Share

2. Mendekati Mantan Teman

Hai teman-teman kasi vote ya jangan lupa buat yang suka cerita romantis. Pernikahan yang tak disangka.

Pesona Suami Kedua

Oleh : Delly Rain Fello

Keenan jalan melewati sebuah panti asuhan dan diam-diam mengamati mantan istri Roman yaitu, Khanza. Wanita itu menghadap belakang dan sedang bermain dengan anak-anak panti asuhan. Tawa riang anak-anak terdengar. Sesekali wanita itu menggendong anak-anak dan mengejar mereka bercanda ria.

Keenan mengingat kembali kata-kata yang baru disampaikan Roman barusan di telepon kepadanya.

“Kamu datang ke panti asuhan Sinar Mentari, di sana biasanya mantan istriku mengunjungi anak-anak panti. Kamu harus mengajak kenalan istriku dan mendekatinya terus.”

Kata-kata Roman terus terngiang di telinga Keenan. Lalu dengan memberanikan diri ia mulai melangkah menuju halaman panti asuhan. Tubuhnya bergetar karena bingung harus mengatakan apa pada wanita yang ingin ia nikahi. Bahkan ia belum mengenal wanita tersebut.

Tiba-tiba sebuah bola yang ditendang seorang anak melayang ke arah Keenan. Hup! Dengan sigap Keenan menangkap bola itu. Seorang anak laki-laki berpipi chubby mendekati Keenan.

Keenan menunduk dan tersenyum ke anak itu. “Ini bola kamu, ya? Nih, ambil. Hati-hati mainnya.” Keenan memberikan bola dan mencubit pelan pipi si anak.

Saat itu Khanza berbalik dan melihat anak berpipi chubby berada di dekat Keenan. Khanza segera menghampiri mereka.

“Mas Keenan?”

Keenan tak percaya dengan apa yang dilihat. “Khanza?”

Khanza tersenyum memandang Keenan. Sementara Keenan mulai hanyut dengan pikirannya. Ternyata mantan istri sahabatnya sendiri adalah Khanza.

Selama beberapa saat Keenan terpesona memandang senyuman manis Khanza. Wanita itu sangat cantik. Matanya bulat dan cerah, kulitnya putih dengan rona kemerahan di pipi, hidung mancung, dan penampilannya selalu manis dibalut gamis-gamis berwarna pastel.

“Mas Keenan lagi ngapain di sini?”

Keenan tersadar dari lamunannya dan sedikit gelagapan. “Ehm, tadi aku lihat anak-anak lagi pada main asyik banget, aku jadi tertarik datang ke sini,” jawab Keenan sekenannya.

“Mas juga suka anak-anak, ya?” tanya Khanza. Terlihat wajahnya semakin cerah.

“Iya, lihat wajah anak-anak perasaan sedih jadi sedikit terobati.”

Senyuman di wajah Khanza berganti dengan raut prihatin. Dia jadi ingat sesuatu. “Banyak-banyak sabar, ya, Mas. Doakan agar ibu cepat sembuh. Allah tidak akan memberikan cobaan melampaui kemampuan manusia untuk menanggungnya,” ujar Khanza.

“In Shaa Allah, Khanza. Aku akan berusaha sebisa mungkin agar Ibu sehat kembali,” kata Keenan. Sebenarnya dia malu pada dirinya sendiri. Seandainya saja Khanza tahu apa niatannya, entah wanita itu masih sudi atau tidak tersenyum padanya.

“Semoga operasi ibu besok lancar. Aamiin,” ucap Khanza.

Anak-anak lain ikut mendekati Keenan bersama bocah chubby. Keenan bercengkerama dengan salah satu anak kecil berpeci. Membopong anak itu dan membuatnya seolah terbang seperti superman.

“Oke, udah dulu mainnya anak-anak. Oh ya, siapa nanti yang mau Om ajari mengaji? Angkat tangan?”

Anak-anak panti menjawab kompak sambil angkat tangan. “Saya! Saya mau, Om!”

Khanza yang melihat itu tersipu. Sekaligus kagum sama Keenan. Keenan mendekat ke arahnya.

Keenan lalu mengajak anak-anak mengaji di teras panti sambil menceritakan kejadian Nabi Yunus dulu sewaktu ditelan ikan paus besar. Tak lupa Keenan membacakan ayat-ayat Al Quran. Anak-anak mendengarkan dengan saksama lalu mulai diajarkan Keenan mengaji.

Selama kegiatan itu berlangsung, Khanza tak hentinya menatap kagum Keenan. Sampai akhirnya Keenan usai mengajar mengaji dan anak-anak kembali bermain. Keenan kembali mendekati Khanza.

“Mereka lucu-lucu. Aku suka anak-anak. Dulu pas mondok di pesantren, sempat mengajar mengaji anak-anak seusia mereka.”

“Wah, ternyata Mas lulusan pesantren, ya?”

“Iya, sempat, sih. Tapi nggak lama. Cuma waktu sekolah SMP aja. Terus lanjut SMA di sekolah umum,” jelas Keenan.

Khanza dan Keenan lalu terdiam. Keheningan merayapi mereka. Keduanya jadi malu dan sadar mereka tidak boleh berlama-lama berdekatan seperti itu.

“Hm, udah jam segini, Mas. Kayaknya kita kelamaan ngobrolnya jadi nggak sadar sebentar lagi azan Asar.”

“Iya,Khanza. Kalau begitu, aku pamit pulang. Ini juga mau ke rumah sakit urusin pelunasan biaya. Assalamualaikum.”

“Waalaikum salam warohmatullah. Hati-hati di jalan, Mas.”

Khanza tak percaya mengucapkan kalimat terakhir itu. Ia pura-pura melihat asal ke arah tertentu, malu sendiri. Keenan menoleh dan tersenyum. Sambil tetap jalan.  Khanza memandangi punggung pria itu sampai jauh.

***

Khanza selesai shift malam. Sudah ganti pakaian biasa. Khanza berjalan hendak ke ruangan ibu Keenan. Sampai pintu, Ia mengetuk dan ucap salam.

“Assalamualaikum.”

Keenan sedang memegang tangan ibunda, reflek menoleh ke sumber suara.

“Waalaikumsalam warohmatullah. Khanza. Kirain siapa.”

Khanza mendekat ke Keenan. Memandangi ibu Keenan lalu mereka bicara pelan.

Tanpa diduga, Bu Ida terbangun. Melihat Khanza, Bu Ida senyum. Khanza mendekat cium tangan.

“Keenan, dokter Khanza ini baik sekali. Andai aja ibu dapat menantu seperti dokter Khanza. Udah cantik, baik, salehah.”

Keenan jadi malu, begitu juga dengan Khanza.

“Ibu, ngomong apa sih, Bu?” Keenan tertawa kecil.

Keenan dan Khanza saling pandang. Setelah mengucapkan kalimat itu, Bu Ida tertidur lagi.

***

Operasi Ibu Ida berjalan lancar. Ibu Ida masih belum siuman. Keenan senang. Mila pacar Keenan juga Hani ikut senang. Namun Hani tampak mencurigai sesuatu.

Tepat saat itu Khanza masuk ruangan. Tersenyum ke Hani dan Mila. Mendekat ke Keenan membisikkan seuatu. Melihat Mila tidak suka dengan keakraban itu, Keenan mengenalkan Khanza.

“Mila, kenalin, ini dokter Khanza. Dokter Khanza, ini Mila.”

Mereka jabat tangan. Lalu Khanza kembali ajak ngobrol Keenan serius. Seolah sengaja memanasi Mila. Hani melirik Mila. Mengajaknya keluar.

***

Mila masih cemberut saat di kantin rumah sakit. Mila yang aslinya pendiam, tidak tahan untuk tidak bertanya ke Hani siapa wanita tadi.

“Tadi itu dokter yang menangani ibu, Han?”

“Iya. Dokter Khanza. Aku ngerti kok kamu nggak suka dia deket-deket Mas Keenan. Tenang aja. Palingan tadi seputar professional kerja, kok. Eh, , aku boleh tanya sesuatu ke kamu, Mil?”

“Tanya apa?”

“Kamu tahu Mas Keenan dapet pinjaman uang dari mana?”

“Uang itu? Mas bilang sih dari Roman, bosnya. Memangnya Mas belum cerita ke kamu, Han?”

Hani menggeleng. Ia penasaran. Dia lumayan tahu bagaiman sifat Roman yang sudah berteman saat SMA dengan Mas Keenan. Roman tidak sebaik itu untuk memberikan kebaikan secara cuma-cuma. Ia khawatir Ada kesepakatan apa dibalik lima puluh juta itu.

Dari kejauhan, Roman melihat Mila bercakap dengan seorang wanita. Roman tidak menghampiri. Ia ke rumah sakit hanya mau menguntit dan mengawasi Khanza.

***

Satu minggu kemudian, Bu Ida sudah diizinkan pulang. Keenan mendorong kursi roda ibunya hati-hati masuk kamar. Keenan dibantu Hani membopong ibu, lalu merebahkannya ke kasur untuk istirahat. Hani keluar ambil sesuatu. Ibu mengajak ngobrol Keenan.

“Keenan, kamu ada hubungan ya dengar dokter Khanza? Kalau bener, sebaiknya jangan lama-lama, Nak. Takutnya jadi fitnah. Segera saja kamu lamar dia. Ibu bahagia sekali kalau bisa punya mantu dia.”

Keenan tersenyum getir. Menyelimuti Bu Ida lantas keluar kamar. Dekat pintu Hani menguping. Keenan terkejut melihat Hani.

“Ngagetin aja kamu, Dek? Ngapain di situ?”

Keenan ke sofa. Tiduran, mainan Smartphone. Hani menuju ke tepi sofa.

“Mas ada kesepakatan apa sama Mas Roman kok bisa dipinjemi lima puluh juta?”

Keenan langsung meletakkan handphone-nya. “Pasti tahu dari Mila, ya? Nggak ada kesepakatan apa-apa, Dek. Roman kan temen Mas udah lama. Dia pasti bantulah ada sahabatnya kesusahan.

“Bohong. Temen sedeket apa pun nggak mungkin kasih pinjem uang gede tanpa kesepakatan apa-apa, apalagi Mas Roman itu.”

Keenan berhenti gaming, Rada tersinggung.

“Kamu itu, Ibu baru aja pulang dari rumah sakit, kita juga masih capek, malah mikir macem-macem. Harusnya syukur alhamdulillah Ibu udah sehat. Bikin kesel aja.”

Keenan ngeloyor pergi. Keluar naik sepeda motor. Hani terbengong heran melihat sikap Keenan yang gak biasanya cepat baperan.

***

Tiga bulan kemudian ....

Keenan dan Khanza semakin akrab. Mereka sering bertemu di panti asuhan dan terkadang janjian di kafe bersama teman-teman yang lain. Mengobrol dan saling berbagi cerita masing-masing. Khanza juga beberapa kali datang ke rumah Keenan untuk menjenguk Bu Ida.

Di sisi lain, Keenan juga terus ditagih janjinya oleh Roman untuk segera menikahi Khanza. Beberapa kali juga Keenan minta waktu karena tidak akan mudah bagi seorang wanita menerima laki-laki yang baru dikenal dalam waktu singkat. Namun, Roman sepertinya sudah terburu nafsu dan terus mendesak Keenan. Pria itu jadi tidak punya pilihan lain.

Hari ini Khanza datang bersama seorang saudarinya setelah Keenan sempat kirim pesan whatsApps bilang mau bicara penting. Keenan datang selang beberapa menit, langsung minta izin saudara perempuan Khanza agar dibolehkan bicara empat mata.

“Aku langsung aja, ya. Bismillah. Aku suka sama kamu, Khanza. Aku pengen hubungan lebih serius sama kamu.”

Khanza yang mendengar itu kaget tak percaya. Ia memandang Keenan yang terlihat serius.

“Terima kasih, Mas Keenan sudah berani jujur. Tapi nggak perlu saya jelaskan pun, pasti Mas Keenan sudah mengerti status saya. Saya sudah pernah menikah, Mas.”

“Aku tahu itu. Aku nggak keberatan, Khanza. Ibuku juga nggak keberatan.”

Khanza tersipu malu.

“Walaupun kita baru mengenal selama tiga bulan ini, tapi hatiku merasa yakin kalau kamu wanita yang terbaik buat aku, Khanza. Aku yakin kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan. Perasaan ini udah tidak bisa ditahan lagi, makanya aku beranikan diri untuk melamar kamu,” kata Keenan.

Khanza yang lama terdiam akhirnya tersenyum. “Alhamdulillah. Kalau begitu silakan Mas ke rumah temui wali Khanza untuk bicarakan hal ini lebih serius.”

“Aku akan datang secepatnya, Khanza. In Shaa Allah.”

***

Keenan bersama ibunya, Hani, dan sanak saudara datang ke rumah Khanza bawa seserahan. Mereka disambut hangat orang tua dan Khanza sendiri. Acara pagi itu berlangsung sederhana.

“Kami bahagia sekali ada pemuda baik seperti Nak Keenan yang mau serius sama Khanza. Terlebih sudah tahu masa lalu Khanza seperti apa. Nak Keenan serius mau membina hubungan baik sama Khanza?” Ayah Khanza bertanya serius kepada Keenan yang kini duduk di depannya. Sementara Khanza duduk di sudut lain malu-malu.

“In Sha Allah saya serius, Pak.”

Pembicaraan pun berlangsung serius antara dua keluarga. Setelah beberapa saat Khanza pun menyatakan bahwa dia setuju dipersunting Keenan, barulah orang tua Khanza turut memberi keputusan.

“Syukur alhamdulillah. Kalau begitu sesegera mungkin pertunangan Nak Keenan dengan Khanza akan dilaksanakan,” ucap ayah Khanza.

Semua menengadahkan tangan untuk berdoa.Suasana khidmat. Bahkan Ibu Ida menitihkan air mata, tanda bahagia.

***

Mila yang heran dengan perubahan Keenan mengajak bertemu di sebuah kafe. Keenan yang mengenakan seragam kerja, rencananya mau langsung ke pabrik.

“Mas ada masalah apa? Mas jarang kasih kabar sekarang. Mila khawatir.”

“Nggak ada apa-apa. Cuma lagi beresin beberapa masalah aja. Aku juga lagi mikir gimana caranya cepet bayar utang lima puluh juta itu ke Roman.”

Mila diam. Iya yakin ada sesuatu. Keenan terus menunduk saat tadi bicara.

“Aku minta ketemu juga karna mau bilang sesuatu Mas. Aku udah mencoba menyuruh mereka sabar, tapi orang tuaku mau Mas Keenan segera melamar. Aku harus gimana, Mas?”

Keenan tidak menjawab. Raut mukanya berubah muram. Suara Mila yang bicara perlahan menghilang dari pendengarannya.

***

Di ruang kantor Khanza pagi itu, ia sedang mengecek smarthphone-nya. Belum ada balasan pesan whatsapps dari Keenan. Kian hari, Keenan makin sulit ditemui. Ia mencoba meneleponnya.

“Ih, kamu kenapa sih, Mas?” Khanza mulai ngedumel sendiri.

Khanza kesal. Ia mengambil tasnya dan berniat menemui Keenan ke rumahnya. Tepat saat itu seorang suster tiba-tiba masuk ruangan.

“Dokter Khanza, ditunggu dokter Deddy di ruang 3.”

Khanza melihat jam tangannya. Agak panik. Suster kebingungan.

“Ee ... sampaikan ke dokter Deddy sebentar lagi saya ke sana ya, Suster. Saya keluar sebentar.”

“Loh dokter ... dok ....”

Khanza pergi buru-buru. Suster melongo.

***

Mobil Khanza masuk halaman rumah Keenan. Khanza turun dari mobil. Suasana rumah Keenan sepi. Khanza melangkah ke pintu, mengetuknya pelan.

“Assalamualaikum ....” Khanza mengucap salam.

Sepi. Tidak ada jawaban. Khanza mengetuk lagi. Kali ini ketukan lebih keras. Suaranya pun lebih keras. Tak lama pintu terbuka. Keenan yang membuka pintu. Mukanya lesu. Melihat Khanza yang datang, Ia muka bersalah.

“Kamu ke mana aja, Mas? Pesanku nggak ada yang kamu bales. Aku telepon nomor Mas gak aktif,” tanya Khanza cemas.

Keenan Diam.Ia menuju ke sofa,duduk disana. Khanza mengikuti.

“Ada apa, Mas? Kamu kenapa? Mukamu pucat gitu. Sini Aku periksa.”

Khanza menjangkau stethoscope di lehernya. Mau memeriksa Keenan. Keenan menggeleng keras-keras. Khanza makin bingung.

“Nggak usah, Khanza. Aku nggak apa-apa, kok,”

“Mas kenapa? Mas cerita dong sama aku kalau ada apa-apa. Aku bingung lihat Mas gini.”

Keenan memegangi kepalanya. Menahan tangis agar tidak keluar. Napasnya terengah-engah. Khanza yang iba mengelus punggung Keenan. Keenan sedikit tenang.

Aku nggak bisa giniin Mila dan Khanza terus. Kasian mereka, batin Keenan dalam hati. Sedari tadi ia terus menolak untuk mendaratkan pandangannya pada Khanza. Namun, ia berusaha bersikap tenang agar Khanza tidak semakin panik.

“Khanza pulang dulu, ya. Besok sesudah mengajar mengaji anak-anak, Mas bakal cerita semuanya.”

“Kenapa Mas nyuruh Khanza pulang? Aku ke sini mau bantu Mas. Aku ke sini karena khawatir sama Mas Keenan.”

“Mas mengerti. Tapi saat ini, Mas mau Khanza pulang. Kita ‘kan belum menikah. Nggak baik kalau dilihat tetangga.”

Khanza merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Ia beranjak ragu dari kursi. Keenan diam menunduk. Khanza berdiri sebentar, lalu pergi.

***

Keenan mengendarain motor sambil melamun. Teringat dengan Khanza. Kesedihan dan rasa bersalah terus mengejarnya ke mana pun ia pergi.

Aku nggak tega bohongin Khanza. Aku harus memberitahukan yang sebenarnya sama dia, batin Keenan.

Tiba-tiba dari arah lain ada mobil melaju ke arah Keenan. Keenan kaget buru-buru injak rem tapi telat.

Mobil nyerempet Keenan hingga jatuh dari motor. Keenan terbaring kesakitan di jalan. Warga berdatangan menolong.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status