Share

Bab 3

Author: Raudhah
Setelah meninggalkan rumah itu, malamnya aku menginap di hotel.

Keesokan paginya, lewat bantuan agen properti, aku menyewa sebuah kamar kecil.

Kupikir, sejak saat itu aku dan Nando takkan punya hubungan lagi.

Tapi aku tak menyangka, aku hamil.

Pagi-pagi sekali setelah makan sedikit, aku langsung merasa mual dan tak bisa menahan muntah.

Saat memeriksakan diri ke rumah sakit, aku justru tak sengaja bertemu dengan Nando dan beberapa saudara-saudaranya.

Aku sebenarnya ingin segera menjauh.

Tapi langkahku malah terhenti begitu saja.

Mereka langsung mengepungku di lorong rumah sakit, menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki, penuh sindiran.

“Kamu pikir gadis kampung kayak kamu bisa masuk Keluarga Soman?”

“Dulu juga entah kamu pakai ilmu hitam atau apa, bisa-bisanya bikin Nando sampai ngotot mau putus hubungan sama keluarga cuma demi kamu. Tapi lihat sekarang, dia udah sadar!”

Salah satu dari mereka menunjuk kertas di tanganku, wajahnya berubah tajam.

“Itu apa? Kertas hasil USG kehamilan?”

Karena dulu Nando pernah bersitegang dengan keluarganya hanya demi bersamaku, mereka semua sejak awal memang sudah tidak menyukaiku.

Tanpa peringatan, mereka langsung merampas hasil pemeriksaanku, lalu tertawa mengejek.

“Rani, kamu ini nggak tahu malu ya? Nando aja udah nggak mau sama kamu, kamu malah nekat bikin hasil USG palsu buat pura-pura hamil?”

“Masih ngarep bisa nyangkut di Keluarga Soman ya? Mimpi kali!”

“Dengar baik-baik, selama kami masih hidup, kamu nggak akan pernah bisa jadi bagian dari Keluarga Soman! Sekarang Nando dan putri kecil Keluarga Citata lagi lengket-lengketnya, kamu pikir kamu masih punya tempat?!”

Aku berusaha melepaskan diri dari mereka, lalu merebut kembali hasil USG dari tangan Viona.

Saat itulah, Nando muncul dari ruang pemeriksaan dan berjalan ke arah mereka.

Begitu melihatku, dia sempat terkejut sebentar, lalu tertawa pelan.

“Wah, kamu sampai ngejar-ngejar aku ke rumah sakit juga ya? Cintamu ke aku tuh sedalam apa sih?”

“Gini aja deh, hari ini aku lagi baik hati, kasih kamu kesempatan buat deketin aku. Kalau kamu bisa bikin aku tersentuh, ya siapa tahu aku terpaksa mau jadi pacarmu, gimana?”

Aku tak menjawab apa pun.

Tak lama kemudian, setelah mendengar penjelasan dari Viona, Nando melihat lembar hasil USG di tanganku, seolah baru menyadari sesuatu.

“Harus kuakui, nyalimu cukup besar juga. Sampai-sampai berani menyuap dokter buat bikin laporan kehamilan palsu? Mau jadi ibu dari anakku biar bisa naik derajat, ya?”

“Sayangnya, aku Nando, belum siap jadi ayah. Tapi kalau mau mulai dari jadi pacarku, bolehlah dipertimbangkan!”

Aku memejamkan mata, lalu tertawa pelan.

Aku sendiri bahkan tak tahu, masih mengharapkan apa darinya.

“Nggak perlu seribet itu. Aku nggak pernah berniat naik derajat dengan mengandalkan anak, apalagi bermimpi jadi pacarmu.”

Lima tahun lalu, adalah dia yang mengejarku lebih dulu.

Aku tahu keluarganya kaya raya. Karena itu, selama lima tahun ini, setiap kali dia memberiku hadiah, aku selalu berusaha membalasnya dengan sesuatu yang setara.

Tidak pernah sekalipun aku berniat mengambil keuntungan darinya. Tidak sedetik pun.

Karena aku mencintainya. Dan aku ingin menjaga cinta ini tetap murni agar hubungan kami bisa berjalan lebih jauh, lebih lama.

Setidaknya sebelum dia membuat drama soal kehilangan ingatan itu, aku benar-benar percaya dengan tulus bahwa hubungan ini bisa kami perjuangkan.

Tapi sekarang aku sadar…

Di mata Nando, selama ini aku hanya dianggap perempuan murahan yang ingin memanfaatkan dia untuk memanjat ke atas.

Sejak awal, dia cuma menganggapku gadis kampung hina yang haus kekuasaan dan uang!

Dan mungkin, itulah alasan sebenarnya dari semua drama amnesia itu.

Begitu aku menyadari semuanya, aku menatap Nando sekilas dengan ekspresi datar.

Dia terlihat sedikit gugup, buru-buru memalingkan wajah dan tak berani menatap mataku.

“Oke, oke, aku tahu kamu cinta banget sama aku. Ya udah deh, aku terima jadi pacarmu, tapi sebelum ingatanku balik, aku nggak bakal nikah sama kamu!”

Mungkin, dalam pikirannya, dia masih mengira aku ini tipe perempuan yang gampang senang hanya karena diberi sedikit perhatian.

Padahal dulu, memang begitu.

Aku akan tersenyum hanya karena satu ucapan hangat darinya, karena aku mencintainya.

Tapi sekarang, semua sudah berbeda.

Aku menolak dengan sopan.

“Terima kasih, nggak usah. Kamu kan udah punya pacar, aku nggak mau ganggu.”

Lalu aku berbalik dan pergi.

Aku bisa merasakan tatapannya masih tertuju padaku.

“Rani…”

Saat Nando hendak memanggilku, tangan bajunya langsung ditarik oleh Viona dari belakang.

“Ayo kita pulang. Yurina masih nunggu kamu di rumah, tahu.”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pernikahan yang Tak Pernah Tuntas   Bab 8

    Tapi yang nggak pernah aku sangka, belum genap dua hari berlalu, pria yang katanya mau menikah dengan Keluarga Citata itu, malah muncul di depan rumahku dengan santainya, seolah nggak terjadi apa-apa.Salah satu kakinya pincang.Begitu lihat aku, dia langsung menangis sejadi-jadinya, seperti dunia mau runtuh.“Rani, akhirnya aku nemuin kamu.”“Kamu tahu nggak, demi nyari kamu, aku udah ngalamin macam-macam! Bahkan kaki ini, aku loncat dari lantai dua vila demi kabur, terus patah!”Tapi aku cuma menatapnya datar, tanpa sedikit pun rasa kasihan. Dengan nada tenang, aku tanya:“Maaf, Anda siapa?”Kalimat itu hampir bikin Nando runtuh seketika.Dia tertatih-tatih mendekat, berusaha pegang tanganku, tapi aku sigap menghindar tanpa ragu sedikit pun.“Pak, kalau Anda berani ganggu saya lagi, saya bisa laporin Anda ke polisi, biar ditangkap dan dijeblosin ke penjara!”Matanya memerah, menatapku seperti orang kehilangan akal. Dia teriak histeris.“Aku nggak percaya kamu benar-benar lupa sama ak

  • Pernikahan yang Tak Pernah Tuntas   Bab 7

    Setelah meninggalkan kontrakan, aku memilih pulang ke kampung halaman.Begitu melihatku pulang, ayah dan ibu langsung menyambut dengan ekspresi penuh keharuan, bahkan suara mereka terdengar gemetar, nyaris menangis.“Rani, kenapa kamu pulang? Bukannya belum waktunya nikah ya?”Aku langsung menubruk pelukan ibuku.Sebenarnya, dari awal orang tuaku memang tidak terlalu setuju aku menikah dengan Nando.Karena mereka tahu, anak dari keluarga sederhana seperti kami, masuk ke keluarga besar dan penuh gengsi seperti Keluarga Soman, pasti bakal banyak makan hati.Tapi waktu itu aku yakin, cinta antara aku dan Nando bisa mengatasi segalanya.Dan sekarang baru kusadari, semua itu cuma omong kosong.“Ma, aku nggak jadi nikah. Aku cuma pengin tinggal di sisi kalian mulai sekarang.”Mendengar kalimat itu, tubuh ibuku terasa menegang sesaat saat memelukku.Tapi dia tidak berkata apa pun. Hanya menepuk-nepuk kepalaku dengan lembut.Ayahku yang biasanya pendiam dan jarang bicara, kali ini malah ikut m

  • Pernikahan yang Tak Pernah Tuntas   Bab 6

    Aku menyipitkan mata, menatap Nando yang diusir keluar oleh satpam.Sampai detik ini, dia masih mencoba memakai alasan “kehilangan ingatan” untuk mengelabui aku.Beberapa hari berikutnya, karena berita di internet semakin ramai dibicarakan, Nando pun jadi terlalu sibuk untuk datang menggangguku lagi.Waktu berlalu begitu saja.Setelah keluar dari rumah sakit, aku langsung kembali ke kontrakan kecilku.Yang tak aku sangka, Nando ternyata sudah menungguku di depan pintu.Begitu melihatku, dia langsung mengangkat dagu dengan percaya diri dan menyodorkan seikat bunga kamelia ke arahku.“Rani, sepertinya aku ingat sedikit hal. Hari ini ulang tahunmu, kan? Sebagai pacarmu, aku datang buat rayain ulang tahunmu.”Dia juga mengambil kue ulang tahun stroberi dari tanah dan mengangkatnya di hadapanku.Melihat ekspresi puas dan percaya dirinya itu, aku sudah bisa menebak kalimat selanjutnya yang ingin dia ucapkan.Pasti cuma kalimat manis untuk merayuku agar terus menunggu.Menunggu sampai dia pua

  • Pernikahan yang Tak Pernah Tuntas   Bab 5

    Aku tidak menjawabnya.Begitu pintu ruang operasi tertutup, dari ujung mataku kulihat Nando seperti orang gila, berusaha bangkit dari tempat tidur untuk menghentikanku.Tapi dia belum sempat turun dari ranjang, sudah lebih dulu dihentikan oleh Yurina yang masih menempel padanya.Ia menangis tersedu-sedu, air matanya tak berhenti mengalir.“Kak Nando, jangan gerak dulu. Sakit banget, aku nggak kuat!”“Kamu pasti salah dengar! Itu nggak mungkin Rani! Kalau benar dia hamil anak kamu, dia pasti udah maksa kamu nikahin dia! Mana mungkin dia datang ke sini buat aborsi?!”Seorang perawat di dekat mereka juga berusaha menenangkan emosi Nando.Bagaimanapun, saat ini tubuh mereka berdua masih terhubung karena alat bantu yang digunakan, dan belum bisa dipisahkan.Kalau sampai dipaksa pisah, siapa tahu bisa terjadi sesuatu yang lebih parah.Setelah operasi selesai, aku dipindahkan ke ruang rawat inap.Baru saja menyalakan ponsel, deretan panggilan tak terjawab dan pesan masuk langsung membuat laya

  • Pernikahan yang Tak Pernah Tuntas   Bab 4

    Setelah keluar dari rumah sakit, aku langsung membuat janji di internet untuk melakukan aborsi keesokan harinya.Pukul sepuluh malam, aku baru saja kembali ke apartemen dan berbaring di ranjang, ketika tiba-tiba Nando menghubungiku lebih dulu.Dia menelpon langsung.“Kenapa masih ada barang-barang kamu di apartemen ini? Pacarku nggak nyaman lihatnya. Tolong datang ambil.”Aku menjawab santai.“Buang aja. Sisanya nggak penting lagi.”Barang-barang yang memang milikku, semuanya sudah aku bawa saat itu.Sisanya adalah barang yang tidak sempat terbawa atau yang berkaitan dengan Nando.Namun dia malah tertawa dingin berkali-kali.“Itu semua barang kamu, kenapa harus aku yang buang? Cepat ke sini dan ambil sendiri! Kalau nggak, aku laporin kamu karena masuk rumah orang tanpa izin dan mencuri!”Aku menghela napas, memijat pelipis yang mendadak nyeri.Untuk pertama kalinya aku merasa Nando ini benar-benar menyebalkan.Begitu kembali ke apartemennya...Aku baru melihat, di atas meja tertata rap

  • Pernikahan yang Tak Pernah Tuntas   Bab 3

    Setelah meninggalkan rumah itu, malamnya aku menginap di hotel.Keesokan paginya, lewat bantuan agen properti, aku menyewa sebuah kamar kecil.Kupikir, sejak saat itu aku dan Nando takkan punya hubungan lagi.Tapi aku tak menyangka, aku hamil.Pagi-pagi sekali setelah makan sedikit, aku langsung merasa mual dan tak bisa menahan muntah.Saat memeriksakan diri ke rumah sakit, aku justru tak sengaja bertemu dengan Nando dan beberapa saudara-saudaranya.Aku sebenarnya ingin segera menjauh.Tapi langkahku malah terhenti begitu saja.Mereka langsung mengepungku di lorong rumah sakit, menatapku dari ujung rambut sampai ujung kaki, penuh sindiran.“Kamu pikir gadis kampung kayak kamu bisa masuk Keluarga Soman?”“Dulu juga entah kamu pakai ilmu hitam atau apa, bisa-bisanya bikin Nando sampai ngotot mau putus hubungan sama keluarga cuma demi kamu. Tapi lihat sekarang, dia udah sadar!”Salah satu dari mereka menunjuk kertas di tanganku, wajahnya berubah tajam.“Itu apa? Kertas hasil USG kehamilan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status