Share

Bab 12

Penulis: Tama Fernandez
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-07 20:46:20

Pak Arman sedang di Jakarta untuk rapat bisnis selama tiga hari. Seta ada kelas dari pagi sampai sore. Dan ia, Gilbert, diminta Seta sendiri untuk menemani ibunya.

"Mama nggak suka sendirian di rumah gedé gini, Gil. Kamu bisa temani dia nggak? Gue percaya sama kamu," kata Seta kemarin dengan penuh kepercayaan.

Kepercayaan yang terus-menerus ia khianati.

Sriiit! Brek!

Motor berhenti di carport. Gilbert turun sambil melepas helm. Tangannya sedikit gemetar.

Cklek! Kriiet!

Pintu depan terbuka sebelum Gilbert sempat menekan bel. Sheilla berdiri di ambang pintu dengan dress kasual putih dan cardigan rajut abu-abu. Rambutnya dikuncir rendah, beberapa helai tergerai di wajahnya.

"Kamu datang," ucap Sheilla dengan senyuman lembut.

"Seta yang minta aku ke sini. Dia khawatir Kakak sendirian."

Sheilla menutup pintu dan mengunci dengan gerakan perlahan.

Klek! Klik!

Suara gembok pintu terdengar sangat jelas di tengah kesunyian rumah besar itu.

Mereka berdiri berhadapan di ruang tamu dengan jarak be
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   Bab 46

    Pagi itu seharusnya menjadi awal dari segalanya. Sheilla telah mempersiapkan mental sepanjang malam—kata-kata yang akan diucapkan, nada bicara yang tepat, cara memandang Arman saat mengucapkan permintaan cerai. Namun takdir berkehendak lain.Langkah kakinya turun dari anak tangga terakhir terhenti mendadak. Jantungnya seakan berhenti berdetak.Bruk.Di ruang tengah, tepat di depan sofa kesayangan mereka, Arman tergeletak tak sadarkan diri. Wajahnya pucat, bibir sedikit membiru, satu tangannya mencengkeram dada dengan lemah."MAMA! PAPA GAK SADAR!"Teriakan Seta memecah keheningan pagi. Pemuda itu berlutut di samping ayahnya, tangannya gemetar menyentuh pipi Arman yang dingin. Mata Seta melebar, diliputi kepanikan yang tak pernah Sheilla lihat sebelumnya.Sheilla tersadar. Instingnya sebagai ibu dan mantan perawat langsung mengambil alih. Ia berlari menghampiri, jatuh berlutut di samping Arman."Arman! Arman, bangun!" Sheilla menepuk pipi suaminya dengan lembut namun tegas. Tidak ada r

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   bab 45

    Deg! Deg! Deg!Jantung Gilbert berdebar sangat keras—seperti akan meledak. Ia menatap Sheilla dengan mata melotot, mulut terbuka, tidak bisa berkata apa-apa. Kata-kata yang baru saja Sheilla ucapkan masih bergema di telinganya."Aku akan cerai dari Arman. Aku akan pilih kamu."Keheningan mencekam menyelimuti studio. Hanya terdengar suara AC yang berdesir pelan dan napas berat mereka berdua."Kamu... serius?" tanya Gilbert akhirnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.Sheilla menatap Gilbert dengan tatapan yang sangat tegas—tatapan yang belum pernah Gilbert lihat sebelumnya. Tatapan seorang wanita yang sudah membuat keputusan besar dan tidak akan mundur lagi."Aku serius. Sangat serius. Aku akan cerai dari Arman. Dan setelah semuanya selesai, aku akan bersama kamu. Officially."Gilbert menggeleng—panik mulai menguasai dirinya."Sheilla, tunggu. Kita belum memikirkan ini dengan matang. Ini keputusan besar. Ini akan mengubah segalanya—"Sheilla memotong dengan suara yang keras namun

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   Bab 44

    Cklek! Kriiiit...Pintu studio lama Sheilla terbuka pelan. Gilbert melangkah masuk dengan langkah berat—wajahnya lelah, mata sembab, bahu membungkuk. Ini hari ketujuh. Hari terakhir ultimatum David.Studio yang biasanya terang benderang kini gelap—hanya lampu meja kecil di sudut yang menyala redup. Sheilla sudah ada di sana, duduk di sofa tua dengan tangan terlipat di pangkuan.Wanita itu terlihat sama hancurnya dengan Gilbert. Rambut diikat asal, wajah tanpa makeup, mata bengkak."Kamu datang," ucap Sheilla pelan tanpa mengangkat wajah.Gilbert duduk di sofa seberang dengan jarak yang cukup jauh—tidak seperti biasanya yang selalu ingin dekat."Kita harus bicara," ucap Gilbert dengan suara datar—suara orang yang sudah terlalu lelah merasakan apapun.Sheilla mengangguk."Aku tahu."Hening sejenak. Hanya terdengar suara AC yang berdesir pelan dan detak jam dinding.Tik tok tik tok tik tok...Gilbert menarik napas panjang sebelum akhirnya berbicara."Mungkin... mungkin kita harus berhent

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   Bab 43

    Ultimatum: Satu minggu.Tujuh hari untuk mengakhiri hubungan dengan Sheilla atau David akan membongkar semuanya.Gilbert meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Layar menyala terang di kegelapan—pukul dua pagi lewat empat puluh tiga menit.Ia tidak bisa tidur. Tidak mungkin bisa tidur dengan beban seperti ini.Dengan tangan gemetar, ia membuka aplikasi Signal—satu-satunya aplikasi komunikasi aman yang masih mereka gunakan. Mengetik pesan untuk Sheilla."Kamu masih terjaga?"Send.Whoosh!Gilbert menatap layar dengan napas tertahan. Tiga menit terasa seperti tiga jam.Akhirnya balasan datang."Iya. Tidak bisa tidur. Ada apa? Kamu okay?"Gilbert menarik napas panjang sebelum mengetik balasan yang sangat berat."Kita dalam masalah. Sahabat aku sudah tahu tentang kita. Dia kasih ultimatum seminggu."Tidak ada balasan selama beberapa menit. Gilbert bisa membayangkan Sheilla di Bandung sana—duduk di kamar mandi dengan air shower menyala untuk menutupi suara, menatap ponsel dengan wajah

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   Bab 42

    Brak! Brak! Brak!Pintu kamar Gilbert digedor keras dari luar. Gilbert yang sedang berbaring sambil menatap langit-langit langsung terlonjak kaget. Ia melirik jam dinding—pukul sembilan malam."Gilbert! Buka pintunya! Sekarang!"Suara David terdengar keras dan serius—nada yang belum pernah Gilbert dengar sebelumnya dari sahabatnya itu.Gilbert bangkit dengan langkah gontai dan membuka pintu.Cklek! Brak!David langsung masuk tanpa permisi—wajahnya merah, rahang mengeras, mata menatap tajam."Kita harus ngomong," ucap David sambil menutup pintu di belakangnya dengan keras.Gilbert berdiri canggung di tengah kamar."Ada apa, Vid? Kenapa kamu marah—"David memotong dengan suara keras."Kamu ada hubungan dengan wanita yang sudah menikah!"Kalimat itu seperti petir di siang bolong. Gilbert merasakan darahnya mengalir dingin. Wajahnya pucat seketika."Apa? Nggak—"David melangkah maju—menunjuk Gilbert dengan jari yang gemetar karena amarah."JANGAN BOHONG! Aku sudah mengamati kamu berbulan-

  • Pesona Ibu Tiri Temanku   Bab 41

    Ia menemukan Gilbert berdiri di pojok koridor—sendirian, menatap layar ponsel dengan ekspresi yang sulit dibaca. Wajahnya murung, bahu sedikit membungkuk, aura di sekelilingnya gelap.David mendekat dengan langkah pelan.Tap tap tap..."Gil, yuk makan siang. Gue laper banget," ajak David sambil menepuk pundak Gilbert.Gilbert tersentak kecil—seperti orang yang tiba-tiba terbangun dari lamunan."Eh... maaf, Vid. Gue ada tugas yang harus dikerjain di perpus. Lain kali aja ya."David mengerutkan dahi."Lo udah seminggu ini terus nolak ajakan gue. Ada apa sih?"Gilbert menggeleng cepat sambil memaksakan senyum."Nggak ada apa-apa kok. Gue cuma lagi banyak kerjaan."David tidak percaya tapi tidak memaksa."Oke deh. Tapi kalau lo butuh temen ngobrol, gue ada ya."Gilbert mengangguk sebelum berbalik dan berjalan menuju perpustakaan.David berdiri sendirian di koridor—menatap punggung Gilbert yang menjauh dengan tatapan penuh tanya."Ada yang nggak beres," gumamnya pelan.***Kantin kampus, s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status