Wajar kan pria tua ini bertanya? Pun semula dia kira lamaran Dave barusan hanyalah bualan semata. Ternyata dia salah. Malah pemuda ini membawa sebuah peti berisi emas batangan.

"Kau sedang mengujiku ternyata," urai Dave tahu kemana arah pembicaraan ini. "Apa yang harus kulakukan agar kalian percaya aku benar-benar serius ingin menikahi Aaradya?"

Broto Seno tersenyum sangat lebar mendengarnya. Rupanya dia belum menyerah juga. Tanpa mereka sadari berbagai pasang mata pelayan sedang tertuju ke satu titik yang sama. Mereka sangat penasaran apa yang tengah terjadi di rumah megah ini.

Dave yang mengirim anak buahnya usai diberi kesempatan oleh pria tua itu berbicara. Sungguh dia tidak sabar menampar kesadaran Broto Seno seberapa berharga sang putri.

Belajar dari masa lalu, Dave sudah tidak heran lagi darimana ide mempertanyakan kekayaannya tersebut datang. Jelas ayah Aaradya itu salah bila menyangka Dave miskin.

"Kenapa kau sangat ingin menikahi putriku? Apa kau pernah tidur dengannya?" Kepala Aaradya kontan terangkat. Mata sayunya sekali lagi menyiratkan luka yang teramat dalam.

Semurahan itukah dia sampai dituduh yang tidak-tidak?

"Anggap saja begitu," balas Dave acuh tak acuh. Sejujurnya, dia sedikit kesal mendengar ucapan sampah yang pria tua itu lontarkan.

"Kalau kau memang sangat ingin melamar putriku kalahkan kakak sulungnya di pertarungan nanti. Bagaimana? Apa kau setuju?"

***

Malam itu atmosfer sekeliling ruangan terasa sangat mencekam. Seberkas sinar yang masuk menembus fentilasi ruangan pengap itu memacu adrenalin yang sudah berkobar di dalam dadanya. Tidak cuma itu saja, dia sangat tidak sabaran mengalahkan Alan dalam pertarungan yang sepertinya akan sengit nanti.

Dave masih berdiri teguh di tempatnya. Niat pria bergolongan darah O tersebut sama sekali tak pudar meski telah diperingatkan Andreas berkali-kali. Sahabatnya itu sampai tercengang.

Dia pikir memberikan sepeti harta karun sudah cukup membuktikan keseriusan. Ternyata pria tua bernama Broto Seno tersebut masih belum puas menguji teman kecilnya.

"Bukankah janji harus ditepati?" Begitulah yang Dave katakan tatkala Andreas mewanti-wantinya.

Entah apa isi otak Dave yang pasti dia ingin keluar sebagai pemenang. Bukan sekedar bualan semata, tantangan yang Broto Seno lemparkan dia terima dengan tangan terbuka.

Toh, Dave sudah berjanji akan datang hari ini setelah tiga hari berlalu sejak keberaniannya mempersunting Aaradya.

Semua orang tahu seberapa kuat Alan di medan pertarungan. Meski mereka tidak terlalu mengenal Alan, orang-orang di dunia bawah tahu kekuatan putra sulung Broto Seno itu.

Sementara Aaradya sama sekali tidak setuju akan keputusan sepihak yang Dave ambil. Pria asing itu tidak perlu terlalu berlebihan menyelamatkannya. Ingatlah, mereka tidak saling mengenal.

"Sekarang kau begitu angkuh Alan padahal apa saja bisa terjadi nanti," tutur Dave melirik kakak laki-laki Aaradya itu lekat. "Mungkin ini adalah hari kekalahanmu."

Dari sudut lain, Broto Seno datang menghampiri putranya. Penampilannya yang nampak segar ditemani beberapa bodyguard Dave perhatikan. Tampak sekali pak tua itu sangat bersemangat padahal bukan dialah yang akan bertarung nanti.

"Ayah tidak perlu khawatir. Akan aku tunjukkan padanya seberapa banyak yang harus dia bayar dan korbankan jika ingin menikahi putri keluarga ini," ungkap Alan mengepalkan tangannya.

Dia sudah sangat gatal hendak menjatuhkan harga diri pria itu. Semua itu jelas dilatarbelakangi oleh kebenciannya menyaksikan keberanian Dave yang telah melampaui batas.

"Ayah percaya padamu, Nak. Tunjukkan kemampuanmu. Buat dia bertekuk lutut sehingga berpikir dua kali ketika menunjukkan kesombongannya," balas Broto Seno mendukung putra sematawayangnya.

"Setidaknya, dia perlu diajari sedikit tatakrama." Bersama tongkat penyangga kayu kesayangannya, pria paruh baya itu sedikit membenci Dave.

Beberapa orang kepercayaannya juga dia perintahkan untuk berjaga di luar. Jangan sampai ada pihak yang berusaha mengacaukan pertarungan antara Alan serta Dave kali ini. Pak Tua itu ingin semuanya berjalan mulus.

Percakapan singkat di antara mereka akhirnya berakhir ketika salah satu wasit yang sudah dia pilih memanggil kedua petarung malam ini. Suara pukulan mulai menggema kala Dave berhasil mengenai rahang Alan untuk pertama kalinya setelah kakak Aaradya itu mencoba menghindar.

"Ternyata cuma segini kemampuanmu," kata Dave menyulut emosi yang telah bergumul di kepala sang rival.

"Jangan sombong dulu. Ini belum berakhir," balas Alan tidak kalah gesit menyerang calon suami Aaradya. Keinginannya semakin besar untuk menumbangkan pria sombong ini.

Berkat kepekaannya yang terlalu tinggi dia sukses menghindari pukulan serta tendangan yang coba Alan berikan. Meski kemampuan bela dirinya tidak sebagus para atlit di luar sana, bukankah saat ini dia patut diperhitungkan?

Dave juga sedikit licik. Dia tidak membiarkan putra Broto Seno itu menyerang pergelangan tangannya. Sedikit saja pria itu sadar maka tamatlah riwayatnya.

Namun, baru dia katakan, Alan seolah tahu lalu menujukan titik fokusnya ke arah badan Dave. Sebisa mungkin Dave mengalihkan perhatian rivalnya itu. Jangan sampai tulangnya beneran retak cuma karena pertarungan konyol ini.

"Sungguh Dave? Kau pikir kau bisa memenangkan pertarungan ini?" Alan mulai menunjukkan taringnya. Seringaiannya terlihat menyebalkan di mata Dave.

Tepat di detik berikutnya Alan mampu menjatuhkan Dave. Tidak ingin melewatkan kesempatan ini dia pun melayangkan beberapa pukulan balasan. Anggaplah, pembalasan dendam terhadap keangkuhan calon adik iparnya ini.

Dave sungguh dibuat kelabakan. Dia seolah kehilangan kendali ketika Alan begitu bernafsu menyerang wajah tampannya ini.

"Berdiri. Kau tidak selemah itu kan?"

Alan memaksa Dave bangkit. Kebrutalannya muncul ke permukaan. Keganasannya makin menjadi tatkala mengambil ancang-ancang melakukan serangan kedua.

Benar saja dugaan Dave. Pria sialan ini membanting tubuhnya ke sudut ruangan. Membuat punggung belakangnya terasa remuk seketika. Laki-laki berdarah Swiss-Indonesia tersebut kembali membabi buta melayangkan pukulan ke wajah lawannya.

Bahkan, sampai hidung Dave mengeluarkan darah, Alan tidak mau berhenti. Wasit yang berada di sini pun seperti tidak ada gunanya hingga kesadaran Dave mulai menipis.

Puncaknya, ketika Alan menginjak dada serta pergelangan tangan calon adik ipar tersayangnya ini tanpa belas kasihan.

***

Alan sama sekali tidak membiarkan sang rival menang. Syukur-syukur bila pria itu bisa lepas dari intaian kematian. Alan sama sekali tidak membiarkan lawannya pulang dengan selamat. Walau dia bukan seorang petarung profesional setidaknya kemampuannya patut diperhitungkan.

"Jangan meremehkanku. Bahkan kalau aku mau seisi dunia ini bisa aku miliki," balas Dave tidak mau kalah. Peluh di tubuh keduanya sudah bercucuran tampak enggan menyudahi aksi pertarungan ini.

"Tampaknya kau memang tidak mau menyerah meski sudah aku gertak untuk mundur berkali-kali."

Saat pertarungan mencapai puncaknya entah kenapa Dave seperti kehilangan arah. Alan yang terlampau berambisi sama sekali tidak membiarkan lawannya lepas begitu saja. Dia harus kalah meski dengan cara apa pun.

Power Alan yang terlalu meledak-ledak terus saja mendesak Dave ke sudut ruangan. Sekali tendangan Dave berhasil dia buat jatuh lalu terkapar di lantai. Aaradya yang melihat adegan barusan shock bukan main. Terlebih saat mata Dave mulai tertutup perlahan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status