Share

Bab 5

Author: Jawaban
Hanya saja Teresa bisa tenang. Ayu tidak akan mengatakan yang sebenarnya.

Ia akan menunggu sampai dirinya mati, lalu membiarkan Seno dan Joko mengetahui seluruh kebenaran.

Rasa duka dan penyesalan yang tak bisa diperbaiki itu akan menemani mereka seumur hidup.

“Aku dengar kalian di sini, jadi aku datang menjenguk kalian.”

Ayu berkata datar, membuat keduanya sama-sama menghela napas lega.

“Jadi kamu dari bangsal lain?” tanya Seno.

“Ya.” jawab Ayu.

Seno langsung tenang, namun kembali mengerutkan kening.

“Kamu sakit apa? Sampai pakai baju pasien segala.”

Ayu tersenyum mengejek. “Sakit maag.”

Begitu mendengar itu, Seno dan Joko saling memandang. Wajah mereka langsung berubah.

Seno tahu Ayu memang punya sakit maag, tetapi tidak menyangka sampai harus masuk rumah sakit.

Saat itu Teresa mendekat sambil terisak, wajahnya penuh air mata.

“Kak Ayu, maaf… salahku memaksa kamu minum tadi. Kalau aku tidak suruh kamu minum, kamu tidak akan masuk rumah sakit…”

Begitu ia menangis, hati Seno dan Joko langsung luluh.

Seno buru-buru memeganginya. “Ini bukan salahmu! Mana mungkin hanya minum segelas lalu masuk rumah sakit? Dia itu terlalu lebay!”

“Iya, Tante! Jangan sedih. Mama masuk rumah sakit karena ulahnya sendiri! Pura-pura tidak makan, sengaja bikin dirinya sakit supaya aku dan Ayah perhatian!” jelas Joko.

Demi menghibur Teresa, Joko sampai mengatakan kata-kata setega itu.

Ayu bahkan bertanya-tanya, bagaimana Joko bisa berubah menjadi seperti ini.

Dulu, ia jelas mendidiknya dengan sangat baik.

Setelah dihibur, wajah Teresa sedikit membaik. Ia memegangi dadanya, mengeluh tidak nyaman.

Seno dan Joko segera membantunya kembali ke kamar. Tapi saat mereka kembali, Ayu sudah menghilang.

Seno tidak terlalu memikirkan. Menurutnya, kalau Ayu benar-benar sakit parah, pasti ia akan bilang.

Perempuan yang sedikit saja terluka sudah menangis, mana mungkin sanggup menahan penyakit serius?

Kalau dia tidak bilang, berarti tidak ada apa-apa.

Lagipula, waktu Teresa tidak banyak. Ia harus menghabiskan lebih banyak waktu bersamanya.

Setelah Teresa pergi, ia akan berusaha sebaik mungkin untuk menebus semuanya terhadap Ayu.

Ayu hanya membawa obat pereda nyeri lalu pulang.

Obat itu bisa membuatnya sedikit lebih tenang.

Masih tersisa delapan hari sebelum ia pergi. Ia tidak ingin ada masalah apa pun di tengah jalan.

Untuk menjaga tubuhnya tetap kuat, ia mulai memanjakan diri.

Setiap hari tidur sampai siang.

Ia tidak perlu memikirkan harus memasak untuk Joko, tidak perlu khawatir soal sekolahnya, dan tidak perlu lagi cemas menunggu Seno pulang mabuk dari acara.

Ternyata hidup sendiri bisa begitu damai.

Beberapa hari kemudian, Orangtuanya tiba-tiba menelepon.

“Kalau hari ini tidak sibuk, pulanglah sebentar. Kita kumpul-kumpul.” ucapnya.

Untuk pertama kalinya sejak Teresa “dinyatakan sakit parah”, mereka menghubunginya.

Setelah sebelumnya menganggap Ayu penuh kebohongan dan bahkan memblokir kontaknya.

Ayu melihat kalender. Tanggal 21.

Hari ulang tahunnya.

Ia setuju. Bisa menghabiskan satu ulang tahun terakhir bersama orangtuanya, setidaknya itu sebuah penutup.

Namun setelah tiba di rumah Keluarga Wiratama, tidak ada kue, tidak ada hadiah.

Hanya ekspresi aneh dari ayah dan ibunya, serta suasana menekan di ruangan.

Melihat Ayu masuk, kedua orangtuanya saling pandang dan menunjuk sofa.

“Kalau sudah datang, duduklah.”

Ayu duduk. Wajah ibunya rumit.

“Tanggal 26, Seno mau mengadakan ulang pernikahanmu?”

Ayu bingung, belum sempat bicara ketika ibunya melanjutkan, “Serahkan saja hari pernikahan itu kepada adikmu!”

Tubuh Ayu seketika membeku.

Ibunya berbicara blak-blakan, “Kamu tahu adikmu suka pada Seno. Seno dan Joko juga menyukai adikmu. Di antara kalian bertiga sudah ada perasaan mendalam.”

“Dulu, aku tidak akan ikut campur. Tapi adikmu sakit, waktunya tidak banyak. Aku harus membantunya mewujudkan keinginannya. Biarkan dia menikah dengan Seno, meskipun hanya pernikahan tanpa makna.”

Dalam sekejap, Ayu merasa seluruh darahnya mendidih.

Membantu Teresa memenuhi keinginan?

Lalu dirinya bagaimana?

Itu suaminya. Itu pernikahannya. Namun orangtuanya justru memintanya menyerahkan semuanya. Bukankah itu sangat menggelikan?

“Kalian pernah memikirkan aku?” tanya Ayu.

Wajah ayahnya menjadi gelap. “Memikirkan apa? Kamu mau mati, kah?”

Ayu tertawa kecut. “Ya. Aku memang akan mati.”

“Plak!”

Tamparan keras memekakkan telinga. Ayu memegangi pipinya, darah mengalir dari sudut bibir.

Ayahnya memarahinya,

“Tidak tahu diri! Bagaimana aku bisa melahirkan anak sekejam ini!”

Ibunya pun penuh kekecewaan.

“Sebagai kakak, bagaimana kamu tega? Permintaan terakhir adikmu saja tidak mau kamu penuhi! Andai saja dulu aku tidak melahirkanmu! Kalau bukan karena harus menjagamu, Teresa tidak akan hilang! Kamu adalah hukuman Tuhan untuk kami! Kau tidak mau setuju? Kalau begitu, aku lebih baik ikut Teresa saja! Tidak perlu melihat wajahmu yang membuatku mual!”

Ayu menjilat darah di sudut bibirnya.

“Tidak perlu kalian pergi bersama Teresa. Aku sendiri yang akan pergi.”

Pergi ke tempat di mana tidak seorang pun bisa menemukannya.

Jika mereka menuju surga, maka ia akan memilih tanpa ragu masuk neraka.
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 21

    Di tengah kesadarannya yang kabur, Seno merasa seolah berada di sebuah pulau.Saat ia masih kebingungan, seorang perempuan mengenakan gaun panjang berjalan keluar dari halaman. Tangannya membawa keranjang bunga, senyumnya cerah dan memesona. Bahkan pekerjaan mencabut rumput yang paling membosankan pun ia kerjakan sambil bersenandung kecil.Seno hanya bisa bersembunyi di sudut, menyaksikan Ayu yang begitu cerah… begitu bahagia.Untuk pertama kalinya, Seno merasa dirinya hanyalah seekor tikus yang tersesat di selokan gelap.Dihantam oleh kenyataan yang begitu kejam.Ternyata… setelah meninggalkan dirinya, Ayu bukan hanya tidak kesepian, bahkan hidupnya penuh, hangat, dan benar-benar bahagia.Hanya dirinya… dirinya saja… yang terperangkap dalam cinta ini, tersiksa tanpa henti, jatuh, tercekik, tanpa jalan keluar.Saat sedang linglung, seorang pria berjalan menghampiri Ayu, menyapa dengan ramah.Mata Seno memerah. Ia berlari menerjang ke arah mereka.“Itu istriku! Kekasihku! Aku tidak meng

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 20

    Seno langsung pergi ke rumah sakit.Operasi Joko berjalan sangat baik, hanya saja ia masih belum sadar.Perawat berkata, “Anaknya mungkin sementara tidak mau bangun.”Seno menggenggam erat tangan Joko, lalu meletakkan boneka beruang kecil di sisi bantalnya. “Joko… ini semua salah papa.”Dialah yang menjerumuskan Joko, menghancurkan hidup anak itu, dan juga menghancurkan Ayu.“Aku akan membawanya kemari… kalau dia bersedia menemuimu.” ucap perawat rumah sakit.Setelah itu, Seno bangkit dan menuju kantor polisi.Sesaat sebelum ia melangkah masuk, telapak tangannya sudah penuh keringat dingin.Ia tidak tahu… apakah Ayu masih mau kembali.Masih mau menemuinya atau tidak.Bagaimanapun, dirinya sekarang sudah tidak punya kelayakan apa pun. Tidak punya posisi, tidak punya hak.Jika Ayu memilih pergi, ia bahkan tidak akan mencoba menahannya.Karena melepaskan… adalah satu-satunya hal yang masih bisa ia berikan padanya.Setelah berkali-kali menata mentalnya, barulah Seno berani melangkah masuk

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 19

    Orang tua Wiratama tertegun mendengar pertanyaan itu, seolah kalimat tersebut membuat mereka benar-benar kebingungan.Ayu menghindari tatapan, lalu tiba-tiba menekan dada.“Aduh... sakit sekali... Ayah! Ibu! Cepat antar aku ke rumah sakit, sakit lambungku kambuh lagi!” ucap Teresa.“Ke rumah sakit untuk mengungkap bahwa kamu memalsukan kanker lambung?” ucap Seno.Ibu Wiratama langsung berdiri. “Seno, Yang masuk ke perut bisa dikeluarkan, yang masuk ke hati susah dikeluarkan! Teresa mengidap kanker lambung itu adalah hal yang kami semua tahu!”Ayu juga terus terisak. “Seno, apa kamu sedang stres sampai berhalusinasi? Mana mungkin aku memalsukan kanker lambung.”Seno memutar rekaman telepon Teresa di depan semua orang.Terutama bagian ketika Teresa mengakui sendiri bahwa ia berpura-pura mengidap kanker dan fakta bahwa ia menculik Ayu.Ayah dan Ibu Wiratama tampak sangat terkejut, Ibu Wiratama bahkan hampir pingsan seketika. “Dosa besar... ini dosa besar...!”Ia menepuk-nepuk pahanya, men

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 18

    Begitu menerima kabar, Seno terburu-buru bergegas ke rumah sakit, namun langsung dihalangi di depan ruang operasi.“Pak Seno, tolong tenang dulu!”Sudut matanya memerah.Maafkan aku, Ayu… aku lagi-lagi gagal melindungi anak kita.“Bagaimana keadaan Joko sekarang?” tanya Seno.Perawat menatap pria yang berdiri di depannya, kebingungan, putus asa, tubuhnya bergetar tanpa bisa dikendalikan.Dulu ia tampan dan gagah.Sekarang tubuhnya kurus, wajahnya pucat, mata cekung, lingkar mata menghitam.Kelelahan dan rasa mati membuat kilau hidupnya hampir hilang total.Perawat itu akhirnya menghela napas. “Keadaan Joko sangat buruk. Kepalanya mengalami benturan parah. Ada kemungkinan… ia bisa menjadi vegetatif.”Mata Seno memerah seperti direndam darah. “Waktu itu perawat jaga di mana? Mana suster-suster rumah sakit ini? Kenapa tidak ada yang mengawasi dia?!”“Pak Seno… saat itu Joko sedang ditemani oleh pihak keluarga.” jawab perawat rumah sakit.“…Siapa?” tanya Seno.“Teresa Wiratama, bibi Joko.”

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 17

    Seno juga tidak pernah berhenti mencari Ayu.Video dirinya berlutut di depan kamera, memohon Ayu memaafkannya, tersebar sampai ke seluruh dunia.Komentar dari warganet bermacam-macam, ada yang iri pada ketulusannya.Ada yang mengecamnya sebagai pria brengsek yang pura-pura setia.Ada yang menghujat sejadi-jadinya.Namun Seno sama sekali tidak peduli.Yang ia pikirkan hanya satu: bagaimana membuat Ayu melihatnya, bagaimana membuat Ayu memaafkannya.Setiap malam, saat ia teringat waktu Ayu yang terus berkurang…terbayang Ayu meringkuk kesakitan karena kanker lambung, ia selalu terbangun dengan napas tersengal, tak bisa tidur lagi.Lembaran kalender terkoyak satu per satu.Rasa takut yang tak berwujud itu menyebar perlahan dari dasar hatinya…menekan dada Seno sampai ia sering kali merasa sesak.Sesekali, Teresa datang.Meski ia terus menjelaskan bahwa ia benar-benar tidak tahu soal kanker Ayu, tapi bagi Seno, semua itu sudah tidak penting.Jika sejak awal ia tahu Ayu sakit… ia tidak akan

  • Pertemuan Adalah Alur Takdir   Bab 16

    Wajah Teresa seketika memucat. “Seno, aku… aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.”Ibu Wiratama juga membelalakkan mata. “Kanker apa? Seno, kamu jangan sampai tertipu oleh anak itu! Ayu sehat-sehat saja! Mana mungkin kena kanker? Jangan karena dia hilang, kamu jadi percaya apa pun!”“Iya!” Ayah Wiratama menimpali dengan panik. “Anak kurang ajar itu cuma iri pada Teresa! Mana mungkin kakak beradik kena kanker bersamaan? Itu konyol!”Iya, memang konyol.Jika saja itu bohong, Seno lebih berharap daripada siapa pun bahwa hal itu tidak benar.Tapi sayangnya… itu kenyataan.“Ini hasil pemeriksaan rumah sakit milik Ayu.” ucap Seno sambil mengeluarkan lembar pemeriksaan yang baru dicetak ulang.Begitu Orang tua Wiratama melihat empat kata “kanker lambung stadium akhir”, wajah mereka langsung pucat seperti kapur.Ibu Wiratama limbung, jatuh terduduk di lantai.“Tidak mungkin… tidak mungkin!”Melihat bukti sudah tak bisa dibantah, mata Teresa memerah seketika.“Bagaimana bisa begini? Aku… a

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status