POV BONAVENTURA ADITIO
HATI YANG KOSONG
Mataku membelalak besar ketika melihat layar ponsel yang sedari tadi kupantau. GPS yang menunjukkan rute perjalanan taksi online yang mengantar Zulaika ke rumahnya, tiba-tiba terlihat berhenti di persimpangan jalan. Orderan diselesaikan oleh sopir taksi bernama Syakir Firdaus dengan foto profil yang cukup lumayan tampangnya.
Naluri mafiaku langsung bekerja dengan keras. Perasaanku sudah berbeda. Namun, kupilih untuk tak bereaksi.
Pasti ada yang tak beres, pikirku. Orderan diselesaikan secepat ini. Apa karena sebenarnya mereka singgah ke suatu tempat, bukan langsung pulang ke rumah?
Aku
BAGIAN 26POV DANU SUKENDARKABAR BAHAGIA Sejak Yeslin resign dari kantor, wanita itu praktis jadi pengangguran. Kehidupannya kini bergantung kepadaku 100%. Termasuk orangtuanya yang sakit-sakitan dan tinggal di kota sebelah. Beban hidupku bukannya makin berkurang setelah proses cerai dengan Rima, malah bertambah puluhan kali lipat. Siapa yang tak pusing dan jengkel? Meksipun tiap hari disogok oleh lekuk indah tubuh milik Yeslin, tapi jujur saja aku merasa sangat terbebani. “Mas, papaku minta transfer tiga juta untuk biaya pengobatan alternatifnya. Dia merasa lebih cocok berobat begitu ketimbang jalur medis, Mas.” Aku baru saja membuka kelopak mata, tapi Yeslin sudah melancarkan rong-rongannya. Aku mau marah sebenarnya. Namun, wanita ini lebih cerdas daripada yang kuduga. Se
BAGIAN 27POV ZULAIKAHARI MENYEBALKAN Tepat pukul 21.00 malam, teleponku tiba-tiba saja berdering. Padahal, aku baru saja hendak memejamkan mata demi mengistirahatkan tubuh yang sudah lelah bekerja seharian. Sial sekali, pikirku. Siapa yang mengganggu malam-malam begini? Kuraih ponsel yang kusimpan di bawah bantal. Penyesalan terbesarku adalah tidak membuat pengaturan deringnya senyap. Coba kalau ku-silent. Mungkin aku sudah terjatuh tidur. Aku membelalak saat melihat nama Papi di layar. Untuk pertama kali setelah kejadian di apartemen Daddy, laki-laki itu tidak memunculkan dirinya lagi. Aku tiba-tiba saja menelan liur. Apakah ini … ada kaitannya dengan Tante Yeslin?&n
BAGIAN 28POV ZULAIKAPETAKA ITU DI DEPAN MATA Dengan perasaan kurang ikhlas, aku akhirnya pergi mengantarkan kue-kue ulang tahun bikinan Mami. Sebuah mobil LCGC empat bangku berwarna putih mengantarkan perjalananku yang tak begitu jauh dari rumah. Perumahan Nanas Wangi hanya sekitar 1,5 kilometer dari rumah. Kemudian lanjut lagi ke Jalan Gatot Subroto yang jaraknya kurang dari 1 kilometer dari tempat pertama. Total uang yang kudapatkan dari pelanggan Mami adalah lima ratus ribu rupiah. Aku menelan liur. Semalaman Mami begadang peras keringat, hanya dapat segini? Kasihan sekali dia. Pantas saja uang seratus ribu saja disuruh berhemat seakan-akan kami bakal mati kelaparan besok. Sopir taksi yang merupakan seorang perempuan berusia sekitar 25 tahun ke atas itu tampak lebih banyak diam. Di
BAGIAN 29POV ZULAIKAFIRASAT ITU …. Perasaanku semakin tak nyaman saja. Perjalanan kali ini sungguh terasa berat. Terlalu sakit bagiku untuk mendatangi Daddy dan segala rencana busuknya. Entah mengapa, nuraniku seperti memberontak. Seperti ada yang mengganjal di dalam dada. Ya Tuhan, aku benar-benar takut. Mobil yang kutumpangi terus melaju dengan kecepatan sedang. Waktu seolah melambat. Aku rasanya mau lompat saja. Namun, mati sia-sia sepertinya sama saja. Tidak membuat apa pun jadi berubah. Malah akan semakin menambah kerumitan. Aku jadi bingung, harus seperti apalagi kutata hati ini agar mudah menjalani hari terberat seperti sekarang? “Mbak, ada apa? Sepertinya sangat gelisah?” S
BAGIAN 30POV ZULAIKAPERMAINAN KEJI “T-tidak. Aku tidak kenal! Aku hanya syok lihat beritanya,” kataku sambil mendorong tubuh Tety, agar perempuan itu menjauh dariku. Perempuan ceking itu masih menatapku tajam. Dia menepuk-nepuk pundak dan dadanya yang baru saja kena dorongan kencang dari tanganku. Seolah dia habis kena kotoran dari tangan ini. Cuih, belagu sekali dia! “Kamu berani dorong-dorong aku, ya?” lirihnya sambil menyipitkan mata. “Kamu juga berani narik-narik mukaku! Apa yang salah denganku? Kenapa kamu jadi over reaktif begitu?” Kali ini aku tak mau kalah gahar. Bisa-bisa
BAGIAN 31POV ZULAIKADUA MAYAT PEREMPUAN Pagi itu, dengan sangat terpaksa, aku melayani Daddy dan John sekaligus. Tety yang masih terkulai lemah, bahkan juga dengan brutalnya mereka ‘pakai’. Bak seonggok bangkai, tubuh kurus Tety diterkam buas oleh dua lelaki kesetanan tersebut. Tak ada ringis, tangis, atau pekik histeris dari bibir birunya. Semakin lama aku semakin takut kalau Tety bukan hanya sekadar pingsan … tapi mati. Aku dan Tety benar-benar menjadi objek bagi keduanya. Kami berdua sama-sama diletakan di atas ranjang dan aku yang masih sadar ini juga harus menuruti apa pun yang mereka perintahkan. Dalam penderitaan tak berujung, aku hanya bisa menangis. Meneteskan air mata, tanpa dapat menolak apalagi memberontak.&nbs
BAGIAN 32POV ZULAIKAUANG MEMANG SEGALANYA Aku bersikukuh menolak. Bagiku tidak untuk narkoba dan minuman keras. Sekali lagi, aku tak ingin merusak tubuh yang telah menjadi aset dan bahan ‘jualan’. Aku yakin 1000% bahwa barang-barang haram itu tidaklah baik untuk kesehatan apalagi bentuk tubuh. “Dad, aku mohon. Aku mau melakukan apa pun untukmu, asal jangan disuruh minum atau pakai narkoba. Aku hanya ingin hidup sehat agar bisa melayanimu terus, Dad,” ucapku sembari memelas. Kugenggam tangan besar Daddy. Kuciumi punggungnya, berharap lelaki itu mau luluh. “Dasar anak manis. Aku baru lihat ada anak perempuan yang menolak mati-matian saat diajak fly. Oke, Sweetheart. Daddy tidak akan mem
BAGIAN 33POV ZULAIKAPENGAKUAN DOSA Pukul satu siang aku sampai di rumah dengan kondisi badan yang lagi-lagi cukup drop. Sekujur tubuhku dilanda pegal. Belum lagi jalanku yang agak terseok. Namun, coba tebak. Mami sedikit pun tak peduli. Saat melihat aku membuka pintu dengan ekspresi wajah yang kuyakini lumayan payah, wanita yang tengah bersantai di sofa ruang tamu itu malah menanyakan uang hasil jualannya. “Ika, mana uangnya? Kamu tidak pakai untuk jajan, kan?” Mami yang semula bermain ponsel, leka melepaskan gawainya tersebut. Wanita yang mengenakan daster selutut warna biru dengan motif bulu-bulu burung tersebutt lekas bangkit dan berjalan ke arahku. Menengadahkan sebelah tangannya untuk menagih lima ratus ribu tersebut.&