Tahu ‘kan rasanya melelahkan tapi di sisi lain juga menyenangkan? Itu terjadi pada Claudia sekarang.Wanita itu berjalan ke luar dari Gymnasium bersama kelima rekan tim voli lainnya. Claudia diapit oleh Lilia dan Idellia. Sementara Fanya dan Zoya ada di belakang mereka.“Gimana, Clau? Seru nggak?” tanya Lilia tanpa menoleh ke arahnya. Dia sibuk mengipasi wajahnya yang masih berkeringat.“Iya, seru kok,” jujur Claudia menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum. “Makasih ya, kalian udah mau latihan malam-malam dan ngajarin aku juga.” Claudia melirik samping kanan kirinya dan menolehkan wajahnya ke belakang sebentar.Idellia mengibaskan tangannya ke udara. “Santai aja lagi, Clau. Aku juga makasih traktiran pizza-nya.”“Iya, justru kita yang makasih sama lo,” timpal Lilia memutar bola matanya. “Sumpah, ya … gue udah ngira lo tuh anaknya baik banget, Clau, cuma sayang ketutupan aja sama si Clai–“Lilia, aku boleh nebeng sama kamu nggak?”Ucapan Lilia terputus sebab selaan Fanya. Wanita i
“Apa maksudmu, Ryuga?”Claudia mengangkat satu alisnya mendengar pertanyaan pria itu.“Lupakan saja,” sahut Ryuga yang tidak ingin membahasnya lebih lanjut.Sejenak Claudia mengatur napasnya agar jauh lebih tenang. Claudia menyadari jika Ryuga kesal padanya. Pria itu sangat menghargai waktu sementara Claudia terlihat menyepelekannya.Selang sepuluh detik berikutnya, Claudia menolehkan kepala untuk melihat Ryuga yang menatap lurus ke depan.“Aku ingin minta maaf. Bisakah kamu melihatku, Ryuga?” pinta Claudia dengan lembut.Tanpa banyak bicara, Ryuga menolehkan wajahnya. Tangan pria itu melipat di dada. Manik hitam milik Ryuga menyorotnya tajam.Maksud Claudia, tidak bisakah Ryuga menatapnya biasa saja? Tatapan itu malah membuatnya gugup.“Jadi, kamu mau minta maaf atau bagaimana, Claudia?” Ryuga menaikkan satu alisnya, menunggu dengan kesal.Claudia menganggukkan kepalanya kuat-kuat. “J-jadi.”Meneguk ludahnya dalam-dalam, Claudia membuka suaranya lagi. “Maaf jika kamu merasa demikian
Sentuhan fisik di antara Ryuga dan Claudia terjadi lagi. Namun, itu tak melanggar syarat terakhir yang ada pada kontrak pertunangan keduanya. Claudia berusaha melepaskan tangannya yang masih dalam genggaman tangan Ryuga. Sebelum memanggil Ryuga, Claudia meneguk ludahnya dalam-dalam. “R-Ryuga.” Dia memberanikan diri menaikkan pandangan untuk melihat pria itu yang kini menunjukkan senyum menyeringainya. “Mmm?” Ryuga menaikkan satu alisnya. Manik hitamnya balas menatap Claudia dengan sorotan yang lembut. Wajah wanita itu akhir-akhir ini menjadi penyebab isi pikiran Ryuga kacau. Entah apa yang sudah Claudia lakukan padanya. Ditatap seintens itu oleh Ryuga membuat wajah Claudia memanas. Pipinya bersemu kemerahan. Apalagi mengingat apa yang baru saja dilakukan keduanya. “Tidak bisakah kamu berhenti menatapku, Ryuga!?” Sekuat tenaga, Claudia menarik paksa tangannya agar terlepas dari Ryuga. Siapa yang tidak salah tingkah jika pria tampan menatapnya seperti itu!? “Hanya jika kamu mem
Aruna boleh menganggapku sebagai Mommy-nya. Aku sama sekali tidak keberatan kok, Ryuga.”Setelah membeku beberapa saat, akhirnya Claudia menjawabnya dengan enteng.“Aku juga senang jika memiliki putri seceria Aruna. Gadis itu punya aura positif dan dia menularkan itu pada orang di sekitarnya … termasuk aku,” ucap Claudia menambahkan. Dia benar-benar jujur tentang Aruna.Tiba-tiba saja Ryuga melepaskan rangkulannya di pundak Claudia. Pria itu menghadapkan tubuhnya agar bisa melihat Claudia dengan jelas.Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Mau tak mau Claudia ikut menghadapkan tubuhnya ke arah Ryuga.“Aruna menginginkan kamu sebagai Mommy-nya,” ulang Ryuga dengan tegas. Dia kembali melanjutkan, “Itu artinya, untuk menjadi Mommy Aruna, kamu harus menikah denganku, Claudia.”Mendengar pernyataan Ryuga membuat Claudia tak habis pikir. Ryuga terdengar seolah memaksanya.‘Pria ini sedang melamarku atau bagaimana?’“Jangan konyol, Ryuga,” komentar Claudia memutar tubuhnya ke posisi semula. Tanga
“Tidak sabar untuk apa, Ryuga?”Claudia melirik Ryuga dengan tatapan protes. Satu alisnya naik dan dia berusaha menjauhkan tubuhnya dari Ryuga.Sosok Ryuga kembali menegakkan tubuh. Dia mengedikkan bahunya santai, “Melukisku, ‘kan?”Senyum menyeringainya, “Atau ada hal lain yang harus kita lakukan berdua malam ini, Claudia?”Langkah Ryuga mendekat. Dia mengambil keranjang yang ada dibalik tubuh kaku wanita itu.Demi mendengar hal tersebut, Claudia ingin sekali menimpuk wajah tampan Ryuga menggunakan buah jeruk kesukaannya.‘Kenapa aku berpikir ke arah hal yang nggak-nggak?!’ jerit Claudia dalam hatinya.Pertanyaan Ryuga mengundang pikiran Claudia berpikir kompleks.“Tidak ada, hanya melukis. Setelah itu aku akan langsung pulang,” jawab Claudia cepat.Berduaan dengan Ryuga apalagi di dalam apartemen, bisa saja mengundang kekhilafan. Di mobil saja Claudia kecolongan.Tapi, itu bukan kecolongan. Claudia sendiri tidak menolak apa yang Ryuga lakukan padanya. Jadi, apa namanya? Khilaf.“Ay
Sepasang ayah dan anak itu saling menatap satu sama lain. Mata bulat Aruna memicing. Detik berikutnya gadis itu tampak melempar senyum menggoda ke arah Ryuga. “Cie yang sudah mulai posesif! Aruna akhirnya bebas dari keposesifan Daddy! Hip hip horeeee!” Aruna bersorak pelan sambil berputar-putar tidak jelas. Ryuga menyugar rambutnya ke belakang lalu berkacak pinggang. Sementara manik hitamnya menatap tingkah putrinya itu dengan jengah, “Siapa bilang kamu bebas? Kunci mobil kamu, Daddy tahan dua minggu, Aruna.” Sontak hal itu membuat senyum Aruna luntur dan menghentikan tingkahnya. Mata bulatnya terbelalak. “Maksudnya … Dad? Kan, Aruna nggak nyetir sendiri. Yang bawa pergi sama bawa pulang Dirga kok,” ucap Aruna memprotes. Dia tak terima kalau sampai Ryuga menahan kunci mobilnya. Umur Aruna sudah dewasa. Dia juga sudah memiliki SIM. Tapi, Ryuga masih tidak memberikan Aruna pergi sendiri membawa mobil. Sulit dipercaya. “Pembicaraan selesai, Aruna.” Perkataan Ryuga tak dapat didebat
Claudia terang-terangan menunjukkan ekspresi frustasinya setelah mendengar Ryuga memberikan tugas baru selaku partner tunangan kontraknya.‘Kamu pikir gampang berbicara dengan ayahku, Ryuga?! Meskipun pertunangan ini hanya sandiwara, bisakah untuk tidak melibatkan ayahku?!’ Claudia menyerukan itu dalam hatinya. Mana berani wanita itu mengomeli Ryuga.“Kamu keberatan, Claudia?” tanya Ryuga mengedikkan dagunya. Manik hitam Ryuga terasa menusuk mata Claudia.Jadi cepat-cepat wanita itu mengalihkan pandangannya.“Nggak, Ryuga,” geleng Claudia. Padahal jika punya pilihan, Claudia ingin menolaknya.“Cuman …,” jeda Claudia kembali menatap pria di hadapannya. Ryuga tampak setia menatap wajahnya.Ditatap oleh Ryuga yang sudah bersih dan wangi membuat Claudia teringat jika dia sama sekali belum mencuci muka juga menggosok gigi. Wanita itu seketika menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan.“B-bisakah kita lanjutkan nanti? A-aku perlu ke kamar mandi,” beritahu Claudia menahan malu.“Mmm, oke,”
“Tante Diana?!” Pagi itu Aruna hendak menuju dapur, seperti biasa untuk mengambil susu kotak strawberry favoritnya. Namun, perhatiannya teralihkan karena sosok wanita yang berstatus sebagai sekretaris Daddy-nya tengah ada di sana. “Pagi, Aruna!” sapa Diana di tengah kegiatannya mengoleskan selai pada roti di meja dapur kediaman gadis itu. “Pagi, Tan … ada tugas apa dari Daddy sepagi ini?” tanya Aruna mendekat ke arah Diana. Ini bukan pertama kali Aruna mendapati Diana ada di kediamannya dan kehadiran Diana sudah pasti karena Ryuga membutuhkan wanita tersebut. Mendengar pertanyaan Aruna, seketika Diana mengembuskan napas beratnya. “Kamu bakal marah sama Tante kalau Tante bilang Daddy kamu sekarang kayaknya lagi fall in love banget?” Diana mulai mengeluarkan pendapatnya. Dia masih mengoles selai strawberry pada roti yang ada di tangannya. “Ya nggak dong, Tante Diana,” geleng Aruna. Dia menatap wanita itu dengan wajah penasaran, “Tante juga ngerasa kalau Daddy lagi fall in love sa
Natasha Blair.Wanita yang berstatus sebagai mantan istri Ryuga sekaligus ibu kandung Aruna membuat Claudia uring-uringan sepanjang malam. Tidurnya sama sekali tidak nyenyak.Bagaimana bisa Claudia tidur nyenyak sementara dia mengetahui Ryuga ternyata bersama Natasha tadi malam?!Sekalipun semalam Ryuga menyusul pulang, tidur di sebelahnya, memeluknya, membisikkannya kalimat cinta, tapi tetap saja perasaan bernama cemburu itu menelusup hadir.Claudia bahkan tidak lagi merasa sedih karena keadaan janinnya.Wajah Natasha kelihatan pucat. Badannya juga tampak kurus dari terakhir Claudia melihatnya satu tahun terakhir. Itu menyita pikiran Claudia.‘Sebenarnya Natasha kenapa? Kenapa bisa semalam Ryuga ada di sana? Dan kenapa Ryuga harus berbohong segala jika dia menemui mantan istrinya, bukan Dokter Tirta?!’Keributan di dalam isi kepala Claudia itu tidak berani dia suarakan langsung pada Ryuga.“Makan yang banyak, Clau.” Suara lembut penuh keibuan itu menyadarkan lamunan Claudia.Tanpa ha
Beberapa jam setelah ditinggal sendirian, Claudia gelisah. Pasalnya janin di dalam perutnya kembali bergerak, menendang ke bagian area perut bawahnya.Pergerakan itu membuatnya tidak nyaman. Dia sudah bergonta-ganti posisi, tapi tidak kunjung membuat perasaannya membaik.“Kamu baik-baik saja ‘kan?” tanya Claudia, membuka komunikasi dengan janinnya.Dia mencoba untuk ke luar dari kamar. Namun, baru berjalan sebentar, napasnya sudah terasa sesak.Rasanya ada yang tidak beres.Maka, Claudia meraih ponsel dan menghubungi seseorang. Untungnya tidak butuh waktu lama panggilan itu langsung terhubung.“Ya, sayang? Tumben kamu menelpon malam-malam?”Claudia menghela napas lega. “Ibuuuu,” panggilnya pelan. Sejujurnya, dia merasa tidak enak menelpon ibu mertuanya malam-malam begini.Yap, seseorang yang dihubungi Claudia adalah Emma.“Beritahu Ibu, ada apa, hmm?”Di seberang sana, Emma baru saja kembali dari sebuah acara perkumpulan geng sosialitanya. Dia terduduk di sofa usai mengangkat telpon d
Ternyata Claudia juga tetap tidak bisa membujuk Ryuga.Sesuatu yang menyangkut dengan Aruna, tidak bisa didebat dengan Ryuga. Claudia kalah suara.“Aku percaya Aruna bisa mandiri tanpa kita. Tapi, di luar sana terlalu tidak aman, Claudia. Lepas dari pengawasanku, bisa saja keluarga Adiwilaga dan Blair berbuat sesuatu,” jelas Ryuga cukup panjang siang itu.Keduanya berbicara di dapur. Sementara Aruna sudah masuk kembali ke kamar tamu atas perintah Claudia.Mendengar nama belakang Blair, seketika Claudia menaikkan satu alisnya. “Keluarga Blair? Natasha punya keluarga, Mas Ryuga?”Dari cerita yang Claudia dapatkan, Natasha sudah dicoret dari keluarga Blair bahkan tidak lagi dianggap putri dari keluarga tersebut saat mengetahui Natasha hamil di luar pernikahan. Pun, saat Ryuga memutuskan menikahinya, itu tak membuat keluarga Blair bisa kembali menerima Natasha.Ekspresi Ryuga tampak kesulitan. Dia mengusap wajahnya, tampak sedikit frustasi. Manik hitamnya memberikan sorot kegelisahan.“Se
Kabar mengenai proses persalinan Lilia belum sampai di telinga Claudia. Karena saat ini, wanita yang juga tengah hamil itu masih tampak santai bahkan merasa tidak sabar untuk menghadiri festival di dekat tempat tinggalnya. Dia mengetuk pintu kamar tamu. “Aruna,” panggil Claudia. “Siap-siapnya sudah atau belum?” sambungnya. Claudia sudah siap dengan gaun di bawah lutut berwarna hitam yang dikenakan. Sebelum Ryuga berpamitan pergi karena Aji membutuhkan bantuannya, suaminya itu sudah menyiapkan gaun tersebut dan menaruhnya di tempat yang bisa Claudia jangkau dengan mudah. “Tunggu sebentar, Mom!” Bibir cherry Claudia menyunggingkan senyum ketika pintu kamar di hadapannya terbuka. Namun, dia mengernyit kebingungan mendapati Aruna ke luar dengan menggendong tas ransel pink miliknya. “Na … kita hanya mau ke festival, kenapa kamu membawa ransel segala?” tanya Claudia memperhatikan putrinya lamat-lamat. Ditodong dengan pertanyaan itu, seketika membuat Aruna tidak memiliki pilihan selain
“Jangan mengebut, santai saja, Yel.” Mendengar ucapan perintah itu, Riel melirik wanita yang duduk di kursi penumpang dengan tatapan horror. Bisa-bisanya dalam kondisi genting seperti sekarang, dia menyuruh Riel untuk mengemudi dengan santai?! “Kamu akan melahirkan, Lilia.” Dengan suaranya yang dalam, Riel mengingatkan. Keseluruhan tangannya mencengkram setir erat-erat. Di sampingnya, Lilia memasang wajah tenang. Tampak kesakitan, akan tetapi Lilia menunjukkan seolah sakit yang dia rasakan bukan sesuatu yang besar. “Aku tahu dan aku tidak akan melahirkan di sini kok, aku tidak akan mengotori mobil mewahmu,” kata Lilia. Dia sedikit meringis, “Hanya saja, maaf, celanaku sekarang basah.” Ya, cairan yang tampak membasahi kaki Lilia adalah air ketuban yang pecah. “Apa masalah itu penting?” sindir Riel kentara menunjukkan perasaan kesalnya. Sebenarnya, apa yang ada dalam pikiran Lilia? Riel hanya ingin tiba lebih cepat supaya dia bisa segera ditangani. Melihat ketuban Lilia pecah, Ri
“–Akan tetapi, tolong antarkan aku pergi ke tempat lapangan lari. Aku ingin jalan-jalan pagi.” Riel memukul stir yang dikemudikannya lalu memutar mobilnya ke arah tempat lapangan lari. Bisa-bisanya dia menuruti permintaan Lilia, dan parahnya membiarkan wanita yang tengah mengandung anaknya itu keluyuran sendirian. Sesaat, hatinya dilanda perasaan bersalah. Riel menyadari bahwa semakin hari, setiap minggu, dan beberapa bulan ke belakang sikapnya sangat acuh pada istrinya itu. “Ayo, angkatlah,” gumamnya pelan. Dia memutuskan menghubungi Lilia. Teleponnya aktif. Namun, tidak diangkat. Pikiran Riel terpecah. Sebelum Lilia turun dari mobil, dia sempat menatap Riel seolah ingin mengatakan sesuatu. “Katakan saja.” Berulah saat itu, Lilia mengutarakan pikirannya. Wanita itu mencengkram seatbelt yang sudah terlepas. “Aku serius dengan ucapanku tadi. Ayo berpisah setelah anak ini lahir.” Riel tidak memberikan respons. Manik hitamnya menyorot tajam, mencari kebenaran dibalik pernyataan Li
Ketegangan pagi itu tidak hanya terjadi pada sepasang ayah dan anak, melainkan juga terjadi pada sepasang suami istri di kediaman keluarga Waluyo.“Tidak bisakah kamu membatalkan agar tidak jadi pergi, Yel?”Istri mana yang tidak marah apabila suaminya baru saja pulang beberapa jam, harus kembali pergi meninggalkannya seorang diri … ditambah dengan keadaan hamil besar.Lilia memperhatikan baik-baik Riel yang sudah siap dengan pakaian berkudanya. Ya, Riel akan pergi berkuda bersama rekan-rekan bisnisnya.“Membatalkannya?” ulang Riel lantas menggelengkan kepala. “Itu tidak mungkin. Aku sudah merencanakannya lama dengan teman-temanku.”Setelah Riel kembali untuk menggantikan sang ayah memimpin perusahaan, dia mulai memiliki kesibukan-kesibukan di luar pekerjaan utama sehingga tidak memiliki banyak waktu untuk menemani Lilia sehingga berujung … mengabaikannya tanpa sadar.“Bagaimana dengan aku, Yel?” tanya Lilia dengan pandangan yang meredup. Perlahan, dia menundukkan pandangan dan mengus
“Daddy!” Sebuah protesan dilayangkan Aruna tepat saat dia diinterograsi Ryuga di ruang tamu bersama Pras. Ya, suara lain itu milik Ryuga. Bukan milik hantu penunggu rumah ataupun kucing jadi-jadian. “Semua yang Daddy tuduhkan pada Kak Pras salah besar,” ucapnya dengan tegas. Aruna sudah menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Namun, ekspresi Ryuga menunjukkan jika dirinya tidak percaya. Kedua alis Ryuga berkedut samar. “Oh, kamu membelanya, Aruna?” Mata besar Aruna memicing menatap ke arah Daddy-nya. Besok-besok, Aruna harus memberikan saran pada Aji untuk memasang CCTV di dalam rumah agar kejadian seperti ini bisa terekam oleh bukti. “Bukan begitu, Daddy …,” geleng Aruna dengan suara yang putus asa. Aruna frustasi. Mencoba menghilangkan ketakutannya, dia berucap, “Mommy mana? Cuma Mommy yang bisa bersikap netral dan tidak kekanakan seperti Daddy.” Aruna tidak peduli lagi jika kemarahan Ryuga bertambah dua kali lipat. Saat Ryuga mengeluarkan tanduk tak kasat mata di kepalanya, Arun
Selang beberapa menit di kamar mandi, Aruna baru ke luar dengan wajah yang sudah tampak lebih segar. ‘Nggak perlu panik, Na. Itu cuma Kak Pras ‘kan? Bukan Kak Sam aktor terkenal?’ batinnya mencoba menenangkan diri. Tidak dipungkiri jika debar itu hadir dalam dadanya saat melihat Pras bersama Aland tadi. Wajahnya dibiarkan setengah basah. Tidak ada poni yang menghiasi dahi Aruna. Rambutnya terurai, sedikit berantakan. Namun, justru itu daya pikat alaminya. Mata besar Aruna celingukan melihat ke arah ruang tamu yang sudah tidak ada siapa-siapa. “Ke mana perginya beruang kembar itu?” Satu alis Aruna naik, keheranan. Yang Aruna maksud dengan beruang kembar itu Pras dan Aland. Rasa-rasanya julukan beruang kembar sudah cocok untuk keduanya. Detik setelah gumaman itu mengudara, knop pintu dibuka dari luar. Satu sosok beruang yang Aruna cari muncul. Dia melangkah masuk dan mengambil asbak kecil yang ada di atas meja. Belum sempat Aruna bertanya, suara berat pemuda di hadapannya lebih du