Pesanku di Grup Chat Keluarga Tak Pernah Dianggap

Pesanku di Grup Chat Keluarga Tak Pernah Dianggap

last updateLast Updated : 2023-02-26
By:  Sarah KencanaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating. 1 review
74Chapters
22.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Tak dianggap di keluarga suami hanya karena status ipar? pun hanya sebuah pesan chat! Namun semua berubah ketika ia bersikap tegas.

View More

Chapter 1

Bab 1

[Mohon doa untuk kesembuhan Putra, semoga typus nya segera pulih] 

Pesan itu ku kirim ke grup keluarga Bang Rafi. Kondisi Putra anakku, lagi terbaring sakit. Seorang ibu hanya bisa meminta doa pada yang maha kuasa, semoga diberi kekuatan dan kesembuhan untuk anaknya.

Pun dengan doa-doa orang terdekat terutama keluarga, semoga bisa ikut bantu memanjatkan doa untuk kesembuhan Putra.

Sudah cukup lama pesanku itu terkirim, hanya dibaca saja. Tanpa seorangpun merespon. Sama halnya dengan yang dulu-dulu pernah terjadi, ketika aku mengirim pesan chat di keluarga Bang Rafi. Tak ada respon.  Dan saat itu aku masih berpikir positif.

"Dek, Abang hari ini pulang agak malam ya? Ada lemburan, nanti minta tolong sama Mba Tia gantian jagain Putra, supaya kamu bisa pulang sebentar urus Dinda. Abis dari kantor, Abang akan langsung ke rumah sakit gantian sama Mbak Tia. Gimana?" Suamiku memberi pendapatnya.

"Adek sih gak masalah, Bang. Sendirian juga bisa kok, jagain Putra. Nanti Dinda biar sama Bi Ratna aja. Biar adek yang hubungi Bi Ratna." Sengaja aku sebut adek dari mamaku saja yang bisa dimintain tolong, karena Bang Rafi sepertinya masih belum tahu saudaranya yang lain tak pernah sekalipun mau menjenguk Putra. Apalagi sekedar ucapan doa di grup. Tidak pernah! 

"Lha memang kenapa kalau sodara Abang yang bantuin? Kamu keberatan?" tanyanya.

"Gak lah, Bang. Masa aku keberatan. Senang malah. Cuma nanti Abang aja yang hubungi Mba Tia nya, ya? Adek agak sungkan, khawatir merepotkan Bang," jawabku sekenanya.

"Baiklah, kamu tenang aja, nanti Abang yang hubungi Mba Tia minta bantuan ya? Abang berangkat dulu ya Dek," pamit Bang Rafi sambil kucium takzim punggung tangannya itu.

Aku hanya menghela napas mendengar ucapan suamiku itu. Sepertinya memang belum tahu sama  sekali bahwa sikap keluarganya itu sangatlah berbeda kepadaku. 

Aku dan Bang Rafi sudah delapan tahun lebih menikah, dan dikaruniai dua buah hati. Putra anak pertama kami yang berusia enam tahun, dan Dinda baru berusia dua tahun.

Keluarga Bang Rafi sedikit tertutup padaku. Terutama kakak-kakaknya. Entah apa yang membuat mereka tak banyak ingin bersua denganku, sampai saat ini aku tak mengerti.

Ting!

Sebuah pesan masuk pada gawaiku dari grup keluarga Bang Rafi.

[Halo semua! Besok Kiya ulang tahun, Om Tante semua datang ya! Jangan lupa bawa kado buat Kiya,] 

Pesan itu dari Mbak Zara, kakak pertama Bang Rafi.

Ting! Ting!

[Wah, seru nih kayaknya ultah Kiya. Om Dika dan Tante Tia pasti datang! Mau kado apa nih Kiya nanti?]

Balas Bang Dika suaminya Mba Tia, yang merupakan kakak kedua  Bang Rafi.

[Kata Kiya minta boneka yang gede ya Om Dika dan Tante Tia,]

Ting! Ting!

Masih banyak lagi pesan yang masuk ke grup.

Hatiku mulai teriris. Sebait doa pun tak ada mereka ucapkan untuk Putra anakku. Tapi tidak dengan Kiya, yang akan merayakan ulang tahun, malah ditawarkan minta kado apa?

Ya Allah, sedikit 'nyes' di hati. Sabar ...

Ting!

[Selamat ya buat Kiya, maaf Om Rafi lagi banyak kerjaan. Jadi belum bisa hadir,] tulis Bang Rafi menimpali pesan saudaranya sendiri.

Hatiku makin sakit rasanya, bagaimana Bang Rafi tak melihat dan membaca situasi ini? 

Sudahlah, aku tak akan memintanya untuk mengerti perasaanku saat ini. Bang Rafi yang kurang peka atau memang sengaja karena tak enak hati dengan keluarganya itu. Atau aku yang terlalu bawa perasaan?

[Selamat ya, Kiya ... Tante Fiza belum bisa hadir juga. Karena masih jagain Putra di rumah sakit. Nanti kadonya nyusul ya,]

Ku beranikan menulis ucapan selamat untuk anaknya Mba Zara. Sengaja, supaya mereka tau ada keponakan mereka juga yang lagi terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Sejam, dua jam, bahkan sudah tiga jam pun, tak ada yang membalas pesanku itu.

Ku hubungi Bi Ratna di grup keluarga besar ku. Alhamdulillah Bi Ratna berkenan membantu menjaga Dinda.

[Nanti siang atau malam, Mas datang ya Dek, jenguk Putra.] tulis Mas Deni, kakakku yang tertua.

[Mbak insyaAllah juga nanti kesana ya Fiza,] tulis Mbak Dea istri Mas Tomi kakak kedua.

Dan semua keluargaku lainnya dari malam kemarin hingga hari ini tetap memberikan doa dan kabar kalau mereka akan membesuk keponakannya di grup keluarga.

Tapi tidak dengan chat digrup keluarga Bang Rafi? Aku jarang sekali mendapat respon dari mereka.

Sebenarnya, aku tak berharap banyak dari keluarga Bang Rafi, hanya butuh sedikit saja perhatian untuk Putra. Hanya sebentuk doa yang aku butuhkan. Bukan yang lain. Apa aku berlebihan?

Entahlah, mungkin mereka menganggap aku ini hanya seorang ipar saja. Tidak lebih. Ipar yang mungkin kebetulan mengambil alih posisi adiknya mereka. Dan mungkin bagi mereka, aku tak layak mendapat perhatian mereka. Aku tak tahu.

Sementara, aku dan Bang Rafi tak pernah kurang-kurangnya memberi perhatian pada saudara-saudaranya itu. Namun bagi mereka, apa yang kuberi tidak lain itu adalah pemberian dari Bang Rafi saja, adik mereka.

Apa karena Bang Rafi kerja nya ditempat yang bagus dan selalu menuruti kebutuhan saudaranya, jadi mereka hanya perhatian pada suamiku saja? 

Sungguh, mereka tak mengetahui kebenaran sesungguhnya.

Tapi, apalah daya, aku bukanlah tipe wanita yang gampang koar-koar demi untuk mencari perhatian mereka. Tidak, aku tak perlu berbuat begitu.

Kita lihat saja nanti!

Saat malam hari tiba, Bang Rafi baru kembali ke Rumah Sakit. Aku memintanya pulang dulu kerumah menjenguk Dinda. 

Kasihan jika salah satu dari kami seharian tak menjenguk putri kecil kami itu.

Dan malam ini, Bang Rafi sudah kembali ke rumah sakit dan membawa makanan untukku.

"Capek, ya Dek? Maaf ya ..." 

"Buat anak sendiri, gak kenal capek adek, Bang. Tadi dokter bilang Putra sudah mendingan, hasil cek darah ketiga tadi, sudah bagus hasilnya. Mungkin dua hari lagi Putra dibolehin pulang," jawabku.

"Alhamdulillah kalo gitu," katanya lagi.

Aku merapihkan beberapa barang bawaan dari Mas Deni dan Paman Joni adik papaku, dan keluarga ku yang lainnya yang tadi siang membesuk Putra.

Bahkan sengaja ku abadikan pemberian mereka itu kedalam status aplikasi hijau ku.

"Terimakasih orang-orang baik yang sudah mendoakan Putra"

Statusku itu sudah dibaca pula oleh Bang Rafi beberapa detik setelah kubagikan.

"Dek ..."

"Ya, Bang?"

"Maaf ya, Mbak Tia ga bisa datang untuk menjaga Dinda tadi, katanya ..." 

"Sudah Bang, gak papa kok. Acara Kiya lebih penting kayaknya ..." 

"Jangan gitu dong Dek? Mungkin memang ..."

"Ssssht, jangan berisik Bang. Tar Putra bangun. Iya, aku tau Mbak Tia bantu-bantu disana, kan memang penting acara ultah ketimbang Dinda," ujarku, sambil berbisik pelan agar tak membangunkan Putra.

"Maafin Abang ya?" Sambil menarik napas dalam, Bang Rafi tertunduk, mungkin sedikit malu.

Aku hanya mengangguk pelan padanya, supaya Bang Rafi berfikir dan melihat, apa yang ada di otaknya tentang keluarganya itu terbuka lebar aslinya kayak apa.

Aku mulai istirahat di kasur satunya. Kebetulan Putra kami tempatkan di ruang rawat inap VIP. Jadi, ada fasilitas kasur dan sofa diruangan ini.

Bang Rafi terlihat juga sangat mengantuk. Aku memberinya selimut, agar bisa beristirahat dengan nyenyak.

Malam ini aku malah sulit memejamkan mata. Entah, sepertinya aku kepikiran dengan apa yang terjadi hari ini.

Ting! Ting!

Gawai Bang Rafi berbunyi. Tapi tidak dengan gawaiku. Itu tandanya, ada pesan masuk seseorang atau dari grup yang tidak sama dengan grup yang kupunya.

Bang Rafi tak bergerak sedikitpun. Aku beranjak dari kasur ini mendekati Bang Rafi.

Sudah terlelap. 

Aku ambil gawainya, karena rasa penasaran di hati ingin melihat isinya.

Kubuka perlahan aplikasi warna hijau itu. Grup Keluarga Ramlan sudah ada beberapa notifikasi.

Artinya, grup itu hanya berisi keluarga besar Bang Rafi saja tanpa ada ipar-iparnya.

Aku klik gambar kaca pembesar, kutulis 'Keluarga Ramlan'. Langsung keluar serentetan pesan yang muncul di ikon search itu.

Tanpa harus membukanya, aku bisa membaca apa isi pesan disana.

[Raf, itu Putra banyak banget yang besuk? Kalau ada barang-barang bawaan pengunjung yang ga kepake istrimu, bawa kesini lah!] tulis Mba Zara.

[Iya tuh! Coklat gede banget tadi di statusnya Fiza, lempar sini dong!] pesan ini dari Mba Tia.

[Bilang ma Fiza, kado buat Kiya jangan lupa! Kalo gak, mentah nya aja kirim!] tulis Mba Zara lagi.

[Kata Mama, minta kado Putra yang isinya sweater itu Raf, buat ngadoin anak tetangga yang mau ulang tahun!] 

Dadaku terasa panas, ucapan doa untuk Putra sedikitpun tak mereka lontarkan di grup chat keluarga! Bahkan mereka jarang dan malas berbicara didepanku secara langsung! Tapi ternyata seperti ini kelakuan saudara-saudara Bang Rafi di grup keluarganya!

Sesak rasanya ...

Bersambung ...

☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

default avatar
widha.87
ini sdh tamat kah thor?? kok tumben lama lanjutannya...
2023-03-06 22:27:28
1
74 Chapters
Bab 1
[Mohon doa untuk kesembuhan Putra, semoga typus nya segera pulih] Pesan itu ku kirim ke grup keluarga Bang Rafi. Kondisi Putra anakku, lagi terbaring sakit. Seorang ibu hanya bisa meminta doa pada yang maha kuasa, semoga diberi kekuatan dan kesembuhan untuk anaknya.Pun dengan doa-doa orang terdekat terutama keluarga, semoga bisa ikut bantu memanjatkan doa untuk kesembuhan Putra.Sudah cukup lama pesanku itu terkirim, hanya dibaca saja. Tanpa seorangpun merespon. Sama halnya dengan yang dulu-dulu pernah terjadi, ketika aku mengirim pesan chat di keluarga Bang Rafi. Tak ada respon.  Dan saat itu aku masih berpikir positif."Dek, Abang hari ini pulang agak malam ya? Ada lemburan, nanti minta tolong sama Mba Tia gantian jagain Putra, supaya kamu bisa pulang sebentar urus Dinda. Abis dari kantor, Abang akan langsung ke rumah sakit gantian sama Mbak Tia. Gimana?" Suamiku memberi pendapatnya."Adek sih gak masalah, Ban
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more
Bab 2
Ting!Berbunyi lagi notifikasi di aplikasi chat milik keluarga Bang Rafi. [Udah tidur kayaknya si Rafi! Ga dibalas-balas!] [Sudahlah, besok subuh aku yang telpon dia. Keenakan si Putra, apa-apa serba ada dari keluarganya itu!][Iya nih, mana Rafi belum deal soal kemarin. Jadi gak sabar!]Aku semakin penasaran, apa maksud dari Mba Tia bahwa Bang Rafi belum deal? Sampai-sampai semuanya seperti tak sabar?Ya Tuhan, ada apa ini? Mengapa hati ku merasa ada yang aneh. Mengapa rasanya banyak hal yang Bang Rafi tutupi dari ku?Aku letakkan kembali gawai milik Bang Rafi pada tempatnya. Ia masih tertidur sangat pulas. Sejenak ku pandangi wajah lelaki yang telah menjadi imam ku itu. Wajah tulusnya masih terpancar, bahkan rasa kasih dan cinta darinya masih ada di wajah yang sedang terlelap itu.Aku mulai memejamkan mata ini. Mencoba untuk lebih tenang dari hal-hal yan
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more
Bab 3
"Eh, ada Mba Tia! Udah lama Mba?" tanyaku basa basi, karena pasti dia malas ngomong denganku.Yang ditanya hanya diam sambil menaikan alisnya, tanda 'iya, sudah lama disini', Ya Allah, sabar!"Dek, udah sampe ya?" Bang Rafi yang malah gelagapan."Iya, aku dari tadi Bang, sampenya," biar pada penasaran kalau pembicaraan mereka tadi ngerasa jangan-jangan sudah terdengar olehku."Eh, mmm ... Fiza, itu kamu bawa apa!" tiba-tiba Mba Tia bersuara dengan raut jutek, tumben, pikirku."Oh, ini makan malam Mba. Tadi Bang Rafi sudah memesan sebelumnya. Mba Tia sudah makan?" tanyaku lagi-lagi basa-basi padanya."Yaudah, Dek. Siapin makan ya, buat Mba Tia sama kamu aja yang makan. Mas nanti aja," dengan cepat Bang Rafi mengutarakan lebih dulu, khawatir aku ngomong macam-macam depan kakaknya itu.Aku yang tahu bahwa memang sudah menjadi sifat Bang Rafi selalu mendahulukan saudaranya ketimbang diri se
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more
Bab 4
"Dek ..."Bang Rafi geleng-geleng kepala tanda ia menyesal karena telah salah berucap soal makan malam ku tadi yang diambil Mba Tia."Adek hanya ingin Abang itu objektif, Bang. Selama ini Adek selalu sabar ngadepin keluarga Abang! Adek gak bakal juga Bang mengumbar aib ipar sendiri jika suami Adek tak banyak tau kejadian sebenarnya! Menurut Abang, apa adek salah?" kutanya balik dia."Gak Dek,  kamu gak salah! Abang yang salah. Selama ini terlalu memihak pada sodara Abang. Maafin Abang ya, Dek? Abang janji bakal lebih percaya sama kamu," Bang Rafi memegang erat kedua tanganku, tampak dimata nya ia begitu menyesal."Gak papa, Bang. Adek maafin kok? Tapi tolong Bang, buka lebar-lebar mata Abang!" lanjutku sembari menahan amarah yang terpendam selama ini. Aku memang harus banyak bersabar mengahadapi sikap Bang Rafi yang memang terlalu polos. Ya Tuhan ..."Sungguh Dek, Abang ... Abang ..." ujarnya bingun
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more
Bab 5
Aku benar-benar sudah tak tahan dengan sikap Mba Tia. Seenaknya saja buat aturan demi kepentingan hidupnya sendiri."Maaf ya, Bang. Adek gak bermaksud tak sopan, tapi adek kesal dengar mulut Mba Tia barusan.""Iya Dek, Abang juga ga nyangka ... Abang jadi paham sekarang .... Semoga saja Mba Tia gak bakalan berani minta-minta sama Abang lagi. Dek ... maafin Abang ya? Abang benar-benar baru terbuka pikirannya. Selama ini memang tak pernah Abang lihat Mba Tia seperti itu.Mungkin karena dulu semua keinginannya Abang turuti, jadi Mba Tia terlihat baik-baik saja depan kamu.Ingatkan Abang ya Dek, jika Abang nantinya ada kelupaan lagi ..."Aku mengangguk, berharap ucapan Bang Rafi memang benar-benar sebuah penyesalan. Karena aku paham sekali tabiat suamiku ini. Tak tega-an. Jadi gampang dimanfaatkan orang.Hari ini Putra sudah boleh pulang kata dokternya. Aku merasa sangat lega. Setidaknya,
last updateLast Updated : 2022-12-27
Read more
Bab 6
"Cukup Mba!" bentak Bang Rafi."Kenapa? Benar kan ucapan Mba? Kalian berbohong padaku! Kau lebih peduli pada dia ketimbang saudara kandungmu!" cecar Mba Fiza tak kalah nyolot."Maaf ya Mba, ini keluarga saya dan Bang Rafi! Bukan menjadi wewenang Mba Zara untuk ikut campur! Kalau Mba butuh uang, silahkan minta sama suami Mba Zara sendiri, bukan sama Bang Rafi! Kalaupun Bang Rafi atau aku ingin memberi Mba uang, itu adalah bentuk sedekah kami pada Mba!" kubalas ucapannya barusan dengan tatapan tajam pada matanya."Hei! Jangan kurang ajar ya kamu Fiza! Saya bukan pengemis yang butuh sedekah! Ingat, Rafi itu adik kandungku, jadi aku berhak meminta bantuan padanya! Paham!" balasnya tak mau kalah."Dia memang adikmu Mba, tapi bukan suami Mba yang wajib nafkahi Mba Zara tiap butuh uang! Dan ingat Mba, banyak rumah tangga jadi hancur gara-gara saudara ipar macam Mba Zara," balasku juga makin emosi."Kau ... berani sama ak
last updateLast Updated : 2023-01-11
Read more
Bab 7
"Cukup Mba!" bentak Bang Rafi."Kenapa? Benar kan ucapan Mba? Kalian berbohong padaku! Kau lebih peduli pada dia ketimbang saudara kandungmu!" cecar Mba Fiza tak kalah nyolot."Maaf ya Mba, ini keluarga saya dan Bang Rafi! Bukan menjadi wewenang Mba Zara untuk ikut campur! Kalau Mba butuh uang, silahkan minta sama suami Mba Zara sendiri, bukan sama Bang Rafi! Kalaupun Bang Rafi atau aku ingin memberi Mba uang, itu adalah bentuk sedekah kami pada Mba!" kubalas ucapannya barusan dengan tatapan tajam pada matanya."Hei! Jangan kurang ajar ya kamu Fiza! Saya bukan pengemis yang butuh sedekah! Ingat, Rafi itu adik kandungku, jadi aku berhak meminta bantuan padanya! Paham!" balasnya tak mau kalah."Dia memang adikmu Mba, tapi bukan suami Mba yang wajib nafkahi Mba Zara tiap butuh uang! Dan ingat Mba, banyak rumah tangga jadi hancur gara-gara saudara ipar macam Mba Zara," balasku juga makin emosi."Kau ... berani sama ak
last updateLast Updated : 2023-01-12
Read more
Bab 8
"Ma ... kenapa ngomong begitu? Fiza itu istri Rafi, Ma. Menantu Mama!" Bang Rafi agak meninggi nada suaranya."Mama tau! Tapi benar kan perkataan Mama? Ga perlu persetujuan dia kalau mama akan tinggal disini! Sudah, Mama mau istirahat dulu!" Tanpa rasa bersalah, Mama mertua menyuruh kami berdua keluar dari kamar yang telah ku rapi kan dari tadi.Bang Rafi langsung mengajakku ke kamar. Ia menatap lekat kesedihan dimataku."Maafin Mama ya Dek? Sungguh, Abang malu sama kamu ... Mama tak tau apa-apa soal kamu, malah bicaranya tidak mengenakkan hati begitu. Jangan diambil hati ya, Dek?" hibur Bang Rafi.Aku hanya bisa menahan gejolak dalam dada. Yang terasa begitu menyakitkan.Bagaimana bisa mertuaku itu berbicara dengan seenak mulutnya saja? Aku menahan diri agar tak berbicara dengan kasar pada Mama mertua. Walau sangat ingin membalas semua ucapan kata-katanya itu dengan kebenaran yang ad
last updateLast Updated : 2023-01-12
Read more
Bab 9
Pagi hari saat sebelum Bang Rafi berangkat kerja, ia sempat mengajak Mamanya untuk berbicara mengenai rumah yang dikatakan oleh Mba Tia. Bang Rafi sudah sangat hati-hati menanyakan hal ini, khawatir Mama masih belum siap bahkan melakukan tindakan aneh-aneh lagi seperti kemarin.“Ma … Rafi ingin sekali berbakti pada Mama. Rafi mohon, jika Mama memang lagi ada masalah, beritahu Rafi. Rafi akan berusaha bantu Mama,”Mama hanya mengehela napasnya perlahan. Terlihat sekali dadanya seperti ada himpitan yang membuatnya tak mampu bicara. Aku kasihan sebenarnya dengan Mama mertua, tapi apa daya diriku yang memang jarang sekali dianggap. Aku jadi mengingat, pernah dulu ketika Putra baru lahir, Mama mertua sama sekali tidak mengunjungiku. Karena yang  kudengar dari Bang Rafi, Mama mertua saat itu sibuk mengurus Kiya, anak Mba Zara yang dirawat di rumah sakit. Awalnya aku berfikir biasa saja, tapi Lamat kau  mulai menyadarinya. Mama sama
last updateLast Updated : 2023-01-12
Read more
Bab 10
Aku harus tahan dengan tuduhan Mba Tia. Karena aku tahu sekali tabiatnya seperti apa, tak beda jauh dengan Mba Zara. “Apa-apaan Mba! Hentikan! Rafi tau kalian tidak ada yang menganggap Fiza layaknya seorang adik ipar! Jadi cukup sudah Mba membuat Rafi marah dengan kata-kata Mba Tia barusan ke Fiza!” ujar Bang Rafi sambil menarik tangan kakaknya itu, karena memang sangat keras sekali tadi ia menarik tanganku hingga tersungkur ke lantai.“Mba heran sama kamu ya, Raf? Istri kamu itu mengusir Mama! Paham?!” sahut Mba Tia tak kalah amarahnya.“Memang percuma saja bicara pada kalian, sama saja! Selalu berat sebelah dan tak mau menerima kebenaran yang ada! Ayo Dek, kita pulang saja! Percuma kita disini kalau tak dianggap!” Dengan secepat kilat, Bang Rafi merangkulku melangkah pulang meninggalkan Mama mertua yang masih terlihat syok dan lemas.Entah apa yang membuat suamiku itu sampai tak sempat pamit pada Mama nya, tan
last updateLast Updated : 2023-01-12
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status