Home / Rumah Tangga / Pesona Mantan Istri / Bab 5. Bertemu Darasifa

Share

Bab 5. Bertemu Darasifa

Author: Rina Novita
last update Last Updated: 2023-02-21 11:28:35

"Siapa kamu? Kenapa ada di rumahku?" Dari balik pintu kamar aku melihat Rena yang baru saja terbangun, dengan gusar menghampiri Widia yang sedang menghidangkan sarapan di meja makan.

Widia membalikkan badannya, "Saya Asisten rumah tangga di sini. Ada masalah?" sahutnya santai.

Rena melotot pada Widia. Namun wanita berhijab itu tetap bersikap tenang dan terus mengerjakan tugasnya.

"Maaaas.!"

"Ada apa, Rena?"  Pagi-pagi istriku itu sudah berisik. Biasanya tidak pernah peduli dan tetap meringkuk di tempat tidur

Aku  yang melanjutkan berpakaian di dalam kamar menjawab teriakan Rena. Untunglah Widia datang pagi ini. Semua yang aku butuhkan dengan cekatan ia siapkan. Termasuk pakaian kerjaku yang sudah rapi di setrika. Paduan warnanya pun sangat pas. Sesuai seleraku.

Aku senyum-senyum sendiri. Membayangkan memiliki istri seperti Widia. Astaga! Apa yang aku pikirkan ini ?

"Kenapa Kamu senyum-senyum sendiri kayak gitu, mas?"

Aku terlonjak melihat Rena sudah ada di belakangku. Mata istriku itu terus mengawasiku.

"Aku kan sudah bilang. Kalau ambil asisten rumah tangga itu jangan yang masih muda. Pokoknya aku enggak mau tau. Usir perempuan itu dari sini!"

Rena melotot seraya bertolak pinggang di depanku.

"Oke. Tapi dengan syarat, kamu sebagai istri harus mau mengerjakan semua pekerjaan rumah, termasuk mengurus segala keperluanku," tegasku tak kalah  keras. Mulai sekarang aku harus tegas pada istriku ini.

Rena terdiam. Matanya memandangku dengan wajah kesal. Sepertinya dia tak akan sanggup dengan syarat yang aku berikan.

"Huh!" Dia menghempaskan napas dengan kasar. Kemudian berlalu meninggalkanku sendiri di kamar.

Hari ini aku lebih bersemangat. karena nanti siang akan mendatangi lokasi pemotretan artis-artis cantik. Dan di sana ada Darasifa. Aku harus tampil sempurna hari ini. Semoga wanita cantik itu sudi berkenalan denganku.

Hidangan di meja begitu menggugah selera. Tak sabar rasanya ingin mencicipi olahan tangan Widia. Ah, kenapa aku begitu suka mengulang-ngulang namanya.

"Silahkan, Pak!" Widia menyendokkan nasi dan lauk pauk di piringku.

Lalu menuangkan segelas jus buah ke dalam gelasku.

Seharusnya  Rena yang melakukan ini semua..Tapi entah kemana istriku itu.

Astaga!  Masakan ini. Aku rindu masakan rumahan seperti ini. Kenapa rasanya nikmat sekali.

"Widia, kamu masak banyak?"

"Iya, Pak."

""Kalau begitu, tolong masukkan ke dalam kotak bekalku ya. Mulai hari ini aku ingin tiap hari membawa bekal dari rumah."

"Baik, Pak.'

"Oh, ya. Kenapa jam kerjamu hanya sampai pukul 10 pagi saja.

"Oh itu. Kalau siang saya kuliah, Pak." Jawabnya seraya membereskan piring-piring bekas makanku.

"Hei kamu, kalau kerja ya kerja aja. Enggak usah cari perhatian sama suamiku!" Tiba - tiba Rena muncul masih dengan pakaian dan rambut yang acak-acakan. Muak aku melihatnya.

Untunglah Widia tidak terlalu memperdulikan perkataan Rena.

"Rena, sebaiknya kamu mandi sana!" ketusku. Lalu aku bersiap-siap melangkah keluar hendak berangkat ke kantor .

Rena memandang kesal padaku. Lalu dengan menghentak-hentakkan kaki ia kembali melangkah masuk ke kamarnya.

"Widia, tolong ambilkan tas kerja di ruang kerja saya!"

"Baik, Pak." Dengan sigap Widia melakukan yang aku pinta.

"Ini, Pak. Sekalian kotak bekalnya."

Aku meraih tas dan kotak bekalku dari tangan Widia. Jemari tangannya yang putih sedikit tersingkap nampak begitu halus dan lembut. Aroma tubuhnya begitu menenangkan. Kenapa aku begitu nyaman berada di dekat wanita ini.

Tak lama kemudian akupun melajukan mobilku menuju kantor. 

Lalu lintas pagi ini lancar. Beruntung bisa berangkat lebih pagi. Kali ini aku pastikan tidak akan terlambat. Tidak ada lagi drama pagi di rumah maupun di kantor. Semua akan baik-baik saja selama Widia bekerja di rumahku.

.

"Tumben pagi." Rudi menyapaku di lobby saat kami berpapasan.

"Iya, Dong," sahutku bangga.

"Wah, kayaknya ganti bini nih. Hahaha ...!!

Lagi-lagi asistenku itu menggodaku. Hanya dia yang mengetahui kehidupan rumah tanggaku.

"Rud, jangan lupa setelah makan siang kita ke lokasi," ujarku mengingatkan. Entah mengapa sepertinya aku sangat tidak sabar ingin bertemu model cantik itu.

"Siap, Bos. Managernya bilang kita harus curi-curi waktu di sela-sela pemotretannya. Karena jadwal Darasifa hari ini padat," jelas Rudi.

"Apa kita ke sana lain waktu saja, mungkin bisa hari ....," lanjut asistenku.

"Eh, jangan dong. Pokoknya hari ini kita harus bisa menemuinya," selaku.

"Cieeee, semangat banget, Bos.!"

Aku senyum-senyum sendiri membayangkan Darasifa yang begitu cantik. Kembali kubuka ponselku dan mencari foto-foto terbaru di akun media sosialnya. Aku yang selama ini tidak pernah tertarik dengan sosial media, kali ini justru rasanya selalu tak sabar menunggu postingan-postingan baru dari  wanita cantik itu.

Salah satu foto Darasifa yang diperlihatkan Rena semalam. Kalung itu pasti sudah di pesan oleh istriku itu. Dasar wanita gila harta, pemalas dan boros. Lama-lama aku tidak tahan hidup berlama-lama  dengannya.

Lihat saja Rena, kalau aku berhasil mendapatkan Darasifa, kamu akan ternganga dan tergugu di hadapanku. Hahahahaha ....

Jam makan siang yang kutunggu-tunggu, membuatku tak sabar membuka kotak bekalku.

"Suf, yuk ke kantin!" ajak Rudi dan beberapa karyawan yang satu ruangan denganku.

"Aku bawa bekal, Bro. Makan di sini aja," sahutku bangga seraya membuka kotak bekal yang mengeluarkan aroma yang begitu menggugah selera.

"Wah, wah beneran sudah ganti bini kayaknya, nih. Atau Mbak Rena sedang khilaf? Hahahaha ..." Rudi terus saja menggodaku seraya tertawa terbahak-bahak.

"Sudah, sudah sana pada pergi!

"Rud, jangan lama-lama. Satu jam lagi kita berangkat ke lokasi!" Sekali lagi aku mengingatkan asistenku yang heboh itu.

Dengan semangat aku melahap masakan Widia hingga habis tak bersisa.

[Maaas, kalungnya limited edition. Aku enggak kebagian. Tolong cariin! Pokoknya aku harus punya itu]

[Maaas, gimanaaa??? udah dapet belum kalungnya?]

Setelah makan, aku membuka beberapa pesan dan panggilan dari Rena yang aku abaikan sejak tadi. Bikin pusing saja wanita itu. Mana sempat aku cari-cari kalung kayak gitu.

Setelah jam makan siang, aku dan Rudi berangkat menuju lokasi pemotretan. Di perjalanan tak henti-hentinya Rudi menggodaku. Hingga kami sampai di lokasi yang terletak di sebuah taman di perbatasan kota.

Rudi langsung mencari manager Darasifa untuk membicarakan kontrak dan janji pertemuan yang akan kami lakukan nanti. Sedangkan aku terus mencari keberadaan wanita cantik itu. Dimanakan dia? sudah hampir satu jam aku di sini. Tapi tidak terlihat keberadaannya.

Rasanya aku hampir putus asa. Lebih baik kembali ke mobil dan menunggu Rudi di sana. Dengan langkah gontai aku berjalan menuju mobilku. Namun Tiba-tiba seseorang menabrakku.

"Ups maaf tidak sengaja, permisi ..."

Astaga! Suara itu ... Kenapa rasanya aku sangat familiar dengan suara itu?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Mantan Istri   Bab 50. Gagal Liburan

    Kami sedang menuju kampung halaman Naila. Walau kak Fahri keberatan, Mama tetap bersikeras mau ikut mendampingi kami. Akhirnya Kak Fahri menyerah. Justru aku sangat senang jika mama ikut. Mama bisa menjadi penengah diantara kami. Suasana di dalam mobil agak canggung. Kak Fahri menyetir mobil ditemani Bondan yang duduk disampingnya.Naila dan aku duduk di kursi tengah. Sementara Mama memilih pergi dengan mobilnya sendiri dengan seorang supir yang menyetir mobilnya. Mobil kami beriring-iringan hingga sampai ke kampung halaman Naila yang masih terletak di daerah jawa barat. Mobil berhenti di depan sebuah rumah sederhana namun cukup luas dan bersih. Menurut Naila dia sudah menceritakan semuanya pada bapak dan ibunya semalam lewat telpon. Jadi sepertinya mereka sudah siap-siap menyambut kedatangan kami. Naila menghambur ke pelukan seorang laki-laki tua sambil menangis tergugu. "M-maafkan Nai, Pak! Nai sudah banyak bohong sama Bapak." "M-maafkan Nai, Bu!" Seorang wanita setengah ba

  • Pesona Mantan Istri   Bab 49. Cerai

    Kak Fahri bilang malam ini dia akan menyelesaikan masalah Naila. Suamiku itu telah meminta Naila untuk datang selepas isya. "Lidia, Aku butuh dukunganmu. Malam ini aku akan menceraikan Naila. Lalu, tolong biarkan dia tinggal di asrama putri hingga masa iddahnya habis." Entah kenapa dadaku selalu bergemuruh setiap Kak Fahri membicarakan Naila. Rasanya sangat sakit jika mengingat mereka pernah terikat dalam ikatan pernikahan. Walaupun Kak Fahri bilang akan menceraikan wanita itu, tapi hati ini terasa panas dan membara saat mendengar namanya. "Lidiaa ..." Kak Fahri membelai lenganku lembut, karena aku hanya bergeming. Kemudiam suamiku itu menggenggam erat jemariku. "Lidia Sayang, di hati ini hanya ada kamu seorang. Tak pernah berubah sejak dulu." "Halaah, gombal!" ketusku spontan. Kak Fahri terkejut dengan sikapku. Suamiku itu kemudian menjatuhkan bobotnya di sofa ruang tamu ini. Entah kenapa aku kini merasa risih setiap menerima sikap mesra dari kak Fahri. Apakah aku terlalu ke

  • Pesona Mantan Istri   Bab 48. Kekasih Naila

    POV FAHRI "Assalamualaikum, Ustad. Ada seorang pria yang hendak bertemu dengan Ustad." Seorang santri masuk ke ruanganku. "Siapa?" "Dia bilang namanya Bondan, Ustad." Sontak aku berdiri. "Cepat suruh orang itu masuk!" pintaku tak sabar. Tak lama santri itu keluar dan menyuruh pria yang bernama Bondan itu masuk. "Assalamualaikum, Ustad Fahri!" Seorang pria tinggi dengan tubuh kekar, memakai kaos kerah bergaris, celana jeans dan peci di kepalanya. Jika diliat dari penampilannya yang bersih dan rapi, sama sekal tidak menampakkan dirinya seorang preman. "Waalaikumsalam! Silakan duduk ...!" "Terima kasih, Ustad." "Apa benar kamu yang bernama Bondan?" Pria itu mengangguk sopan. "S-saya Bondan. Saya pernah dekat dengan Naila." Aku menatap tajam pada pria di hadapanku ini. Bagaimanapun juga aku harus tetap waspada. Namun wajahnya sekilas ada kemiripan dengan Ibrahim, Anak Naila. Semoga saja ada titiik terang. "Kenapa kamu dulu putus dengan Naila?" pancingku. "Saya nggak pernah

  • Pesona Mantan Istri   Bab 47. Bertemu Naila

    Sebenarnya datang bulanku sudah telat satu minggu. Namun aku belum berani berharap apapun. Apalagi dengan masalah yang aku hadapi saat ini membuatku merasa lebih tegang dan banyak pikiran. Rasanya begitu lelah. Pagi ini seperti biasa Kak Fahri sudah berangkat ke pesantren. Mama masih menginap di sini. Hanya Mama yang membuatku kuat saat ini. Beliau begitu menguatkan diriku. Persis ketika aku terpuruk saat sakit dan diceraikan oleh Mas Yusuf dulu. Mama Anne juga yang memberiku semangat agar bisa sehat kembali. Menurut Jeng Putri saat itu, yang bisa menyembuhkan tubuh kita adalah diri kita sendiri. Sejak tadi aku tak melihat Mama Anne keluar kamar. Setelah sarapan tadi, Mama masuk lagi ke kamar. Namun sepertinya Mama sedang menghubungi seseorang. Sejak tadi tak henti-hentinya Mama berbicara dengan seseorang lewat ponselnya. Akan tetapi tak begitu jelas apa yang sedang Mama bicarakan. Ya Allah, kenapa perutku sakit sekali? Aku bergegas ke kamar mandi. Kekecewaan kembali kurasakan s

  • Pesona Mantan Istri   Bab 46. Terjebak

    POV FAHRI Assalamualaikum ..." Aku tersentak dari lamunan saat mendengar seseorang datang mengucapkan salam. "Naila..?" "Ustad ...!" Tiba-tiba saja Naila menghampiriku dan meraih tanganku, lalu menciumnya. Aku yang masih terkejut tak sempat mengelak. "Hei! Lepaskan tangan anakku!" Ternyata Mama dan Lidia telah berada di belakangku. Ya Allah, Lidia tampak sangat sedih dan terpukul. Wajahnya pucat dan sembab. "Kamu Naila, kan? Apa kamu lupa peraturan yang ada di pesantren ini?" Mama memandang sinis pada Naila. "Iy-iyaa, Bu. Tapi ..., Ustad Fahri adalah ...""Kenapa dengan anak saya? Apa yang hendak kamu katakan?" Mama menatapku tajam seolah menyimpan kecurigaan. Apa yang hendak dikatakan Naila? Apa dia akan membongkar semuanya di depan Mama? "Ustad Fahri adalah ... suami saya." Ya Allah, Naila ... "Apaaa?" Mama terpekik mendengar ucapan Naila barusan, hingga membuatku menghempas napas kasar. Tidak seharusnya dia mengatakannya sekarang. "Fahri! jelaskan pada mama sekarang

  • Pesona Mantan Istri   Bab 45. Aib Lima Tahun Yang Lalu

    Pov Fahri Mama dan Lidia masuk ke dalam kamar. Tinggal aku sendiri berada di ruang tamu ini. Masalah Naila sungguh membuatku pusing. Seharusnya sejak anaknya itu lahir, aku segera menceraikannya. Namun aku juga nggak tega mendengar bapaknya yang sedang sakit-sakitan. Orang tuanya pasti sangat terpukul jika tahu keadaan anaknya yang sebenarnya. Tiba-tiba saja kejadian lima tahun yang lalu kembali terlintas di benakku. Saat itu Nenek masih hidup. Aku sudah mulai membantu nenek mengajar para santri di pesantren. Naila adalah salah satu alumni yang juga mengajar di pesantren ini. Kami memang sering bertemu di acara-acara khusus dan rapat pengurus pesantren. Walau aku bukan lulusan pesantren, tapi Nenek bersikeras agar aku mau mengajar dan menggantikan beliau kelak. Mama menyekolahkan aku di bidang bisnis dengan harapan bisa ikut mengelola perusahaan Mama di jakarta dan di luar negeri. Namun setelah lulus S2, aku lebih memilih tinggal dan membantu Nenek di bogor. Bagaimanapun juga, Nen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status