Share

Bab 2

Penulis: Miss Kay
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-21 16:26:25

Abizar kembali ke hotel, setelah mengambil bingkisan pakaian Celine dari pengawalnya. Kunci kartu kamar diselipkan, pintu ditutupnya rapat. Dia melihat Celine terbaring di kasur dengan tubuh polosnya. Abizar terpaku sesaat, dengan wajah yang datar dan dingin.

Celine merintih, tubuhnya bergerak gelisah, “Abizar… tubuhku panas… aku tak tahan…”

Abizar melangkahkan kakinya ke dekat kasur lalu meletakkan tas belanjaan dengan pelan di atas meja, bersiap untuk pergi. Namun, sebelum ia melangkah, Celine memeluknya dari belakang.

Celine menangis. “Please, Abizar… aku bisa gila…”

Abizar merasakan tubuh Celine yang hangat dan lembut.

“Apa yang terjadi? Tadi Anda sudah membaik.”

“I don’t know. Mungkin… pengaruh obat itu…”

“Kalau begitu saya akan panggilkan dokter.”

Celine memeluk Abizar lebih erat, “Jangan… jangan tinggalkan aku…”

Abizar terdiam. Dia tidak nyaman dengan situasi ini. Celine masih memeluknya erat, tubuhnya yang telanjang menyentuh kulit Abizar.

“Nona Celine, lepaskan. Saya tidak minat dengan tubuh Anda.”

“Kalau begitu… aku saja yang minat…”

Sebelum Abizar dapat bereaksi, Celine mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Ciuman itu begitu mendadak, membuat Abizar tersentak. Ia merasakan tubuhnya menegang, terkejut oleh tindakan Celine.

Untuk sesaat, ia terpaku, otaknya berusaha memahami situasi yang tidak terduga ini. Rasanya seperti ada sengatan listrik yang mengalir di tubuhnya. Namun, rasa terkejut itu segera digantikan oleh sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih kuat.

Hangatnya tubuh Celine, desahannya yang tertahan, perlahan-lahan mencairkan pendirian Abizar. Ia masih merasa ragu dan tidak nyaman, namun tubuhnya mulai bereaksi. Ia membalas ciuman Celine, yang awalnya ragu-ragu, namun kemudian semakin liar.

Tangannya yang semula kaku mulai bergerak, membalas sentuhan Celine yang melepaskan kancing kemeja dan celananya. Ia terbawa arus, terhanyut dalam pusaran emosi dan hasrat yang tak terduga. Ia tahu ini salah, namun ia tak mampu menolak lagi.

Ketika Abizar akhirnya menyerah, Celine mendesah lega, tubuhnya melemas di pelukan Abizar. Tangannya bergerak dengan liar, menjelajahi tubuh Abizar dengan penuh gairah. Ia meremas rambut Abizar, menariknya lebih dekat, bibirnya mengecup leher Abizar dengan penuh nafsu.

"Abizar," bisiknya, suaranya serak karena hasrat, "aku… aku sangat membutuhkan ini…" Ia memeluk tubuh Abizar dengan erat, tubuhnya bergetar hebat, menunjukkan betapa kuatnya hasrat yang menguasainya. Gerakannya semakin agresif, menunjukkan betapa ia haus akan sentuhan Abizar. Ia mendesah dan merintih, suaranya bercampur antara kesenangan dan ketakutan. "Aku… aku tak tahan lagi…"

Celine menciumnya dengan liar, penuh gairah yang membakar. Abizar, yang selama ini berjuang melawan godaan, akhirnya menyerah. Pertahanannya runtuh seperti benteng pasir dihantam gelombang. Dia membalas ciuman itu dengan intensitas yang sama, bahkan lebih liar.

Satu tangannya mencengkeram pinggang ramping Celine, jari-jarinya menelusuri lekuk tubuhnya. Tangan lainnya meremas payudara Celine dengan penuh hasrat, merasakan kehangatan dan kelembutan kulitnya. "Celine..." Abizar menggeram, suaranya serak, di antara ciuman yang dalam dan penuh gairah.

Namun, di tengah-tengah hasrat yang membara, Abizar merasakan sesuatu yang dingin dan menusuk di dalam dirinya. Ia merasakan rasa jijik dan penyesalan yang mendalam. Dia menyadari bahwa Celine tidak berada dalam keadaan sadar, dia berada di bawah pengaruh obat.

Ia merasa dirinya telah diperdaya, terjebak dalam situasi yang tidak adil. Rasa bersalah dan amarah bercampur aduk dalam dirinya. Ia ingin menghentikan semuanya, melepaskan diri dari pelukan Celine, namun tubuhnya masih terikat oleh hasrat yang membara.

Esok pagi.

Celine Luis melangkah dengan percaya diri, menghampiri Abizar Yazid yang berdiri di dekat jendela, menatap pemandangan kota yang gemerlap. Pria itu selalu terlihat tenang, terlalu dingin, seolah tak ada yang bisa mendekatinya.

Tanpa ragu, Celine berjalan mendekat dan sebelum Abizar sempat menghindar, dia sudah melompat ke pangkuannya, melingkarkan lengannya di leher pria itu. "Kau selalu menghindar, tapi aku tahu kau tak akan menjatuhkanku," godanya dengan suara lembut.

Abizar menegang, tapi tetap tidak bergerak. "Nona Celine, turunlah," katanya dengan nada datar, meski ada sedikit helaan napas berat di ujung kalimatnya.

Celine tersenyum nakal. "Kenapa? Aku nyaman di sini. Lagipula, kau masih berutang sesuatu padaku."

Abizar menatapnya dalam, matanya tajam namun tetap tenang. "Saya tidak berutang apa pun, Nona."

Celine mendekatkan wajahnya, bibirnya hanya beberapa inci dari bibir Abizar. "Oh, jangan pura-pura lupa. Malam tadi... kau tidak sepenuhnya menolak, kan?"

"Itu adalah kesalahan. Dan saya tidak ingin mengulanginya."

Bibir Celine mengerucut kecil, tangannya terangkat untuk menyusuri garis rahang pria itu. "Kesalahan? Aku tidak merasa begitu."

"Karena anda selalu bertindak tanpa berpikir," balas Abizar, suaranya lebih dalam.

"Bagaimana bisa aku berpikir kalau semalam kau begitu bergairah," bisik Celine. Lalu menempelkan dahinya ke dahi Abizar. Dia bisa merasakan detak jantung pria itu yang stabil, nyaris tak terganggu. "Aku penasaran, kapan kau akan berhenti berpura-pura, Abizar?"

Abizar menutup matanya sejenak, seolah menahan sesuatu dalam dirinya. Kemudian, dengan gerakan lembut tapi tegas, dia meraih pinggang Celine dan membantunya turun dari pangkuannya. "Saya tidak berpura-pura. Yang saya lakukan hanyalah membantu anda."

"Kau selalu mengelak yang ku rasakan tidak seperti itu, tapi tak apa yang jelas sekarang kau milikku?"

Abizar menatapnya lama, lalu berbalik mengambil jasnya yang terlipat rapi di sofa. "Saya akan mengantar anda pulang. Ini sudah siang."

Celine menyilangkan tangan, menggeleng pelan. "Aku tidak mau pulang kalau kau tetap bersikap seperti ini."

Abizar menghentikan langkahnya, lalu berbalik menatap Celine tajam. "Nona Celine, jangan membuat keadaan ini lebih sulit."

Celine tersenyum miring. "Aku tidak membuat ini sulit. Kau saja yang membuatnya rumit."

Mereka saling bertatapan dalam keheningan. Abizar adalah pria yang tak mudah goyah, tapi Celine bukan tipe wanita yang menyerah begitu saja.

"Baiklah," akhirnya Abizar berkata, suaranya terdengar lembut. "Jika anda ingin bermain-main denganku, jangan salahkan saya jika anda terluka."

"Aku tidak takut terluka, Abizar. Justru aku ingin tahu, kapan sikap dingin di hatimu akan mulai mencair."

Abizar hanya menatapnya datar, lalu tanpa kata, berjalan ke pintu. "Saya tunggu di mobil," ujarnya sebelum pergi.

Celine menatap punggung pria itu, senyum di wajahnya tak luntur sedikit pun. "Kita lihat saja, Abizar. Kau tidak akan bisa terus menghindar dariku."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 22

    Celine duduk gelisah di ruang tamu, menunggu kedatangan Darwin. Jantungnya berdegup kencang, tak tahu apa yang akan dibicarakan kakaknya. Beberapa menit kemudian, suara mobil berhenti di depan rumah, membuatnya spontan berdiri. Pintu terbuka, dan Darwin masuk dengan langkah tegap. Tatapannya tajam, ekspresinya sulit ditebak. "Duduk," perintahnya singkat. Celine menurut, menunggu dengan napas tertahan. Darwin menatapnya lekat. "Apa hubunganmu dengan Abizar?" Celine terkejut dengan pertanyaan langsung itu. "H-Hubungan apa?" Darwin mendengus. "Jangan bohong, Celine. Aku tahu ada sesuatu di antara kalian." Celine mengerutkan kening, merasa heran dengan pertanyaan kakaknya. "Kan Kakak yang menyuruhku mengambil proyek kerja sama dengan

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 21

    Celine mengusap wajahnya dengan frustasi. Berurusan dengan Abizar Yazed? Itu sama saja dengan melemparkan dirinya ke dalam mulut harimau. Pria itu terlalu licik, terlalu penuh tipu daya, dan yang lebih buruk—terlalu menggoda. "Baiklah, cukup bicara soal itu. Aku harus pergi sebelum Darwin benar-benar pulang dan mengira aku ikut campur terlalu jauh dalam urusan kalian," ujar Ayana yang pergi meninggalkan mereka kembali ke kamarnya, ekspresinya serius. "Dan Abizar, jangan berbuat macam-macam. Aku serius." Abizar hanya mengangkat alis, senyum jahilnya tak berkurang sedikit pun. "Aku? Berbuat macam-macam? Oh, Nyonya Darwin, kau benar-benar salah menil—" "Ya, ya, simpan akting tak berdosamu itu untuk orang lain!" potong Ayana sebelum pergi ke kamarnya. "Celine, jangan biarkan dia menggodamu lagi!" Celine menghempaskan diri ke sofa dengan napas panjang. Percakapan barusan dengan Ayana masih t

  • Pesona Panas Asisten Dingin   bab 20

    Celine menghela napas, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih belum stabil setelah kejadian barusan. Abizar benar-benar membuatnya kehilangan kendali, dan sekarang, dengan Ayana duduk di depannya sambil bertanya dengan nada serius, ia harus kembali ke realita. "Celine? Kau mendengar pertanyaanku, kan?" Ayana menyipitkan mata, memandangnya penuh selidik. "Kau baik-baik saja?" Celine buru-buru mengangguk. "Tentu saja. Aku hanya... sedikit kaget. Maksudku, Kak Darwin baru pulang besok, kan? Jadi kenapa kau panik begitu?" Ayana melipat tangan di dada. "Karena aku tahu kau dan Abizar tidak bisa dibiarkan berduaan terlalu lama. Buktinya tadi, aku hampir kebobolan!" Abizar yang duduk di seberang meja hanya terkekeh santai, menyilangkan kaki dengan ekspresi tak berdosa. "Kau terlalu khawatir, Nyonya. Aku hanya ingin memastikan Celin baik-baik saja. Tidak lebih, tidak kurang." "Tentu saja Celin pasti baik-baik saja," gumam Ayana, me

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 19

    "Kalau kau belum ingat juga, aku akan menunjukkan sesuatu yang pasti akan membantumu mengingatnya," bisik Abizar, jari-jarinya usil mengelus paha Celine. Celine menepis tangan Abizar, tapi hanya sedikit. "Jangan macam-macam! Aku curiga kau menyimpan sesuatu... sesuatu yang sangat pribadi milikku?" Suaranya sedikit gemetar, campuran rasa malu dan gairah. Abizar terkekeh rendah, suaranya berat dan sensual. "Ada di mobilku. Dan aku yakin, melihatnya akan membuatmu mengingat semuanya dengan sangat jelas." Ia sengaja menggeser tubuhnya, membuat tubuhnya bersentuhan dengan Celine. Celine mendesah pelan, tubuhnya menegang. "Yaaak! Kau ini! Bicaramu... mesum sekali!" Ia mencoba mendorong Abizar, tapi gerakannya justru membuat tubuh mereka semakin erat bersentuhan. "Menyingkirlah! Sangat sesak... dan panas..." Gerakannya tak terkendali, membuat Abizar semakin tegang. Abizar menahan napas, suaranya serak menahan gairah. "Jangan banyak bergerak, Celine... kau membuatku... sangat tegang..

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 18

    Satu jam lebih Abizar menunggu Celine yang belum juga turun. Matanya, tajam dan tak berkedip, menatap lantai atas. Tanpa basa-basi, ia berjalan menaiki tangga dengan langkah tegap dan pasti. Bob dan Will, yang berdiri tak jauh darinya, ingin melarang, namun sebelum mereka sempat bersuara, Abizar berkata dengan suara berat dan lantang, menghentikan mereka seketika. "Satu langkah, nyawa kalian akan melayang." Abizar melangkah dengan santai, namun elegan, menuju kamar Celine. Namun langkahnya terhenti ketika Ayana berdiri di ujung tangga, menghalangi jalannya. "Abizar Yazed! Kamu tidak boleh masuk ke kamar Celine! Nanti aku adukan ke Darwin!" Ayana berkata dengan mata melotot dan tangan di pinggang, sebuah pose yang bagi Abizar terlihat lucu. Tanpa ragu, Abizar mengeluarkan kotak perhiasan—sebuah kotak beludru merah tua berisi sebentuk berlian The Constellation, s

  • Pesona Panas Asisten Dingin   Bab 17

    Celine mengepalkan tangannya, jantungnya berdebar—bukan karena takut, tapi karena excited yang tercampur sedikit panik. "Cih! Mana berani dia kesini menjemputku," gumamnya, suaranya terdengar seperti tawa halus yang diredam. Celine keluar kamar, aura keanggunannya tak terbantahkan, meski dipadu dengan ekspresi slight sassy. Ia mencari Will, bodyguard-nya yang lebih mirip model iklan parfum. "Will, cepatlah kesini. Aku membutuhkanmu," teriak Celine. Will, yang tengah bergosip—mendapatkan gosip terbaru tentang hubungan asmara kepala koki dan tukang kebun—langsung berlari kecil, kemeja putihnya sedikit kusut. "Nona Celine! Ada apa, Nona?" tanyanya, napasnya sedikit tersengal. "Hey, kau. Siapkan jas termahalmu—yang aku belikan, ingat?—temani aku bertemu Abizar malam ini."

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status