Home / Romansa / Pesona Suami Wasiatku / 10. Antara Bos dan Istri

Share

10. Antara Bos dan Istri

Author: Suci Komala
last update Last Updated: 2025-10-29 11:32:51

Hari kedua magang.

Divisi marketing, lantai 30.

Mei Lin sudah duduk manis dan bersiap menunggu arahan.

Ia bersumpah, tidak ada hal yang lebih menegangkan dari bekerja di perusahaan suaminya sendiri,

kecuali harus berpura-pura tidak mengenalnya di depan 300 karyawan lain.

"Oke, Mei Lin. Kau cuma karyawan magang. Kau bukan istrinya. Jangan manggil dia 'Sayang'. Jangan manggil dia 'Suami'. Jangan tatap terlalu lama. Jangan ...,”

"Nona Mei?"

"YA?! Eh, maksudku, ya, Pak!"

Pria yang berdiri di hadapannya bukan Zhang Yichen, melainkan Han Wei --manajer muda divisi marketing, 27 tahun, berwajah ramah dan senyum menular.

"Kau tegang banget, ya. Santai aja, ini cuma kerja, bukan audisi Miss Universe," katanya sambil tertawa kecil.

Mei Lin menatapnya, masih kikuk. "Maaf, aku cuma ... ehm ... grogi. Ini pertama kalinya aku magang di perusahaan besar."

"Kalau begitu, anggap saja ini latihan. Aku pembimbing magangmu mulai hari ini."

"Kau yang akan membimbingku?"

"Ya, kenapa?"

"Nggak, nggak apa-apa. Aku cuma ... terharu."

"Terharu?"

"Biasanya yang bimbing aku itu G****e."

Han Wei tertawa keras. "Kau lucu sekali."

"Terima kasih, itu bakat alami," jawab Mei Lin sambil senyum tengil.

Dan di saat itu, dari kejauhan seseorang sedang memperhatikan.

Zhang Yichen.

Wajahnya datar seperti biasa, tetapi mata tajamnya mengikuti setiap gerak Mei Lin dan Han Wei di ruang marketing. Asisten pribadinya, berdiri di belakangnya sambil membaca laporan.

"Tuan Zhang, laporan mingguan sudah saya kirim ke--”

"Siapa pria itu?" potong Zhang Yichen tanpa mengalihkan pandangan.

"Maksud Tuan?"

"Yang berbicara dengan Nona Mei."

"Ah, itu Han Wei, manajer muda di marketing. Sangat berbakat, lulusan top."

"Dan ... dekat dengan semua karyawan?"

"Ehm … termasuk karyawan magang, sepertinya."

Hening.

"Suruh Han Wei datang ke ruanganku nanti siang."

"Ada keperluan penting, Tuan?"

"Hanya ingin mengenalnya lebih jauh."

Chen menatap bosnya, lalu menunduk cepat. "Baik, Tuan Zhang."

Chen tersenyum penuh arti. Ia mencium aroma cemburu dari tuannya. Ia tak hanya asisten pribadi, tetapi salah satu saksi pernikahan tuannya waktu lalu. Jadi, Chen salah satu orang yang harus menutup mulut rapat-rapat mengenai status tuannya itu.

---

Han Wei mulai menjelaskan proyek iklan digital sambil menatap monitor di mejanya, sementara Mei Lin yang duduk di sampingnya dengan antusias mencatat.

"Jadi, kita fokus bikin konten yang relatable. Kalau idemu lucu, langsung share aja padaku."

"Relatable dan lucu? Wah, itu bidangku."

"Serius?"

"Serius. Aku bisa bikin ide iklan yang buat orang ngakak tapi tetap elegan."

"Contohnya?"

"Misalnya produk air mineral ... tagline-nya: 'Air aja bisa tenang, masa kamu enggak?'"

Han Wei terdiam sebentar, lalu tertawa sampai menepuk meja.

"Kau hebat juga!"

"Aku tahu," jawab Mei Lin bangga.

Dan tanpa mereka sadari, Zhang Yichen berdiri di depan pintu kaca.

Tatapannya singkat, tetapi menusuk. Han Wei langsung berdiri menegakkan badan seperti tentara, sementara Mei Lin tersenyum kaku.

"Tuan Zhang!" sapa Han Wei cepat, sambil berjalan cepat membukakan pintu.

"Manajer Han," jawab Zhang Yichen dingin. "Bisa ke ruanganku sekarang?"

"Tentu, Tuan."

Zhang Yichen melirik sekilas ke arah Mei Lin, hanya satu detik, tapi cukup membuat gadis itu gemetar.

"Kau ... kerja dengan baik!" katanya datar sebelum pergi.

Mei Lin mengangguk pelan. Anehnya, ia merasa nada suara Zhang Yichen terdengar seperti … peringatan halus.

Chen, yang sedari tadi berdiri di belakang tuannya hanya bisa tersenyum samar. Ia menebak mulai saat ini divisi marketing adalah salah satu ruangan favorit tuannya. Bahkan cemburu yang meraja membuat Zhang Yichen sengaja mondar-mandir. Dan apa itu? Bahkan tuannya tidak sabar ingin menginterogasi Han Wei lebih cepat.

"Han Wei. Siap-siap saja dirimu!" Batinnya.

---

Han Wei kembali ke ruangannya.

"Apa kata Tuan Zhang?" tanya Mei Lin heboh.

Han Wei bersedekap dengan dahi berkerut. "Aneh, Tuan Zhang meminta aku agar mengajari karyawan baru atau magang lewat presentasi layar lebar."

"Maksudnya?" Mei Lin turut mengerutkan dahi.

Han Wei menatap Mei Lin. "Intinya, aku diminta agar menjaga jarak dengan karyawan baru. Jadi, aku harus mengajarimu dari jarak jauh. Tidak seperti tadi. Dan anehnya ... aku dilarang tertawa!"

Sejenak Mei Lin melongo, lalu tersenyum samar. Cemburu? Ya, ia yakin jika Zhang Yichen cemburu. Dalam hatinya, Mei Lin bersorak senang.

Beberapa menit kemudian, Mei Lin menerima pesan singkat.

Dari: ZY

"Aku tunggu di rooftop. Sekarang!"

"Rooftop?!" bisiknya. "Kenapa kayak mau transaksi rahasia?!"

"Sudahlah, lebih baik kita makan siang," ucap Han Wei. "Mau makan denganku?"

Mei Lin tersenyum kaku, lalu menolak halus ajakan manager muda itu. Ia segera keluar ruangan dan naik ke atap gedung, mencari-cari sosok itu. Dan benar ... Zhang Yichen sudah di sana, berdiri di dekat pagar, memandang kota Haicheng di bawahnya.

"Kau manggil aku kayak mafia manggil agen bawahannya," kata Mei Lin sambil mendekat.

"Kau cepat datang."

"Kau pikir aku berani telat ke panggilan bosku?"

"Bagus!"

Hening.

Angin siang bertiup pelan, membawa aroma teh hitam dari kantin bawah.

"Kau terlihat akrab dengan Han Wei,” kata Zhang Yichen tiba-tiba.

"Hah? Ya ... karena dia pembimbing magangku."

"Pembimbing, atau sesuatu yang lain?"

Mei Lin memelototinya."Wow, Tuan Zhang. Kau cemburu?"

"Aku hanya bertanya."

"Nada suaramu barusan kayak tes poligraf."

"Aku memastikan stafku tidak terlalu... terbawa suasana."

"Kalimat itu kayak ancaman tapi versi manis."

Zhang Yichen menatap Mei Lin lama, lalu memalingkan muka. "Kau terlalu ramah pada semua orang."

"Itu namanya bersosialisasi."

"Bersosialisasi tidak perlu membuat manajer muda itu tertawa seperti anak kecil."

"HAHA! Kau benar-benar cemburu!" seru Mei Lin sambil tertawa.

"Tidak."

"Kau yaaang cemburuuuu!"

Zhang Yichen menatapnya datar, tetapi telinganya memerah.

"Mei Lin."

"Ya, su - eh, maksudku, Tuan Zhang?"

"Kalau kau terus bicara seperti itu, aku bisa saja-"

"Bisa saja apa?"

Hening.

Tatapan mereka bertemu, terlalu lama, terlalu dekat. Mei Lin bisa merasakan napas Zhang Yichen di udara. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya ... jelas tidak dingin lagi.

"Aku bisa saja melupakan kesepakatan pasal dua," katanya pelan.

Jantung Mei Lin berhenti sepersekian detik. "Kau-kau bercanda, kan?"

"Aku tidak biasa bercanda."

"Oh Tuhan ...."

"Tapi tenang saja." Zhang Yichen berbalik. "Aku masih profesional."

"Kau hampir tidak terdengar profesional barusan!"

Zhang Yichen hanya melangkah pergi, meninggalkan Mei Lin yang terpaku di rooftop dengan wajah merah seperti tomat.

"Astaga ...," gumamnya, memegangi dada. "Kalau begini terus, aku bisa kena serangan jantung cinta."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pesona Suami Wasiatku   15. Hari Libur dan Pertanyaan Keluarga

    Minggu pagi di kota Haicheng terpantau cerah. Untuk pertama kalinya setelah seminggu penuh jadwal kantor dan rapat gila-gilaan, Mei Lin akhirnya bisa tidur tanpa alarm.Namun ternyata ... Ting! Ting!Suara notifikasi.Tangannya meraba mencari keberadaan ponselnya. Matanya setengah terbuka saat melihat satu nama yang tertera. "Ibu? Ada apa, sih?" gerutunya. "Hari ini makan siang di rumah keluarga Zhang. Ingat ya, ditunggu!" Isi pesannya. Mei Lin menggeliat sambil menguap dengan kedua mata yang ia coba buka 100%."Oh, tidak! Liburanku berubah jadi pertemuan politik."Mei Lin bergegas bangun dan memberitahu Zhang Yichen agar turut bersiap. ---Beberapa jam kemudian, mobil hitam Zhang Yichen berhenti di depan rumah utama keluarga Zhang. Nampak pula mobil milik ibu Mei Lin. Mei Lin yang mengenakan dress pastel sederhana tampak anggun, tetapi wajahnya jelas tegang."Kenapa kau kelihatan seperti mau ikut ujian nasional?" tanya Zhang Yichen dengan dahi berkerut. "Karena orang tuaku dan

  • Pesona Suami Wasiatku   14. Antara Laporan, Latte, dan Kesucian Bibir

    Pagi itu Mei Lin dan Zhang Yichen berangkat ke kantor bersama. Agar karyawan tidak curiga, Mei Lin memilih turun di tikungan jalan. "Kau yakin?" tanya Zhang Yichen. Mei Lin menatap suaminya. "Sejujurnya, sih, malas. Aku udah cantik, udah rapi, dan wangi harus kembali berkeringat karena jalan kaki!""Kalau begitu tidak usah turun. Kita lan--""Eh, tidak, tidak!" Mei Lin mengibaskan tangan cepat. "Aku turun saja! Aku tidak mau ada rumor aneh di kantor!"Mei Lin bersiap membuka pintu. Sebelum turun, ia memastikan jika tidak ada karyawan Zhang Grup di sekitar. "Oke, aman!" cicitnya yakin. Mei Lin turun, mobil Zhang Yichen pun melanjutkan perjalanan. Gadis itu hanya bisa menarik napas panjang, pasrah.Sepuluh menit. Mei Lin sudah tiba di lobi dan bergegas menuju lantai 31.Keluar dari lift, Mei Lin disuguhkan dengan aktivitas seperti biasanya. Ada yang baru datang, ada yang membersihkan meja kerja, dan suara printer yang seolah-olah memberi ketukan semangat. "Selamat pagi dunia! Pasti

  • Pesona Suami Wasiatku   13. Setelah Kantor, Masakan Bencana

    Langit Haicheng mulai gelap. Lampu-lampu kota memantul di jendela besar rumah Zhang Yichen. Suara mesin mobil berhenti di garasi, dan beberapa detik kemudian ... "Aku pulang!"Teriakan ceria itu menggema sebelum pintu rumah benar-benar terbuka. Mei Lin muncul dengan rambut sedikit acak, membawa dua tas belanja di tangan, wajah penuh semangat yang sangat tidak cocok dengan ekspresi suaminya yang baru pulang kerja.Zhang Yichen berdiri di bibir pintu, jas masih rapi, dasi belum sempat dilepas. Pria itu sempat berpikir jika Mei Lin meminta izin pulang lebih awal dan minta diantar sopir untuk pulang ke asrama. Nyatanya ... "Kenapa kau tampak seperti baru menaklukkan dunia?""Karena aku beli bahan masakan untuk makan malam!"Mei Lin tersenyum lebar. Bahkan gigi putihnya yang berjejer rapi mampu menyilaukan mata. "Kau … masak?""Tentu saja!""Apakah aku harus memanggil ambulans dulu?""Zhang Yichen! Aku ini bukan ancaman nasional, tahu!"---Dapur rumah kini penuh aroma yang ... sulit d

  • Pesona Suami Wasiatku   12. Sekretaris Baru, Masalah Baru

    Pagi di lantai 31 terasa lebih sibuk dari biasanya. Karyawan berlalu-lalang dengan langkah cepat, semua fokus. Kecuali satu orang yang masih berjuang hidup dengan printer."Astaga, kenapa ini kertasnya nyangkut terus?! Aku cuma mau cetak jadwal meeting, bukan bikin drama!"Mei Lin berjongkok di depan mesin printer seperti sedang menghadapi monster kuno.Sementara di ruangan kaca besar tak jauh dari situ, Zhang Yichen memperhatikan diam-diam dari balik kaca bening kantornya.Ekspresinya tetap datar, tetapi dagunya sedikit bertumpu di tangan.Chen, berdiri di sampingnya dengan raut muka antara kasihan dan bingung."Tuan Zhang … apa saya perlu bantu Nona Mei?""Tidak perlu. Biarkan dia beradaptasi.""Tapi dia sudah … menatap printer itu selama sepuluh menit.""Artinya dia berusaha.""Atau hampir menyerah," gumam Chen pelan.Tak lama, printer berbunyi klik!Dan ... BLAM!Tumpukan kertas menyembur keluar, berserakan ke lantai seperti hujan salju putih."YA AMPUN! AKU MENANG! Tapi … kenapa

  • Pesona Suami Wasiatku   11. Sekretaris Bos Dingin

    Hari Rabu pagi di Zhang Group. Kantor masih sibuk seperti biasa. Karyawan berlarian dengan berkas, printer meraung, dan Mei Lin ... masih kebingungan karena panggilan mendadak ke lantai 31. "Tuan Zhang ingin kau ke ruangannya sekarang," kata asisten Han Wei. "Hah? Aku'kan di marketing? Aku bahkan belum selesai input data!" "Perintah langsung." "Dia nggak bilang aku bikin kesalahan, kan?" "Tidak, tapi nada suaranya ... serius." "Oh Tuhan, aku mau dipecat tiga hari setelah magang." --- Sesampainya di lantai 31, lantai paling dingin dan mencekam di seluruh gedung. Mei Lin melangkah dengan hati-hati. Ruang kerja Zhang Yichen luas, bersih, dan terlalu sunyi. Pria itu duduk di balik meja besar dengan setelan hitam sempurna, wajah fokus pada layar laptop. "Tuan Zhang?" panggil Mei Lin pelan. "Masuk!" "Aku … dipanggil?" "Duduk!" Mei Lin duduk perlahan, menatap pria itu dengan gugup. Setiap detik terasa seperti wawancara masuk neraka. "Kau tahu kenapa aku memanggilmu?" tanya

  • Pesona Suami Wasiatku   10. Antara Bos dan Istri

    Hari kedua magang.Divisi marketing, lantai 30.Mei Lin sudah duduk manis dan bersiap menunggu arahan. Ia bersumpah, tidak ada hal yang lebih menegangkan dari bekerja di perusahaan suaminya sendiri, kecuali harus berpura-pura tidak mengenalnya di depan 300 karyawan lain."Oke, Mei Lin. Kau cuma karyawan magang. Kau bukan istrinya. Jangan manggil dia 'Sayang'. Jangan manggil dia 'Suami'. Jangan tatap terlalu lama. Jangan ...,”"Nona Mei?""YA?! Eh, maksudku, ya, Pak!"Pria yang berdiri di hadapannya bukan Zhang Yichen, melainkan Han Wei --manajer muda divisi marketing, 27 tahun, berwajah ramah dan senyum menular."Kau tegang banget, ya. Santai aja, ini cuma kerja, bukan audisi Miss Universe," katanya sambil tertawa kecil.Mei Lin menatapnya, masih kikuk. "Maaf, aku cuma ... ehm ... grogi. Ini pertama kalinya aku magang di perusahaan besar.""Kalau begitu, anggap saja ini latihan. Aku pembimbing magangmu mulai hari ini.""Kau yang akan membimbingku?""Ya, kenapa?""Nggak, nggak apa-ap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status