Share

Pesona Istri yang Tak Dianggap
Pesona Istri yang Tak Dianggap
Author: Borneng

Si Kembar yang Malang

Author: Borneng
last update Last Updated: 2024-11-12 22:02:23

“Tangisan kedua anak itu membuat ibu ingin meledak. Apa kamu tidak bisa membeli susu yang bagus supaya anak itu berhenti menangis!” bentak seorang wanita sambil berdecak pinggang.

“Sudah Bu.”

“Lalu kenapa mereka selalu menangis tiap malam, aku jadi terganggu tidur kepalaku sakit.”

‘Astagfirullah, namanya juga bayi yang masih berusia dua bulan, wajar masih sering menangis,” ujar Talita dalam hati, tetapi tidak sekalipun ia melawan ataupun ia membantah omongan ibu mertuanya. Ia sudah memutuskan jadi ibu sambung untuk kedua  bayi malang itu, itu artinya ia sudah siap dengan semua yang akan terjadi.

“Bayi baru dua bulan memang sering rewel Bu.”

“Tidak! kata siapa? Anak saya semuanya tidak ada yang rewel.”

Talita diam, ia tidak menyahut lagi.

Emir juga diam, ia menikmati makan malamnya tanpa membela Talita ataupun ibunya.

Kadang Talita berpikir kalau mantan kakak iparnya punya penyakit jiwa, karena ia hanya diam.

Talita merasa sangat kasihan pada mbaknya karena mendapat suami dan ibu mertua seperti nenek lampir.

“Lagian Lu kagak usah kerja lagi kenapa sih!? lo gak kasihan sama anak kakak kamu yang tidak punya ibu lagi,” ucap iparnya.

Talita hanya diam, menahan semua tekanan dari sana sini di dalam rumah tanpa ada satu orangpun yang membelanya.

Setelah makan malam usai, ia naik lagi ke kamar baby kembar. Hanya di kamar bernuansa biru putih itulah ia merasa tenang.

Melihat kedua bayi malang tertidur pulas, air mata Talita tidak terasa menetes membasahi pipinya, ia kasihan pada kedua bayi tidak berdosa itu mereka ditolak ayah dan keluarga ayahnya.

‘Mbak, apa sebenar yang terjadi, kenapa mereka menolak anak-anakmu? beri aku sedikit petunjuk,” ucap Talita mengusap linangan air di pipinya.

Tidak ingin larut dalam kesedihan, ia mengambil sajadah dan mukena yang disimpan di kamar baby kembar, shalat tahajud membuat hatinya tenang.

Kala ia sedang sholat, tiba-tiba keduanya menangis, dan tangisannya semakin mengkelangar, dan saat itu susternya kebetulan sedang mandi.

Ibu mertuanya datang dan ipar membuka pintu dengan keras.

“Kamu budak iya, Anak nangis kok dibiarkan!?” teriaknya. padahal sudah jelas-jelas ia melihat Talita sedang sholat. Bukannya langsung menggendong cucunya agar diam dan tenang,wanita itu malah teriak marah dan memaki-maki Talita. Beruntung Desi buru-buru mandi dan dia menggendong Hasan , baby dengan tangisan yang paling ribut.

Dengan tenang Talita melipat sajadah miliknya dan menggendong Hasnah.

“Kamu tidak bisa menyuruh mereka diam apa!? Membuatku pusing ,” ucap Rita .

“Iya ampun Mbak, mereka masih bayi yang baru lahir wajar kalau sering menangis,” ucap Talita.

“Mereka membuatku pusing, suruh diam!” Bentak Ibu mertuanya lalu Ibu dan anak itu keluar dari kamar si kembar.

Talita hanya bisa mengelus dada dan menghela napas melihat kelakuan ibu mertua dan iparnya.

Tetapi anehnya, seribu apapun dan seheboh apapun terjadi di kamar si kembar, Emir tidak pernah peduli, seolah-olah kedua anak kembar itu bukan anaknya dan bukan bagian keluarganya. Ia akan selalu diam dan bersikap acuh dengan semua keadaan.

“Ya Allah, hamba lelah,” ujar Talita mengusap bulir air dari matanya.

“Sabar Bu, demi anak-anak,” ujar Desi menunjukkan sikap simpati pada majikannya.

“Saya juga manusia biasa, ada saatnya lemah tidak berdaya seperti saat ini.”

“Iya saya mengerti Bu, tapi aku juga bingung kenapa mereka semua tidak ada yang menyayangi anak-anak malang ini.”

“Iya, mereka berdua anak-anak malang.” Talita mendaratkan bibirnya ke kening kedua baby kembar.

Talita juga lelah kerja di rumah sakit, tetapi ia merasa lebih lelah lagi saat tiba di rumah, karena kelakuan keluarga suaminya.

Talita masuk ke dalam kamar, kali ini ia sudah tidak tahan lagi ia harus bicara dan bertanya pada Emir tentang apa yang sebenarnya yang terjadi. Ia sudah dua bulan lebih, tetapi kenapa Emir hanya jadi penonton, hanya bisa diam dan diam, tetapi, kali ini Lisa harus bicara.

Saat masuk ke dalam kamar, lelaki yang berprofesi sebagai polisi itu sedang sibuk memainkan ponsel nya, ia duduk menyandarkan tubuhnya di sandaran ranjang.

“Mas, kita harus bicara.”

“Iya.”

“Sebenarnya ada apa dengan kalian semua?”

“Memang kenapa?” tanya Emir tidak mengalihkan matanya dari benda pipi berwarna putih itu.

“Kenapa Mas selalu bersikap tidak peduli pada Hasan dan Hasnah?”

“Aku mau tidur mengantuk,” ujar Emir tidak mau membicarakan tentang baby malang itu.

“Seorang lelaki sejati harus berani mengucapkan kebenaran," ujar Talita kehabisan kesabaran.

“Mereka bukan anakku!!”

“Haaa … ! ma-ma-maksudnya apa Mas?” tanya Talita nyaris pingsan.

“Kenapa kamu tidak tanyakan pada mbak mu di kuburan sana, tanyakan padanya anak siapa yang ia lahir kan," ujar Emir memunggungi Talita.

Talita merasa bagai di timpa dengan batu besar, merasa rongga dadanya terhimpit dan susah bernapas, mendengar penuturan Emir.

Talita mematung dengan mata bulat itu semakin membesar karena terkejut.

“Bukan kah tuduhan itu tidak terlalu jahat, Mas," ujar Talita berharap apa yang ia dengar salah.

“Tidak ! itu bukan tuduhan, itu kebenaran," balas Emir masih dengan posisi tubuh membelakangi.

“Lalu, mereka bukan anakmu, lalu mereka anak siapa?”

“Itu tugas kamu mencari tahu.”

“Mbak Hanum bukan orang yang seperti itu Mas, jangan menuduh seperti itu, itu tidak masuk akal,”ucap Talita menangis terisak-isak.

Talita merasakan rasa yang amat sakit di dalam dadanya saat Emir mengungkapkan baby kembar yang malang itu, bukanlah darah dagingnya, rasa kecewa, bingung, malu. Hal itulah yang dirasakan Talita. Ia tidak percaya kalau mbak yang ia sayangi melakukan hal tercela seperti itu.

Karena ia tahu kalau Hanum sangat mencintai suaminya, bahkan ia rela meninggalkan profesinya sebagai perawat demi menjadi istri Emir.

Talita Hanum rela menikah dengan abang iparnya Emir Fazwan setelah kematian sang kakak. Emir memiliki sikap yang dingin dan cuek.Talita rela menikah demi kedua keponakannya.

 “Berhentilah menangis dan tidurlah, kamu boleh menjaga anak-anak itu di rumah ini, tetapi jangan harapkan kalau aku akan memberikan mereka perhatian layaknya seorang ayah,” ujar Emir. Ia tidur memunggungi Talita yang masih duduk dalam tangisan.

‘Apa semua yang dikatakan Mas Emir benar Mbak? Apa Mbak lakukan, bagaimana ini, bagaimana aku menatap wajah mereka semua, jika hal itu benar ucap Talita dalam hati, matanya menatap foto Hanum yang masih tergantung rapi di dalam kamar.

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Akhir yang Bahagia

    Pernikahan Dila dan DimasPersiapan pernikahan Dila dan Dimas dimulai dengan adat Minang yang kaya tradisi. Tahapan awal, yang disebut Meresek, dilakukan oleh keluarga besar kedua mempelai untuk membicarakan rencana pernikahan. Pada tahap ini, pihak keluarga saling berdiskusi mengenai tanggal, adat yang akan dijalankan, dan persiapan lainnya.Setelah itu, dilanjutkan dengan Menimang dan Batimbang, di mana orang tua memberikan nasihat dan doa restu kepada kedua mempelai. Suasana haru menyelimuti prosesi ini, karena kedua orang tua menyampaikan pesan penuh makna kepada anak-anak mereka yang akan memulai hidup baru.Tahapan berikutnya adalah Mananta Sirih, yaitu prosesi di mana keluarga calon pengantin pria datang menemui ninik mamak (tetua adat) dan keluarga besar calon pengantin wanita untuk menyampaikan maksud baik mereka. Pada prosesi ini, sirih menjadi simbol penghormatan dan persetujuan dari kedua belah pihak.Kemudian, Babako-Babaki menjadi tahap penting dalam adat pernikahan Mina

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Perjodohan yang Berhasil

    Beberapa minggu setelah pertemuan keluarga itu, hubungan Dila dan Dimas semakin dekat. Mereka sering menghabiskan waktu bersama, entah sekadar berjalan-jalan di taman atau menikmati kopi di kafe kecil favorit Dila. Seiring berjalannya waktu, keduanya mulai menemukan kenyamanan satu sama lain.Suatu sore, Dimas dan Dila duduk di tepi danau, menikmati semilir angin yang menyejukkan. Dila menatap Dimas dengan lembut, lalu berkata, " Bang Dimas, aku tahu perjodohan ini mungkin terasa mendadak untukmu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kita jujur dengan perasaan masing-masing."Dimas tersenyum dan menggenggam tangan Dila dengan hangat. "Dila, awalnya aku memang ragu, tapi semakin lama aku mengenalmu, aku merasa lebih nyaman dan percaya bahwa mungkin ini memang jalan yang terbaik. Aku ingin kita menjalaninya dengan hati yang lapang."“Dulu kamu tidak pernah melihatku sebagai wanita, dimatamu hanya ada Talita. Apa kamu yakin bisa melupakannya?”“Se

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Rencana Perjodohan

    Talita dan Emir duduk berhadapan dengan Pak Brata di ruang tamu rumahnya yang luas dan elegan. Pria paruh baya itu menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya, sementara secangkir teh hangat tersaji di hadapannya."Jadi, ada hal penting yang ingin kalian bicarakan, datang ke rumah saya Emir" tanya Pak Brata sambil menyilangkan tangan di dadanya.Talita tersenyum lembut, sedikit ragu sebelum akhirnya berkata, "Pak Brata, kami datang dengan niat baik. Kami ingin membicarakan tentang Dila dan Dimas. Kami merasa mereka berdua bisa menjadi pasangan yang cocok, dan kami ingin tahu pendapat Bapak tentang ini."Pak Brata mengangkat alisnya, tampak terkejut. "Dila dan Dimas?" Ia menghela napas pelan lalu tersenyum kecil. "Dila memang sudah lama mengagumi Dimas, dan laki-laki itu sudah menolak menikah dengan Dila. Saya tidak ingin memaksakannya lagi. Dimas sangat tergila-gila padamu Talita.”Emir menimpali dengan suara tenang, "Dimas sudah mulai menerima kenyataan. Kami yakin, jika diberi kesem

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Ternyata Ibuku Menghancurkan Semuanya

    Pak Anto baru saja pulang dari perjalanannya ke luar kota ketika ia mendengar suara Dimas yang meninggi dari dalam rumah. Langkahnya terhenti di ambang pintu ruang keluarga, matanya yang tajam menangkap ekspresi penuh emosi dari anak sulungnya."Apa yang sedang terjadi di sini?" suaranya dalam dan berwibawa, memecah ketegangan di ruangan itu.Bu Yani terlonjak, sementara Farida menggigit bibir, gelisah. Dimas menoleh ke arah ayahnya, wajahnya masih dipenuhi kemarahan dan kekecewaan."Ayah, lebih baik Ayah duduk. Aku punya sesuatu yang harus Ayah dengar," kata Dimas dengan suara bergetar.Pak Anto mengerutkan dahi tetapi tetap berjalan menuju kursi dan duduk. Dimas menghela napas panjang sebelum menekan tombol di ponselnya, memutar rekaman suara yang baru saja membuat ibunya pucat pasi.Suara Ibu Irfan dan Bu Yani memenuhi ruangan. Kata-kata itu begitu jelas, begitu nyata, hingga tak ada ruang bagi penyangkalan. Rekaman itu berisi percakapan yang membuktikan bahwa Bu Yani berkomplot u

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Gagal Balas Dendam

    Dimas duduk termenung di kamar apartemennya. Kata-kata Emir terus terngiang di kepalanya. Ia tidak bisa percaya bahwa ibunya, wanita yang selalu ia hormati dan kasihi, tega melakukan hal-hal keji pada Talita. Namun, sebagai seorang tentara, ia tahu bahwa kebenaran harus diungkap. Ia tidak bisa hanya bergantung pada kata-kata Emir. Ia harus mencari bukti.“Aku tidak yakin kalau Bunda melakukan seperti yang dituduhkan Emir,” ucap Dimas sembari bergumam. Tanganya sibuk mencari nama aku media sosial Ibunya dan Farida. Ia beberapa kali memasukkan kata kunci di pencarian banyak orang yang memiliki nama yang sama seperti Ibunya.“Yang mana akun Bunda,” ucapnya sesekali mengaruk kepalanya dengan kasar. Beberapa kali mencoba tidak menemukannya, ia memilih menghentikannya ia berniat bertanya pada kerabat yang berteman di media sosial dengan ibundanya. *Besok harinya ia pura-pura berkunjung ke tempat kerjaan adik sepupunya dan ia pura-pura meminjam ponsel ingin mencari teman di media

  • Pesona Istri yang Tak Dianggap   Cinta dan Amarah

    Setelah pertemuan yang tegang itu, Talita dan Emir mencoba kembali menata hidup mereka, meskipun ada beban yang masih menggantung. Namun, jauh di dalam hati mereka, baik Talita maupun Emir tahu bahwa Dimas belum selesai. Amarah yang membara di dalam diri Dimas belum surut.“Mas, Aku tidak melakukan kesalahan kan?” tanya Talita di saat mereka berdua menjelang tidur.“Tidak, kamu tidak salah Talita. Dimas hanya merasa kecewa, karena kita menikah tanpa memberitahunya.”“Ibu Yani yang tidak ingin melihatku Mas, dia sangat membenciku,” keluh Talita sambil mengusap-usap pipi Emir yang berbaring disampingnya.“Lupakan masala lalu dan mari kita menata masa depan. Kemarahan Dimas mungkin akan hilang seiring berjalannya waktu,” ujar Emir mengecup kening Talita dan meminta wanita itu untuk tidur.“Bagaimana kalau dia marah dan balas dendam Mas?” tanya Talita menghela nafas panjang.“Kita akan hadapi sayang, istirahatlah. Besok kita sudah mulai bekerja, liburan madu kita sudah habis.” Emir mem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status