Share

Bab 3

Author: Pena_yuni
last update Last Updated: 2022-07-21 02:39:19

Reza, berdiri tidak jauh dariku. Dengan kedua tangan yang dimasukan ke dalam saku celana, seorang dokter muda itu melihatku dengan datar tanpa ekspresi.

“Kamu tidak merasakan apa yang aku rasakan, Za. Makanya kamu bisa berkata seperti itu,” ucapku ketus. Aku mengusap pipiku yang basah dengan kasar. Berdiri dan duduk kembali di sofa.

Reza pun melakukan hal yang sama. Dia duduk di sofa tepat di depanku.

“Kamu itu terlalu manja, terlalu bucin, hingga diceraikan kakakku saja, kau anggap sebagai bencana besar.” Dengan melipat kedua tangannya di dada, dia terkekeh mengejekku.

Perbedaan yang sangat kontras antara Mas Mirza dengan Reza adiknya. Mas Mirza orangnya supel, memiliki kelembutan yang mampu membuat siapa pun jatuh hati. Sedangkan Reza, dia laki-laki es yang menurutku sangat kaku. Itu juga yang membuat dia sampai hari ini belum memiliki kekasih.

“Perceraian bagiku adalah bencana besar, karena aku tidak pernah berpikir menikah untuk berpisah. Aku selalu membayangkan akan hidup selamanya dengan Mas Mirza ....”

“Dan, bayanganmu tidak seindah kenyataan, bukan? Heh, menangis pun percuma. Karena kenyataannya, kau sudah bukan lagi istri kakakku.”

Benar, memang benar. Aku bukan istri Mas Mirza lagi. Alasan Mas Mirza menalakku pun sulit aku percaya. Tidak ada tanda-tanda kalau suamiku telah memiliki wanita lain di luar sana. Dia selalu bersikap manis dan mesra padaku.

Tidak ada wangi parfum wanita lain yang menempel di bajunya saat pulang kerja. Tidak ada noda bekas lipstik ataupun lipstik yang terbawa ke rumahku. Tidak ada pesan aneh yang masuk ke gawainya selama ini. Tidak pernah juga aku menemukan nota belanja atau makan malam romantis di restoran mewah.

Semuanya normal dan aku tidak pernah menaruh curiga sedikit pun pada Mas Mirza. Karena memang tidak ada yang mencurigakan. Namun, nyatanya aku telah tertipu. Dia begitu rapi menyimpan kebusukkannya.

"Kenapa diam? Ucapanku benar, 'kan?" ujar Reza membuatku geram. 

"Aku akan mencari tahu semuanya sendiri," kataku dengan ketus. 

Aku menyugar rambut. Sepertinya sudah cukup aku mencari-cari alasan kenapa Mas Mirza menceraikanku. Aku sudah tahu dan sangat menyakitkan.

Aku bangkit dari dudukku, mengambil tas dan pergi melenggang keluar dari rumah mertuaku. Percuma aku di sini, semuanya sudah usai. Aku telah kalah dari wanita yang baru saja dikenal Mas Mirza.

Aku duduk di belakang kemudi, menjalankan mobil untuk kembali ke rumah. Apa yang harus aku jelaskan pada Thalita, bahwa ayah yang selalu dirindukannya sudah tidak lagi peduli padanya. Kembali air mataku merembes keluar menghalangi pandangan. Cepat aku mengusapnya, agar bisa melihat dengan normal. 

"Ya Tuhan ... sakit sekali." Aku berujar sendirian.

Saat aku tiba di rumah, Thalita sudah siap dengan seragam sekolahnya. Dia yang duduk di bangku TK, terlihat manis dan cantik. Senyumnya yang khas mengingatkanku pada Papanya.

‘Kenapa kamu tega, Mas. Apa kamu tidak mengingat Thalita?’ gumaku dalam hati.

“Mama, Mama dari mana, kok kayak nangis?”

Gadis kecilku memang pintar, dia selalu tahu kondisi hatiku.

“Iya, Sayang. Tadi, Mama habis jenguk teman yang sakit. Jadinya Mama sedih, deh. Thalita mau berangkat ke sekolah, ya? Jangan nakal, ya Sayang. Belajar yang baik, oke?” Aku menempelkan ibu jari dan telunjukku membentuk huruf O.

“Iya, Mama,” ujarnya dengan menangkup dan mengusap kedua pipiku.

‘Lihatlah, Mas. Putrimu sangat manis, sama sepertimu.’

Setelah kepergian Thalita yang diantar Niar, aku hanya berdiam diri di atas pembaringan. Sungguh, aku tidak memiliki gairah hidup. Aku memang terlalu mencintai suamiku. Aku menyerahkan seluruh hatiku untuknya.

Aku tidak pernah menyangka jika dia akan menjatuhkan hatiku dari ketinggian hingga menjadi hancur berkeping-keping.

*

Di sini aku sekarang, di kantor tempat Mas Mirza bekerja. Sebenarnya, ini adalah kantor peninggalan Papaku. Mas Mirza bisa menempati posisi sebagai direktur, atas rekomendasi dari Papa.

Papa meninggal dua tahun yang lalu, menyusul Mama yang telah berpulang terlebih dahulu. Aku memiliki saudara laki-laki yang tinggal jauh di luar kota. Sedangkan di sini, aku hanya tinggal seorang diri.

Aku selalu mengandalkan Mas Mirza dalam segala hal. Dari mulai perusahaan sampai perasaan. Aku sangat mempercayainya, tapi dia malah mengkhianatiku.

“Selamat siang, Bu. Apa ada yang bisa saya bantu?” ucap seorang perempuan saat aku hendak masuk ke ruangan Mas Mirza.

Aku memindai dia dari atas hingga bawah. Sepertinya aku baru melihatnya di sini.

“Kamu siapa?” Aku balik bertanya pada wanita berusia sekitar dua puluh tahunan ini.

“Saya, sekertaris yang baru di sini, Bu.”

“Oh, pantas aku baru melihatmu. Cantika?” tanyaku.

Cantika adalah sekertaris lama suamiku. Dia sudah bekerja sangat lama di sini, dari mulai magang, sampai jadi sekertaris direktur.

“Oh, Mbak Cantika mengundurkan diri karena ikut suaminya ke luar kota,” ujar perempuan yang aku tahu bernama Sandra itu.

“Menikah? Kapan?” tanyaku pada Sandra.

Mas Mirza tidak pernah cerita kalau Cantika menikah dan memilih ikut dengan suaminya.

“Emm, hampir satu bulan yang lalu, Bu. Suaminya juga bekerja di perusahaan ini, tapi dia ditugaskan di kantor cabang yang berada di luar kota.”

Luar kota, satu bulan yang lalu? Ini aneh, Mas Mirza pergi ke luar kota satu bulan yang lalu. Dan Cantika menikah juga satu bulan yang lalu. Mas Mirza juga bilang akan berangkat dengan sekertarisnya. Apa mereka ...?

Aku menggeleng-gelengkan kepala. Menepis segala kemungkinan yang ada di depan mata. Jika dugaanku benar mereka berdua mengkhianatiku, aku tidak akan mengampuni mereka.

“Letta!”

Panggilan dari seseorang mengalihkan bayanganku dari Cantika dan Mas Mirza. Rupanya dia Dion—sahabat sekaligus wakil direktur yang membantu pekerjaan Mas Mirza di perusahaan ini.

“Dion, apa kabar?” tanyaku pada pria itu. 

“Aku baik, kamu sendiri? Tumben mau main ke kantor, biasanya juga ogah-ogahan.”

“Aku baik juga,” kataku. “Ya ... mau liat-liat aja, sudah lama juga tidak main ke sini.” Dion manggut-manggut mendengarkan jawabanku.

Dion mengajakku ke ruangan Mas Mirza. Harum parfum Mas Mirza masih bisa tercium saat aku masuk ke dalam. Membuatku semakin merindukan pemiliknya. Namun, rinduku harus kukubur mengingat statusku yang sudah menjadi mantan.

“Mirza apa kabar?” tanya Dion.

Aku berdiam. Jangankan tahu kabarnya, dia makan atau tidak saja, aku tidak tahu. Aku menggeleng tanda tidak punya jawaban.

“Kok, geleng-geleng kepala. Oh, kebetulan nih kamu datang ke kantor ini. Aku mau tanya, kenapa Mirza bisa mengundurkan diri dari perusahaan?”

Deg!

Mengundurkan diri? Aku menatap lekat manik hitam Dion yang juga menatapku.

“Ma-maksud kamu apa, bilang kalau Mas Mirza mengundurkan diri?” tanyaku penasaran.

Dion memilih duduk di sofa tempat istirahat Mas Mirza. Sedangkanku, duduk di kursi kebesaran Mas Mirza.

“Loh, masa kamu gak tahu kalau Mirza, sudah mengundurkan diri satu bulan yang lalu. Aku sampai kebingungan mencari ganti dia dan pekerjaanku jadi sangat banyak. Mumpung kamu ada di sini, sekalian aja aku mau minta saranmu. Sebagai pemilik perusahaan ini, menurutmu siapa yang pantas menggantikan posisi suamimu itu?”

Aku bergeming, mencerna semua yang diucapkan Dion. Aku sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan ini. Ini aku yang tidak konsen, atau Dion yang salah bicara? Aku tidak tahu.

Tubuhku tiba-tiba sangat lemas, hatiku kembali berdenyut. Banyak sekali rahasia yang disembunyikan Mas Mirza dariku.

“Aletta, are you ok?”

Aku tidak menjawab, menutup wajah dengan kedua tanganku.

“Aletta. Kenapa malah menangis?”

“Aku diceraikan suamiku.”

“What?!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Isabella
kayaknya bukan pelakor deh kayaknya murza sakit dan di senbubyikab
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
kmu liat d flm rusngsn Mirza ada yg d bw g aset2 mu ada yg mencurigakan g dn kmu hrs urus kantor cabang yg d dtngin Mirza .kmu bikin dia dn s pelakor sengsara dn g dpt pekerjaan d mana2 ..
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 2

    Setelah melewati drama yang panjang, kita pun berangkat ke acara yang sangat penting bagi kita. Ya, hari ini adalah peresmian dibukanya, rumah sakit yang Reza bangun dari nol. Berawal dari sebuah klinik, kini Reza bisa mewujudkan impiannya. Memiliki dan membangun rumah sakit atas nama dirinya sendiri.Tujuh tahun menjalani rumah tangga dengan Reza, aku merasa hidupku begitu sempurna. Memiliki suami yang baik dan bertanggung jawab, juga memiliki banyak anak.Dari pernikahan keduaku ini, aku sudah memiliki dua putra kembar, yang lahir lima tahun yang lalu. Dan saat ini, aku juga tengah mengandung sembilan bulan. Kehamilan kedua dari pernikahanku dengan Reza.“Razi, Riza, kok diam saja dari tadi. Marah sama, Mama, ya?” tanyaku pada kedua putra kembarku.“Tidak, biasa saja,” ujar mereka bersamaan.“Kok, pada cemberut, kenapa?” tanyaku lagi.Saat ini kami sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit.“Mama, mereka itu lagi marahan,” ujar Thalita yang duduk di belakang bersama mereka.“Kok, b

  • Pesan Talak dari Suamiku   Extra part 1

    “Aduh, sakit, Mas. Pelan-pelan, dong.”“Ini juga udah pelan, Sayang. Kamu tahan dikit, ya?”“Mas-nya jangan buru-buru.”“Iya, ini juga nyantai, kok. Sekarang kok, jadi susah masuknya, ya, Al? Perasaan, waktu yang pertama enggak sesusah ini, deh.”“Apa karena sekarang aku gendutan, terus lubangnya jadi mengecil, ya Mas? Aw, sakit.”“Bisa jadi, Al. Kita udahan aja, ya, gak tega aku liat kamu meringis kesakitan kayak gitu, Al.”“Tapi, aku pengen, Mas. Ayo, coba lagi. Kamu masukinnya yang bener, dong. Jangan salah-salah mulu.”“Iya, ini juga bener. Kita coba lagi, ya?”“Aduuh, sakit!”“Aduh, Al. Aku nyerah, aku gak bisa lanjutin!”Mas Reza mengangkat kedua tangannya, setelah sebelumnya menyimpan sebelah anting berlian milikku di meja rias.Kulihat dari pantulan cermin, dia mengusap keningnya yang berkeringat, lalu memutar pinggang ke kanan dan ke kiri. Mungkin pegal, dari tadi dia membungkukkan badan.Aku merengut, melihat diri di pantulan cermin. Sungguh menyedihkan, sebelah antingku tid

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 65

    Ruangan yang tadinya gelap gulita, kini menjadi terang menderang. Semua orang bersorak menyambut kedatanganku. Aku diam mematung, tidak percaya dengan semua ini. Thalita putriku, dia baik-baik saja dengan memakai gaun berwarna merah muda, dia terlihat sangat cantik dan anggun.Aku menutup mulutku dengan air mata yang sudah berjatuhan. Mereka mengerjaiku? Mereka menipuku dengan kabar penculikan Thalita?“Masuk, dong. Masa diam saja di sana,” ujar orang yang tak asing untukku.Aku melihat satu persatu wajah mereka. Ternyata semuanya ada di sini. Mama dan Papa, Kak Rasyid beserta keluarga istrinya pun turut hadir. Dan juga Dion dia ada di sini.Astaga, aku benar-benar telah mereka tipu.Reza menggiringku untuk semakin mendekati mereka. Aku masih diam, tidak bisa aku berkata-kata.“Selamat ulang tahun yang ke dua puluh tujuh adikku tersayang,” ucap Kak Rasyid dengan memeluk dan mencium pucuk kepalaku.Aku membalas pelukannya dan menangis di sana. Aku bingung harus berbuat apa. Aku terkeju

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 64

    Dengan diawali kata bismillah, Reza mulai melajukan mobil meninggalkan kediamanku. Tidak ada percakapan antara aku dan Reza. Aku sibuk dengan pikiranku yang terus teringat Thalita. Rasa was-was dan takut akan keselamatan putriku terus membayangiku. Dalam hati aku pun merasa senang karena sebentar lagi akan bertemu dengan dia.Reza mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalan ibu kota di malam hari.“Kita mampir ke klinik dulu, ya, Al?” ucap Reza membuatku menatapnya.“Untuk apa?”“Sebentar saja, aku hanya ingin memberitahu para perawat di sana, kalau aku akan pergi dan tidak akan bisa masuk kerja besok,” ujarnya lannsung berbelok ke arah klinik.Aku berdecak sebal. Sebenarnya aku tidak mau karena akan mengulur waktu untuk aku bertemu Thalita. Entah kenapa, Reza sangat santai dan seperti yang tidak mengkhawatirkan keadaan Thalita.Aku tidak bicara lagi, aku diam sampai dia kembali ke dalam mobil. Saat hendak akan melajukan mobil, tiba-tiba kaca mobil diketuk seseorang dari

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 63

    “Jangan melihatku seperti itu, aku hanya asal bicara,” ujar Reza mengerti isi hatiku.Aku pun mulai menyuapkan sedikit nasi ke dalam mulut. Dengan susah payah aku mengunyah hingga menelannya. Rasanya nasi yang aku makan terasa keras dan mengganjal di tenggorokanku.“Apa kalian punya musuh sebelumnya? Atau adakah yang kalian curigai sebagai penculik Thalita?” tanya Mama. Aku yang hendak menyuapkan nasi lagi, menghentikan tanganku di udara.Seketika ingatanku mengarah pada seseorang yang punya masalah denganku. Lita, apakah mungkin dokter itu yang menculik anakku?“Mungkinkah Lita yang menculik Thalita, Za?” tanyaku pada Reza.Reza mnggeleng cepat.“Itu tidak mungkin, Lita tidak akan melakukan hal senekad ini, Al. Lagipula, jika dia yang menculik Thalita, dia tidak akan meminta imbalan uang, tapi ... mungkin yang lain,” ujar Reza membuatku emosi.Bagaimana mungkin dia seyakin itu kalau bukan Lita yang menculik Thalita, sedangkan dia juga tahu kita sempat terlibat percekcokkan.“Aku yaki

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 62

    Sekarang, kami semua tengah berkumpul di ruang makan. Tidak sedikit pun makanan yang masuk ke dalam perutku. Bagaimana aku bisa makan, kalau putriku saja tidak aku ketahui rimbanya.“Al, dimakan, jangan didiamkan begitu makanannya,” ujar Papa mengingatkan.“Kita juga kehilangan Thalita, bukan Cuma kamu saja. Kamu harus makan agar kamu tidak sakit dan dengan cepat kita akan menemukan anakmu,” ucap Mama.Aku bergeming, bukan karena tidak mendengar teguran mereka, tapi aku tidak memiliki selera makan. Jangankan untuk makan, ingin bernapas lega pun aku tidak bisa jika belum mendapat kepastian tentang Thalita.Dering ponsel milik Reza berbunyi, aku mengangkat kepala berharap Thalita yang menghubungi kita.“Halo,” ucap Reza.Volume ponsel di loadspeaker oleh Reza agar kami bisa mendengar siapa yang menelpon.“Papa.” Aku mengambil ponsel dari tangan Reza.“Sayang, anak Mama, kamu di mana, Nak? Kamu sudah makan belum, Sayang?” tanyaku dengan berurai air mata.“Sudah, Ma. Thalita makan sama ay

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 61

    “Bu, Pak. Maaf, ini tabungan saya selama bekerja di sini, saya ikhlas jika uang ini dipake untuk menebus Thalita, Bu.” Niar, datang dengan membawa amplop berwarna cokelat yang berisikan uang.“Saya juga ingin memberikan tabungan saya untuk menebus Non Thalita,” ucap Pak Ari yang diikuti istrinya Bi Wati.Kami semua tertegun melihat mereka yang datang dengan membawa uang ke hadapan kami.“Maafkan saya, Bu. Ini salah saya, seandainya saya punya kekuatan untuk melawan mereka, Non Thalita tidak akan berhasil mereka culik,” ujar Pak Ari.Aku dan Reza saling pandang, begitu pun Mama dan Papa. Aku sama sekali tidak menyalahkan siapa pun, juga aku tidak pernah berpikiran akan meminta mereka untuk membayar tebusan untuk Thalita. Karena aku pun masih mampu untuk menyediakan uang sebesar itu.“Ni, Pak Ari, juga Bi Wati, saya tidak menyalahkan kalian, saya juga tidak akan menerima uang kalian itu. Saya masih mampu untuk membayar para penculik itu,” kataku melihat mereka yang duduk di lantai.“Kam

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 60

    “Sanggupi, katakan pada mereka, aku menyanggupi memberikan uang satu miliar pada mereka, asal Thalita kembali dalam keadaan selamat,” lanjutku.“Ok, sekarang kita pulang dulu sambil menunggu kabar dari mereka tentang di mana mereka menyekap Thalita.”“Bukannya kita akan ke kantor polisi? Kita lanjutkan saja ke sana,” kataku mengingatkan.“Mereka melarang kita melaporkannya ke polisi, kalau kita nekad, nyawa Thalita taruhannya.”Ya Allah Tuhan. Siapa sebenarnya mereka? Kenapa mereka menculik anakku. Aku semakin tergugu, anakku, belahan jiwaku dalam bahaya.Reza membawaku pulang ke rumah. Sebenarnya aku tidak ingin pulang tanpa Thalita, tapi aku juga tidak ingin bertindak gegabah yang nantinya akan membahayakan Thalita.Bayang-bayang kehilangan orang yang aku sayangi sangat jelas mengganggu pikiranku. Aku sudah kehilangan Mas Mirza, dan sekarang aku juga kehilangan putriku. Tidak, aku tidak mau itu terjadi. Akan aku berikan apa pun yang mereka inginkan asalkan Thalita bisa kembali dalam

  • Pesan Talak dari Suamiku   Bab 59

    Reza pun mengikuti saranku. Meskipun tidak ada petunjuk tentang siapa yang menculik Thalita, tapi aku berharap polisi bisa membantuku menemukannya.Suara ponsel di saku jas milik Reza membuat dia dengan terpaksa menghentikan laju mobilnya. Reza menepikan mobil di pinggir jalan yang sepi. Dalam hati aku berdoa kalau bukan dari klinik yang menghubungi Reza. Kalau telpon itu dari klinik, sudah bisa dipastikan Reza akan memutar arah.“Halo, siapa ini?”Aku mengerutkan kening, berarti bukan dari klinik.“Halo, siapa ini. Kenapa menghubungiku?” tanya Reza pada penelpon.“Siapa, Za?” tanyaku.“Tidak tahu, Al. Mungkin orang iseng.”Reza menyimpan ponselnya di dashboard. Baru saja Reza akan menyalakan mobil, dering ponsel kembali mengalihkan fokusnya.“Kamu saja yang angkat, Al,” ujar Reza.Aku pun mengambil ponselnya dan menggeser tombol hijau menerima panggilan.“Halo,” ucapku.“Mama!”Deg!Aku yang menyender, seketika menegakkan tubuh. Menajamkan pendengaran dari suara ponsel yang aku tempe

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status