Share

Bagian 7

Sudah sekitar satu minggu, Frans tidak kembali ke rumah keluarga besarnya. Dia memilih tinggal di rumah warisan kakeknya yang jauh dari keramaian. Dia hanya tinggal bersama para pelayan dan pengawalnya saja. 

Frans turun dari mobil di sambut dua pengawal rumah. Ketika sudah berdiri sambil menarik kemejanya lebih rapi dan menyugar rambutnya, Frans meminta dua orang itu untuk segera menyingkir. Setelah itu, Frans berkedip meminta Leo dan Tom berjalan di belakangnya.

Sampai di depan anak tangga menuju pintu masuk, Frans berdiri sambil mendongak memandangi bangunan rumah di hadapannya itu.

“Untuk apa juga aku datang ke sini?” decak Frans. “Cih, bukankah sudah ada putra kesayangan juga?”

Frans menarik napas lalu menaiki tangga bersamaan dengan napasnya yang berembus cepat. Suara tapak sepatunya bergema membuat suasana mendadak tegang dan tidak nyaman bagi dua orang yang ada di belakang Frans. Mereka tidak yakin kalau Tuannya sudah datang ke rumah ini, karena biasanya akan ada perdebatan.

Dua pengawal yang tadi menyambut Frans berlari mendahului, lantas membukakan pintu. Saat itu Frans tersenyum meyeringai. Ia pikir dua pengawal rumah ini akan membiarkannya membuka pintu sendiri, ternyata merek peka juga.

Dua pengawal itu mempersilahkan Frans masuk dan menuntunnya menuju ruang keluarga. Sampai di sana sudah ada keluarga yang berkumpul menghadap pada meja yang penuh dengan hidangan makan malam. Frans tersenyum tipis. Yang Frans lihat pertama ada ayah, ibu yang duduk berdampingan. Di sebelah kiri ayahnya ada lagi Wanita dan pria paruh baya yang tidak lain adalah adik dan juga ipar dari ayah. Lalu, dua pria tampan yang tak lain adalah putra mereka. Di sebelahnya lagi terlihat satu Wanita cantik yang entah siapa itu, Frans masih belum tahu.

Dari tatapan mereka semua, ada tiga mata yang seperti  biasa penuh ke tidak sukaan. Mereka hanya menatap Frans sekilas bahkan sepertinya tidak berniat untuk memberi sambutan.

“Kemari!” sang ibu melambai dan memintanya untuk duduk. Sarah tersenyum lebar melihat sang putra datang.

Frans jalan ogah-ogahan lalu ikut duduk.

Tidak ada pembicaraan apa pun selama makan malam berlangsung. Semua diwajibkan diam dan menikmati makanan yang tersaji. Itulah aturan di keluarga ini.

Sekitar setengah jam berlangsung acara makan malam pun selesai. Frans yang sudah merasa bosan ingin beranjak, tapi dengan cepat Sarah menggapainya.

“Duduklah dulu,” pintanya.

Frans menatap santai lantas duduk kembali. “Kupikir acaranya sudah selesai.”

Di samping sang istri, Jeff sudah mendesah berat melihat sikap Frans yang masih tetap acuh dan dingin. Sebagai istri yang baik, Sarah sudah menggenggam tangan sang suami supaya tetap tenang. Namun, di samping itu, ada sosok yang menatapnya tidak suka.

“Tidakkah kamu merindukan ayah dan ibumu?” tanya Jeff dengan nada kesal.

Dengan santainya Frans menghela napas lalu bersandar. “Untuk apa aku ada di sini sementara tidak ada yang menyukai kehadiranku?” kalimat itu jelas sekali ditunjukkan pada empat orang yang duduk di hadapannya saat ini.

“Setidaknya datang u tuk bertemu ibumu.”

Frans spontan menoleh ke arah ibunya yang tersenyum menahan rindu. Memang baru satu minggu Frans tidak datang berkunjung, tapi meski berkunjung selalu saja hanya sebentar dan tidak pernah sampai menginap.

“Dan di mana calon istrimu yang katanya ingin kamu kenalkan?”

Shit! Frans lupa akan hal itu. Satu minggu ini dia sedang berniat mencari Wanita untuk dijadikan kekasih palsunya supaya bisa lepas dari pertanyaan bodoh kedua orang tuanya mengenai keturunan. Reaksi Frans yang bingung dan terkesan menghindar membuat satu pria di hadapannya menyeringai.

“Bilang saja kalau tidak ada yang mau denganmu.”

Kalimat itu membuat Frans spontan menoleh dengan tatapan dingin. Sekarang Frans tahu siapa Wanita yang duduk di samping Drako. Jelas sekali dari duduknya yang berdampingan dan sok tersenyum mesra.

“Besok juga aku kenalkan,” ucap Frans.

Mereka sepertinya sengaja mau mempermalukanku di sini. Kalau begitu, baiklah aku turuti permainan kalian. 

“Kamu hanya sedang mencari alasan kan?” cibir Pete. “Aku bahkan tidak pernah melihatmu bersama seorang Wanita selain mantanmu yang sudah kabur itu.”

Brak!

Frans spontan berdiri dan menggebrak meja. Semua yang berada di sini sontak terjungkat kaget.

Biasanya Pete tidak pernah ikut bicara, mungkin kali ini hanya ingin sekedar menggoda Frans.

“Hati-hati kalau bicara! Memang kamu siapa berani ikut campur urusanku?”

“Tenang, Bro. aku hanya sekedar ingin ikut bicara.” Pete tersenyum miring dengan tatapan mata seperti sedang mempermainkan.

“Frans, tenanglah. Duduk dulu.” Sarah menarik tangan Frans.

“John, suruh anakmu diam dulu,” ucap Jeff pada adik iparnya itu. “Kalau perlu ajak mereka ke luar dulu dari sini. Biarkan aku bicara dengan putraku.”

“lho, kamu mengusirku dan anak-anakku?” sungut Johny.

Jeff langsung menatap adik perempuannya, memberi kode supaya segera memberi pengertian pada Johny.

“Kita ke luar dulu,” ucap Rachel. “Makan malam juga sudah usai kan?”

Rachel beranjak lebih dulu. Ia menatap kedua putranya lalu pada suaminya meminta untuk segera ikut pergi. Pergi dari ruangan tersebut, Johny merasa sedang direndahkan. Ia tidak suka saat kakak iparnya itu sok mengatur.

“Kita juga berhak di sana,” ucapnya dengan nada kesal.

Dua putranya sudah pergi karena malas melihat kedua orang tuanya yang mulai berdebat. Drako pergi mengantar kekasihnya pulang, sedangkan Pete sudah berlari ke atas menuju kamarnya.

“Lama-lama aku kesal dengan kakakmu yang selalu mementingkan istri dan putra sialannya itu.” Johny menjatuhkan diri duduk di atas sofa.

“Memang harus apa kita? Kita juga tidak perlu ikut campur. Cukup bisa tinggal di rumah ini saja sudah untung.”

Johny menatap istrinya dengan tajam dengan dagu terangkat. “Apa maksud kamu bicara seperti itu? Kamu sedang menghinaku karena tidak bisa membawamu tinggal di rumah yang lebih mewah?”

Rachel berdecak lalu menghentak kaki. Dia mulai kesal kalau bicara dengan suaminya yang mudah terpancing amarah tapi tidak pernah mencari solusi saat ada masalah. Rachel kemudian menghela napas dan melenggak pergi ke kamar juga.

Kembali ke ruang makan, Sarah masih terus membujuk sang putra untuk mau tinggal di sini.

“Dengar …” Jeff kembali bicara. “Ayah bukan mau memaksamu, tapi biar bagaimana pun juga ini permintaan kakekmu supaya kamu segera menikah. Kamu tahu maksud ayah kan?”

Frans terdiam Ketika teringat kembali dengan perkataan kakek saat masih hidup. Dan mengenai pembicaraan keluarga besar, siapa pun yang memiliki cucu pertama tanpa ada perceraian yang akan mendapat warisan utama. Sunggu suatu wasiat yang terdengar sangat konyol. Frans tidak tahu kenapa kakeknya sampai bicara seperti itu saat perkumpulan keluarga dulu. 

“Baiklah, aku akan tinggal di sini. Tentang Wanita, kalian tenang saja, aku mungkin akan segera mendapatkannya.”

Frans berdiri usai berkata demikian. Lalu, Ketika sudah maju beberapa langkah, Frans kembali berbalik. “Carikan aku pelayan. Aku tidak mau memakai pelayan di keluarga ini.”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status