共有

Bab 5

作者: Jahe Imut
Malam itu, setelah Petro dan Haris pergi keluar, Yasmin juga keluar sebentar.

Dia janjian dengan Sania di restoran bawah apartemennya. Yasmin menyerahkan langsung surat perceraian, meminta Sania mengurusnya secepat mungkin.

Sania membuka dokumen itu, matanya berhenti di tanda tangan kedua belah pihak. Dia hanya bisa menghela napas panjang.

Namun, dia tidak banyak bicara. Hanya menyuap beberapa suap makanan dengan tergesa lalu pamit untuk bekerja.

Beban yang menekan dada akhirnya terselesaikan. Yasmin merasa lega, mengambil tasnya, dan bersiap untuk pergi bersama.

Begitu keluar dari ruang makan, Sania berkata ingin ke toilet. Dia menitipkan tasnya pada Yasmin, menyuruhnya menunggu sebentar di pintu.

Yasmin berjalan melewati lorong. Saat berbelok di sudut, seorang pelayan berpapasan dengannya lalu membuka pintu di samping. Dari dalam, terdengar suara percakapan.

"Ayah, lain kali kita harus makan bareng lagi. Aku suka makan sama Ayah dan Kak Yara."

"Kakak juga suka makan sama Haris. Nanti kalau kamu nginap di rumah Kakak, Kakak bikinin kue buat kamu dan ayah."

"Aduh, bukannya kalian sekeluarga?"

"Mirip banget soalnya. Aku kira kalian benar-benar satu keluarga."

Kata-kata pelayan itu membuat Haris dan Yara cekikikan, sampai harus menutup mulut menahan tawa.

Petro yang baru saja membalas pesan menoleh, bermaksud menghentikan. Tapi, saat mendongak, matanya langsung bertemu pandang dengan Yasmin yang berdiri di luar pintu.

"Yasmin?"

Refleks pertama, Petro langsung mengejar keluar untuk menjelaskan. Tapi, langkahnya terhenti. Wajahnya berubah tegang. Dia buru-buru menutup pintu ruang makan, menutupi wajah Yara di dalam.

Rasa bersalah sekilas melintas di matanya. Bibirnya sempat terbuka, tapi belum sempat bicara, suara anak yang nyaring sudah terdengar.

"Yasmin! Kamu ngikutin kita, ya?"

"Bukannya kamu sendiri yang setuju biarin kami keluar? Kenapa sekarang nguntit kayak orang aneh! Kamu nggak punya urusan lain apa? Kamu segitu nganggurnya?"

Wajah Haris berubah bengis. Dia menyelinap keluar dari celah pintu dan mendorong Yasmin sekuat tenaga.

Yasmin sama sekali tidak siap. Tubuhnya oleng terhuyung beberapa langkah. Dia buru-buru meraih tiang di samping dinding untuk menahan diri agar tidak jatuh.

"Haris!"

"Kamu kenapa ngomong ke ibu kayak gitu?"

"Siapa yang ngizinin kamu dorong ibu? Mana sopan santunmu?"

Petro berkerut marah. Dia segera meraih Yasmin dan menegur Haris dengan suara lantang.

Haris sangat menghormati Petro, tapi, di dalam hatinya sebenarnya dia takut. Untuk pertama kalinya dimarahi, amarahnya langsung hilang. Wajahnya pucat, bibirnya digigit erat tanpa sepatah kata pun.

"Aduh, dia cuma anak kecil."

Suara manja terdengar. Yara keluar dari ruang makan, merangkul Haris sambil terkekeh berusaha membelanya. "Haris masih kecil, belum ngerti apa-apa. Ucapan dan tingkahnya, mana perlu dianggap serius."

Wajah Yara dan Yasmin memang mirip, 60% serupa.

Ketika berdiri berdampingan, kemiripan itu makin jelas.

Hal yang lebih menyakitkan, Yara masih mengenakan jaket milik Petro.

Petro sama sekali tidak menyangka Yara berani keluar. Dadanya langsung tegang. Dia buru-buru menoleh pada Yasmin, mencoba menjelaskan.

"Yasmin, Yara itu model baru yang dikontrak perusahaan. Kebetulan ada pembicaraan kerja sama, jadi sekalian makan malam."

"Kebetulan dia masuk angin, jadi jaketku kupinjamkan."

Yasmin menekan perasaan di matanya. Dengan tenang, dia menepis tangan Petro yang masih melingkar di pinggangnya, menampilkan sikap seolah percaya penuh dan sangat lapang dada.

"Nggak apa-apa, aku sudah tahu."

"Kalian lanjutkan saja makan. Aku ada urusan, jadi pamit dulu."

Begitu kata-kata itu keluar, Sania kebetulan kembali. "Yasmin, soal perjanjian..."

Kalimatnya terhenti. Begitu matanya menyapu ke arah Petro, suaranya otomatis menghilang, gerakannya pun ikut kaku.

"Perjanjian apa?"

Tidak disangka, Petro tetap mendengarnya.

Yasmin santai saja. Dia menggulung kontrak di dalam tas lalu menjawab sekenanya. "Nggak ada, cuma mau nambah bantuin satu panti asuhan."

"Kalian teruskan makan. Nggak usah buru-buru, kami pamit duluan."

Dari awal sampai akhir, wajah Yasmin tetap tenang.

Entah saat dihina dan didorong Haris, atau melihat Yara yang mirip dengannya, bahkan mengenakan jaket Petro, dia tetap tidak menunjukkan kemarahan.

Bahkan seulas emosi pun tidak tampak di wajahnya.

Petro sempat menghela napas lega. Tapi, sesaat kemudian, rasa gelisah kembali menyerang.

Terlalu tenang.

Dia merasa samar-samar ada sesuatu yang lepas dari genggamannya.

Perasaan itu membuatnya sangat tidak nyaman.
この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • Perpisahan yang Kutandatangani   Bab 21

    Saat Petro tahu, semuanya sudah terlambat untuk ditangani.Yara kembali menyebarkan sebuah video.Dalam video itu, dia dengan jelas mengatakan bahwa Petro demi mendapatkan kembali Yasmin, memaksanya menggugurkan anaknya.Lalu, dia juga merilis sebuah rekaman.Rekaman suara ibu Petro yang menyuruhnya pergi dengan tenang, sekaligus memberinya kartu bank.Sekali lagi, bukti perselingkuhan dan tindakannya memperlakukan orang lain dengan kejam membuat nama Petro melesat ke trending teratas.Dalam waktu singkat, mendominasi trending teratas.Petro memang mengeluarkan uang untuk menurunkan berita itu. Tapi, baru hilang sebentar, topik itu kembali naik. Sama sekali tak bisa dikendalikan.Berdiri di depan jendela kaca kantornya, Petro menghancurkan vas kedua dengan brutal, lalu kembali menelpon Yara.Panggilan kelima, tetap tidak ada jawaban.Sakit kepala karena marah, Petro segera memanggil sekretaris.Tatapannya penuh kebencian, giginya terkatup rapat. "Cari dia, secepat mungkin. Aku harus ke

  • Perpisahan yang Kutandatangani   Bab 20

    Jeritan pilu menggema keras di tangga rumah sakit.Perawat panik mendorong Yara masuk ke ruang operasi. Kandungannya memang kembar dan sudah rapuh. Terjatuh dari delapan anak tangga membuat janin langsung gugur tanpa perlu tindakan.Saat dokter keluar, Petro hanya mendengar satu kalimat, "Anak itu sudah tiada."Wajahnya tetap datar tanpa emosi. Dia hanya mengangguk, lalu berbalik untuk pergi.Namun, ketika baru saja melangkah, dari dalam kamar terdengar lagi teriakan parau yang penuh kebencian."Yang membiayai aku itu kamu! Yang berkali-kali meninggalkan Yasmin demi datang ke aku juga kamu! Sekarang Yasmin jijik sama kamu, mau cerai, bukannya itu memang pantas kamu terima?""Kamu kira dengan membunuh anakku, mengusirku, Yasmin bakal balik ke pelukanmu? Aku kasih tahu, nggak mungkin! Kamu sudah kotor, dia sudah lama buang kamu!""Petro, orang sepertimu, Yasmin melihat sekali saja sudah jijik! Masih berani mimpi mau rujuk? Mimpi!"Koridor rumah sakit langsung hening. Petro berhenti di te

  • Perpisahan yang Kutandatangani   Bab 19

    Suara Yasmin memang tidak keras, tapi cukup jelas terdengar oleh semua orang di sekitar.Begitu tahu bahwa dia bukan perebut suami orang, beberapa yang tadi paling ribut buru-buru melangkah pergi meninggalkan tempat itu.Kerumunan bubar, Yasmin pun tidak ingin berlama-lama.Utamanya, dia tidak ingin berlama-lama dengan Petro.Tatapan penuh perasaan di mata Petro dia anggap tidak ada. Di hadapannya, Yasmin melangkah mundur, lalu menutup gerbang panti.Untuk terakhir kalinya, dia menegaskan dengan sungguh-sungguh. "Petro, jangan datang lagi mencariku.""Kamu tahu, kalau aku sudah memutuskan sesuatu, aku nggak akan pernah berubah pikiran."Sekali memilih, Yasmin tidak akan menyesal.Petro selalu tahu itu.Tubuh Petro sempat goyah, matanya penuh penolakan dan duka.Dia ingin bicara lagi, tapi, Yasmin sudah menghilang dari pandangannya. Tak peduli seberapa keras Petro memanggil, Yasmin tetap tidak menoleh.Petro kembali ke mobil dengan jiwa kosong. Sebelum dia sempat menuntut Yara, perempua

  • Perpisahan yang Kutandatangani   Bab 18

    Setelah menolak Petro, Yasmin kembali ke panti.Dia menghubungi calon orang tua angkat, mengawasi persediaan makanan, memperhatikan kondisi anak-anak, memastikan semua pekerjaan berjalan.Rutinitas yang sederhana tapi penting terus dia selesaikan setiap hari.Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Dua hari kemudian, tiba-tiba terdengar keributan di depan gerbang panti.Yasmin sempat bingung, sampai rekannya, Felly, berlari panik masuk sambil menunjuk ke arah luar, napasnya terengah. "Kak Yasmin, ada orang cari kamu di depan.""Seorang perempuan hamil, sambil nangis katanya kamu sudah hancurkan keluarganya. Dia bahkan mau sujud di depanmu. Cepat lihat sendiri!"Perempuan hamil, tuduhan menghancurkan keluarga.Begitu mendengar itu, Yasmin langsung punya firasat.Dia mengangguk, membereskan dokumen, lalu melangkah cepat keluar.Bahkan sebelum Yasmin mendekat, orang itu sudah melihatnya dan menangis lebih keras. Sambil berlari ke arahnya, seakan hendak menubruk.Begitu jelas wajah Yara

  • Perpisahan yang Kutandatangani   Bab 17

    Turun dari mobil, Yasmin meregangkan pergelangan tangannya yang membiru bekas cengkraman. Dia segera menarik lengan baju ke bawah untuk menutupi luka itu, agar tidak membuat calon orang tua angkat khawatir.Setelah meminta maaf dan memberi penjelasan singkat, mereka pun berpisah.Yasmin tidak menghiraukan mobil Petro yang masih terparkir di depan pintu. Dia melambaikan tangan pada taksi dan pulang langsung ke rumah.Malam itu, Petro sempat muncul di depan rumahnya, mengetuk dua kali, tapi buru-buru pergi sebelum Yasmin sempat membuka pintu.Saat Yasmin keluar, dia hanya menemukan hadiah, obat-obatan, dan seikat bunga di lantai. Di atas bunga ada sebuah kartu.Isinya tetap sama. Permintaan maaf, penyesalan, permohonan untuk dimaafkan, dan ajakan rujuk.Yasmin hanya melirik sekilas, lalu meletakkannya kembali di tempat semula. Tidak dia sentuh, tidak dia hiraukan. Pintu kembali tertutup, dia memilih istirahat.Tidur semalam penuh membuat tubuhnya pulih. Setelah sarapan sederhana, Yasmin

  • Perpisahan yang Kutandatangani   Bab 16

    Restoran.Calon orang tua angkat itu seorang pria muda.Karena istrinya tidak bisa hamil, mereka memutuskan untuk mengadopsi anak. Setelah menyiapkan segalanya, sang istri justru jatuh sakit mendadak sehingga tidak bisa hadir.Untuk mengurangi rasa kecewa, pria itu menelpon istrinya lewat video, memberi kabar bahwa semua berjalan lancar dan meminta dia tidak khawatir. Besok mereka sudah bisa membawa anak itu pulang.Sebagai ayah baru, dia agak gugup, lalu meminta Yasmin banyak membimbingnya.Yasmin selalu sabar menghadapi orang tua angkat yang tulus. Dia menjelaskan banyak hal, semua detail dan teori, apa pun yang dia tahu, semuanya dia bagikan tanpa ragu.Tanpa terasa, dua jam sudah berlalu.Melihat anak kecil itu terus menguap, Yasmin baru sadar waktu sudah sangat larut.Saat hendak pamit, tiba-tiba lengannya ditarik kuat membuatnya terhempas keluar.Begitu menoleh, dia melihat wajah Petro yang muram dengan mata merah."Petro, kamu ngapain?"Yasmin langsung kesal, reaksi pertamanya a

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status