Share

Rose, Sang Violinis

Ruang audisi sudah dipenuhi oleh para peserta. Rose memandang ke kiri dan ke kanan, mencari tempat duduk yang masih kosong.

"Rose sebelah sini," teriak seseorang memanggilnya.

Rose berpaling dan melihat gurunya, Mr. Robert, duduk di deretan bangku nomor tiga dari belakang. Di sebelah Mr. Robert ada seorang gadis berbaju merah. Gadis itu tak lain adalah Anneth. Entah mengapa Anneth muncul di acara audisi. Yang jelas kehadirannya pasti memiliki tujuan tertentu.

"Maaf, Mr. Robert, saya terjebak kemacetan," kata Rose meletakkan tas biolanya di bawah kursi.

"Aku kira kamu tidak akan datang, Rose," sindir Anneth.

"Audisinya baru dimulai sekitar lima menit lagi. Apa kamu sudah mempersiapkan diri, Rose? Aku yakin lagu Vivaldi tidak sulit untukmu."

"Iya, saya sudah berlatih semalam. Semoga penampilan saya tidak mengecewakan."

Tak berselang lama, dewan juri duduk di kursi masing-masing. Pembawa acara mulai memanggil peserta audisi untuk bersiap di belakang panggung. Anneth bisa menangkap bias kecemasan di wajah Rose dan itu membuatnya senang.

"Mr. Robert, saya harus ke belakang panggung sekarang. Saya mendapat nomor urut sepuluh," pamit Rose.

"Bersemangatlah, Rose," ucap Mr. Robert memberikan dukungan.

Anneth berdiri dan membisikkan sesuatu pada Rose.

"Hati-hati, Rose. Sainganmu adalah para senior. Jangan sampai kamu gugup dan melakukan kesalahan di atas panggung."

"Iya," jawab Rose singkat.

Berdiri sambil menantikan giliran, membuat detak jantung Rose naik turun bagai roller coaster. Ini adalah pengalaman pertamanya tampil di hadapan umum. Ditonton langsung oleh sekian pasang mata memberikan tekanan tersendiri bagi Rose. Tapi ia tidak bisa mundur. Bagaimanapun ia harus mampu mengatasi rasa gugupnya.

"Peserta nomor sepuluh, Nona Rose Carter."

Rose menarik nafas dalam-dalam. Bermodalkan keyakinan, Rose membawa biolanya ke atas panggung. Ia mengucapkan salam kepada dewan juri kemudian mulai menggesek senar biolanya.

Alunan Concerto in A Minor terdengar memenuhi seluruh ruangan. Dengan lincah jemari kiri Rose bergantian menahan senar, sementara tangan kanannya menggerakkan bow secara teratur. Sungguh lagu yang dimainkan Rose mengalun sempurna. Temponya juga sangat pas sehingga membuat penonton terhanyut dalam permainan biolanya.

Dari kursinya, Anneth membelalak tak percaya. Ia tidak mengira Rose memiliki kemampuan sehebat itu sebagai violinis pemula. Bahkan ia bisa menandingi keahlian para seniornya.

Tepuk tangan penonton membahana usai Rose menyelesaikan lagunya. Mr. Robert sampai berdiri dari duduknya karena bangga atas penampilan Rose.

Berbanding terbalik dengan yang dialami Anneth. Rencana yang telah disusunnya gagal total. Justru ia melakukan kesalahan besar dengan mendaftarkan Rose sebagai peserta audisi. Kini Rose malah mendapat apresiasi dari semua orang. Dan lebih parahnya lagi, ia bisa terpilih oleh dewan juri untuk mengikuti konser.

"Shit! Aku tidak akan membiarkan Rose berada di atas angin. Aku akan mencari cara lain untuk mempermalukannya," batin Anneth kesal.

****

Rose baru selesai mandi dan mengganti bajunya dengan setelan blazer. Ia butuh menyegarkan diri setelah melewati proses audisi yang menegangkan. Namun ia bersyukur karena semua usahanya tidak berakhir sia-sia. Impiannya mengikuti konser besar akan terwujud dalam waktu dekat.

"Rose, keluarlah. Tuan Denzel mencarimu," seru Lily mengetuk pintu kamar Rose.

"Iya, Auntie, aku segera turun."

Rose menyisir rambutnya lalu bergegas menuruni tangga. Tidak biasanya Denzel mengunjunginya di sore hari kecuali ada masalah kantor yang mendesak.

Setengah berlari, Rose menuju ke ruang tamu. Ingin sekali rasanya dia berbagi kebahagiaan dengan Denzel.

"Daddy, kenapa kesini? Aku baru saja akan berangkat ke kantor. Maaf jika aku terlambat karena aku menunggu pengumuman hasil audisi," jelas Rose.

"Saya ingin menjemput Nona. Saya pikir Nona pasti lelah jika harus menyetir sendiri sehabis mengikuti audisi."

"Aku tidak selemah itu, Daddy. Jangan meremehkanku. Sekarang aku sudah menjadi wanita dewasa, bukan anak-anak lagi."

"Bagaimana hasil audisinya, Nona?" tanya Denzel penuh perhatian.

"Aku lolos audisi dan terpilih mengikuti konser," ujar Rose kegirangan.

Tanpa sadar, Rose menghambur ke pelukan Denzel. Tindakan Rose yang tiba-tiba membuat Denzel terkesiap, namun ia membiarkan gadis cantik itu nyaman dalam dekapannya.

Rose yang menyadari kelakuannya menjadi malu. Ia melepaskan diri dari Denzel sambil meminta maaf.

"Maaf, Dad, aku terlalu gembira sehingga bersikap kekanak-kanakan."

"Tidak apa-apa, Nona. Bagaimana kalau nanti kita makan malam bersama untuk merayakan keberhasilan Nona," tanya Denzel mencairkan suasana.

"Baiklah, aku setuju, Daddy," ucap Rose tersenyum.

Denzel mengalihkan pandangannya dari Rose. Menatap gadis itu terlalu lama tidak akan baik untuk dirinya.

"Mari Nona kita berangkat ke kantor," ujar Denzel mendahului Rose.

Rose keheranan dengan sikap Denzel yang mendadak berubah dingin.

"Apa dia marah karena aku memeluknya?" pikir Rose merasa tidak enak hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status