Share

3. Bocah Ajaib

"Jangan berisik nanti Kakak bangun."

"Kamu sedang apa disini?"

"Aku bosan dirumah."

Suara dua orang? Kenapa berat sekali untuk membuka mata. Sekujur tubuhku semuanya terasa sakit.

Aku masih hidup? Padahal aku berharap mati saja, lebih baik daripada hidup tanpa tujuan.

"Lihat tangannya bergerak."

"Cepat panggil Kak Eva!" Genta, bocah yang aku temui diruang bawah tanah dan yang baru saja pergi tadi pastilah Raka.

Ada yang aneh, aku mengenali wajah mereka, Tapi terasa berbeda auranya.

Bahkan bentuk tubuh mereka sudah berbeda. Mereka bukan anak kemarin sore, mereka sudah tumbuh menjadi laki-laki muda.

Hal terakhir yang aku ingat adalah Ayah memukuliku dengan tongkat besi sebelum dia akhirnya menembakkan beberapa peluru kepadaku.

"Untung peluru itu tidak menembus organ vital. Semuanya masih bisa diselamatkan. Mungkin butuh beberapa bulan untuk pulih."

Ingin aku ucapkan terima kasih, tapi mulutku tidak bisa menyuarakan itu. Hanya erangan kosong yang tanpa arti.

"Tuan Muda mungkin tidak bisa berbicara untuk saat ini. Tapi kalau mengikuti terapi semuanya akan kembali normal."

Tibalah dua orang berdiri di samping Genta. Lalu ketiganya menunduk memberi hormat.

"Perkenalkan saya Eva." Perempuan yang masih terbilang cantik walau usianya bukan belia lagi. Aku tebak dia berumur 30 tahunan keatas.

"Aku dan Genta kayaknya enggak usah kenalan lagi. Kakak masih ingat kami bukan?"

Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri. satu minggu? Satu bulan?

"Tujuh tahun kami mencoba dengan melakukan segala hal sebisa kami demi menyelamatkan nyawa Tuan muda." Sepertinya Eva menyadari kebingunganku.

Sudah tujuh taun?! Apa Thea hidup dengan baik? Mungkin Ayah sudah memberitahukan kematianku padanya. Sekarang apa yang harus lakukan?

"Sembuh." Ucap Genta mantap, tidak ada penjelasan lagi setelahnya.

"Karena kami akan membantu Kakak." Aku rasa hanya Raka yang terlihat normal disini. Penuh dengan ekspresi ceria dalam kata-katanya.

---

Setelah mendengar penuturan Eva, ternyata ayah mengambil seluruh wewenang kakek.

Begitu aku di tembaknya, secara bersamaan kakek juga terkena serangan jantung.

Lalu nasib Thea, dia dijodohkan dengan salah satu anak konglomerat rekanannya. Sungguh kebetulan yang aneh.

"Tuan Muda sudah siap untuk melakukan terapi berikutnya." Salah satu suster yang mengurus menyadarkan dari lamunanku.

"Eva dan dua bocah itu ada dimana mereka sekarang?"

"Aku rasa mereka sudah kembali pulang. Mau saya panggilkan untuk segera datang ke rumah sakit?"

"Mungkin setelah terapinya selesai, terima kasih sebelumnya." Aku tidak mau terlalu metepotkan mereka.

Beberapa jam setelah panjangnya rentetan terapi yang aku jalani. Mereka bertiga hadir di kamar inapku.

"Tuan Muda memanggil kami?"

"Aku sudah memikirkannya, kita harus bergerak cepat."

"Aku setuju, pemulihan Tuan Muda juga sudah berkembang pesat."

Genta berbicara sambil melihat beberapa berkas yang terjepit di papan dada. Mungkin medical reportku.

"Bali I'm Coming!" Teriak Raka kegirangan, kita akan ke Bali?

"Disana ada rumah peninggalan Tuan besar, tempat itu tidak bisa dijangkau oleh Tuan." Eva selalu bisa menebak apa yang ingin aku katakan.

Tidak bukan ayah tidak punya akses kesana, lebih tepatnya ayah tidak tahu soal itu.

"Sebagai hadiah kesembuhan Kakak, aku belikan ini."

Satu buah paper bags dengan merek ponsel ternama. Ternyata benda kecil ini bisa sangat berarti dan jujur aku memang membutuhkannya.

"Terima kasih."

"Sama-sama."

---

Walau belum pulih total aku tidak merasa khawatir, dua orang jenius di bidang kedokteran bersamaku.

Genta dan juga Eva. Mereka berdua yang akan memantauku. Peralatan medis yang diperlukan pun kami angkut ke vila yang ada di Bali.

Rumah seluas satu hektar tanah berdiri megah dengan dua lantai. Desainnya memang kental dengan karakter kakek.

"Ini data-data yang Kaka minta." Meja kerjaku penuh dengan bundelan-bundelan kertas. Semua itu adalah aset keluarga Theodora.

Kebanyakan ayah sudah mengambil alih dan dipindahkan atas nama beliau.

Hanya tersisa remahan kecil dari aset kakek yang belum beliau miliki, tadi seperti yang aku bilang. Lebih tepatnya ayah tidak tahu akan hal itu.

"Yang benar saja?!" Aku sudah memeriksa semuanya dan memberi lingkaran sebagai tanda mana saja aset yang bisa aku ambil alih.

"Enggak apa-apa Kak, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit." Raka menyemangatiku, bukan itu permasalahannya.

Kebanyakan aset yang tidak ayah ketahui dalam bidang ilegalitas dan juga dunia gelap.

"Eva. Aku ingin bertanya atas perintah siapa aku dikurung diruang bawah tanah?"

"Tuan besar."

Perlahan-lahan semuanya jelas dalam pandanganku sekarang.

"Lalu rencananya jika pada saat itu Ayah tidak muncul apa tindakanmu selanjutnya?" Aku melirik Eva.

"Tuan besar yakin anda bisa mengalahkan pria itu, selanjutnya sayalah yang akan menjadi tutor anda dikemudia hari."

"Lalu kenapa kamu belum juga melatihku?"

"Satu-satu Tuan muda." Genta yang sedari tadi diam mulai menimpali dengan sorot mata yang tajam.

"Kita harus mengatur ulang rencan dan strategi kita. Bagaimana kalau kita mulai dari pelabuhan?"

Tidak kusangka Raka dalam mode serius bisa berpikir sedewasa ini.

Atau memang kedua anak ini sedari dulu sudah jenius.

"Aku jadi penasaran apa kita sama?" Aku menatap Raka dan Genta bergantian.

"Dahulu Tuan besar adalah salah satu Pemimpin anggota mafia terbesar di Eropa. Sampai semuanya berubah ketika ada salah satu dari mereka berkhianat." Eva ternyata yang membuka suara, dia mulai bercerita.

"Mengedarkan obat-obatan terlarang dan memperjual belikan manusia seperti hewan adalah dua pekerjaan yang paling dibenci oleh Tuan Besar."

Kami bertiga yang sepertinya tidak tahu apa-apa mulai tertarik dengan kisah ini.

"Hanya demi pengakuan dan kekuasaan akhirnya mereka saling serang. Bahkan para anggota keluarga yang tidak bersalah ikut menjadi korban dari perang tersebut."

"Tuan besar mengalah dengan mundur dari serikat tersebut dan lari ke negara Asia. Tuan besar berpikir bahwa semua itu akan usai tapi nyatanya tidak pernah."

"Para anggota kelompok Tuan besar tetap di bantai habis-habisan disana."

"Tidak ada pilihan lain Tuan besar harus kehilangan orang-orang yang sudah dianggap seperti keluarganya sendiri."

"Keinginan Tuan besar adalah membawa mereka pergi semua ikut dengannya, tapi itu mustahil."

"Pemerintah akan terusik dengan kedatangan imigran yang membludak dalam satu waktu."

"Perlahan namun pasti Tuan besar memulai misi penyelamatan anggota lainnya yang tersisa."

"Kalian merupakan salah satu yang diselamatkan oleh Tuan besar."

Aku tahu, kakek memilik rumah amal yang tersebar luas itu hanya untuk kedok menampung dan melindungi kami.

"Karena kita satu keluarga. Itu moto yang selalu dijunjung tinggi oleh Tuan besar."

"Lalu kenapa aku harus masuk dalam keluarga inti mereka? Aku bisa saja dibesarkan terpisah, seperti kalian."

"Itu bisa anda tanyakan sendiri pada Tuan Besar."

Eva sepatuh itu pada kakek? Dia juga tidak berani menanyai keputusan kakek yang dia tahu adalah dia harus menjalankan apapun yang diperintahkan oleh kakek.

"Tuhkan! kita ini saudara." Raka tersenyum lebar sedangkan Genta tertunduk seperti memikirkan sesuatu.

"Raka, bisa aku minta tolong?" Aku menunggu kelanjutan Genta.

"Tentu sodaraku."

"Aku ingin kamu melacak apapun itu yang berkaitan dengan Tuan."

"Kenapa kamu ingin mencari tahu tentang Ayahku?"

"Apa Tuan Muda tidak terpikirkan bahwa Tuan Muda mungkin saja dibawa kesana untuk menjadi lawan bagi Tuan."

Semua yang ada di ruangan itu terkecuali Genta merasa terkejut dengan pemikirannya.

Bukankah kakek memiliki prinsip harus melindungi keluarga, tapi kenapa aku dirancang untuk menentang keluargaku sendiri?

Apa yang harus aku lindungi sebenarnya? Apa kakek terlalu tamak dengan harta dan kekuasaannya, sehingga dia melatihku menjadi bawahan yang patuh.

Mungkin karena ayah sudah tidak sepatuh dulu atau karena keluarga Theodora melahirkan seorang putri dan tidak memiliki seorang penerus?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status