Suara pintu besi terbuka memunculkan sesosok laki-laki jangkung. "Berdiri!" Zee tidak ada keharusan menuruti perintahnya.
'Siapa dia!' Maka Zee hanya menjawab dengan dengusan nafas dan tetap dalam posisi duduknya. Tanpa aba-aba pria itu berlari kearah Zee dan meninju wajah bagian kiri. 'Apa dia sinting!' Karena mendapat bogeman mentah, emosi dalam diri Zee juga tersulut. Zee pernah belajar seni bela diri, dia akan gunakan untuk melawan. 'Sial!' Tendangan tidak mempan untuknya. Tubuh itu terlalu kekar bagi Zee. Sekarang kaki Zee malah berada dalam genggaman pria itu. Secepat kilat dia memelintir, hingga tubuh Zee ikut terjungkal. "Arghhhhhhh!" Rasa sakit di kaki membuat Zee berteriak. Ditambah ada bunyi cukup keras, kemungkinan tulang yang patah. Pria itu terus melanjutkan aksinya. Berjalan selangkah demi selangkah untuk mengintimidasi. Sedangkan Zee mengesot menghindari. Mentok. Tembok menghalangi punggung Zee, tidak bisa menghindari. Satu lagi layangan tinju. Zee pasrah. Sudah tidak tahu berapa kali pria itu memukuli wajah Zee. Terkapar. Zee berharap mati saja kali ini. Disiksa seperti ini membuat Zee kepayahan baik secara fisik maupun secara mental. Rasa amis dan besi bercampur dalam mulutnya. Muntah darah. "Kamu terlalu lemah untuk jadi Tuan Muda keluarga Theodora." Ucap pria itu kecewa, ternyata kemampuan Zee tidak ada apa-apanya. "Siapa juga yang mau?!" Zee berteriak dengan sisa tenaga. *** Zee tidak tahu ini siang atau malam, bahkan sudah berapa hari terkurung disini pun Zee tidak bisa menghitungnya. Pria jangkung itu terus datang ketika Zee sudah mulai pulih. Dia tidak berhenti menghajar sampai Zee terkulai lemah. Sekarang kondisi Zee sudah dekil dan kusam. Pakaian yang Zee kenakan sudah tidak berbentuk. Compang-camping persis seperti orang gila dijalanan sana. "Sudah sebulan anda disini. Apa anda benar-benar tidak akan melawannya?" Baru terdengar lagi suara perempuan itu di speaker. "Kalian ingin aku mati dengan perlahan bukan, lakukan saja semau kalian." Ucap Zee sinis. "Tuan Muda, sudah lama anda dilatih dengan penuh kebaikan dan kasih sayang. Sekarang giliran saya untuk melatih anda, dengan cara sendiri." "Kamu juga tahu, bahwa aku tidak ada hubungan darah sama sekali dengan keluarga Theodora." Zee masih mencoba berbicara dengan setengah napasnya. "Jadi lepaskan aku! Tidak, kalau pun kalian tidak akan melepaskan ku dengan mudah." Kali ini ada jeda yang cukup lama. "Bunuh saja aku!" "Ada atau tidaknya darah Theodora dalam diri Tuan Muda, jika sekali anda masuk kedalam keluarga Theodora, Tuan Muda tidak akan pernah bisa keluar walau mati akan tetap dikubur dengan nama Theodora di batu nisan Tuan Muda." "Sebenarnya apa yang kalian inginkan dengan membawa anak-anak seperti kami kedalam keluarga Theodora? Atau mungkin saja kalian sendiri yang menghabisi keluarga kami hanya untuk membawa kami bergabung?" "Tuan Muda selesaikan dulu pelatihan ini, secara bertahap saya akan memberitahu anda kebenarannya." Hening setelahnya tidak ada suara lagi. Benar dugaan Zee, mimpi-mimpi itu nyata. Mereka mencoba menutupi semua kejadian dengan dalih terapi untuk pascatrauma. Padahal merekalah dalang dibalik semuanya. Membuat seolah mereka terlihat seperti malaikat yang menolong anak-anak seperti Zee, lalu dijadikan kacung dikemudian hari. Bahan percobaan kegilaan keluarga Theodora. 'Thea...' Tiba-tiba Zee teringat dirinya. Apakah dia juga bernasib sama seperti Zee. Jika benar, maka Zee merasa harus keluar dari sini dan segera menolongnya. 'Tidak mungkin! Dia anak kesayangan Ayah dan Ibu dan Thea memiliki darah keluarga Theodora.' Mereka tidak akan kejam pada keturunannya bukan. Terus saja kemungkinan-kemungkinan tentang keluarga Theodora itu berkecamuk. Dibalik pikiran yang memenuhi kepala. Zee tiba-tiba mendengar suara. "Hallo... Hallo." Terdengar seperti suara anak laki-laki. Dari asal suaranya, Zee bisa menebak umur anak itu. Kira-kira sembilan sampai sepuluh tahun. Tempat ini jelas bukan sembarangan tempat yang bisa dimasuki oleh orang asing. Ada anak yang tersesat sangatlah tidak mungkin. Terkecuali anak itu adalah salah satu yang disekap juga oleh keluarga Theodora. Benar-benar parah, mengurung anak sekecil itu. Sepengetahuan Zee baru perempuan di pengeras suara dan si Jangkung. Ya, Zee putuskan memanggil pria tukang hajar itu dengan sebutan si Jangkung. Kalau begitu ada berapa orang lagi yang berada dalam tempat ini. Zee harus membuat rencana jika ingin keluar dan menolong orang-orang tidak bersalah dari cengkraman keluarga Theodora.Kalaupun infomasi ini muncul dan tidak yakin jika Georgio masih dalam pengawasan Tedi. Zee tetap akan muncul dan menghadapi reskio besar yang terjadi. Georgio masuk ke rumah sakit bertepatan dengan usaha Tedi melenyapkan Zee dari keluarga Theodora. Untuk memiliki harta dan kekuasaan keluarga Theodora maka jalan berikutnya yang harus Tedi tempuh yaitu menyingkirkan Georgio tentunya. Sayang, rencana Georgio selangkah lebih maju dibandingkan Tedi, Gerogio seperti sudah memprediksi semua hal ini akan terjadi di masa depan."Thea?" Dia berlari kearah Zee sambil menangis, siapa yang membuatnya menangis! Tubuh mungilnya bergetar hebat, Zee jadi memeluknya, mecoba menenangkan Thea sambil mengelus rambut panjang yang terurai berantakan dipunggunya."Zee, tolong aku. Ibu dan Ayah sangat menakutkan.""Apa?!" Zee mengendurkan pelukanya untuk melihat wajah Thea yang penuh dengan air mata."Aku mau ikut Zee kemanapun. Karena mereka berdua sudah berencana akan membunuhku.""Thea! Kemari!" Orang yang
Ke esokan harinya Zee sudah bersiap dengan pakaian rapih, sebelum itu dia menyempatkan diri untuk melihat kondisi Evan yang sejak semalam belum sadarkan diri. Evan, anak buah yang Zee banggakan saja bisa dikalahkan olehnya. Bahkan Rafli tidak terluka atau mengeluarkan keringat sama sekali ketika bertarung. "Eva, bagaimana keadaannya sudah membaik? Aku sudah menyuruh orang untuk membeli semua keperluan yang Evan butuhkan demi kepulihan dirinya. Mungkin sekarang lagi dijalan.""Padahal sudah lebih baik, jadi merepotkan Tuan Muda." Zee yang maju mundur untuk merelai mereka hingga Evan jatuh tidak sadarkan diri. Zee juga ambil bagian karena salahnya membiarkan duel yang tidak seimbang diawal tetap dibiarkan begitu saja."Bisa kita bicara di luar sebentar." Mereka keluar dari kamar Evan.Ruang tengah menjadi pilihan tempat yang paling dekat. Sebenarnya Zee agak khawatir, jika mereka dilatih dalam pengawasan Rafli bisa menjadi monster ganas yang tidak terkendali.Monster yang tidak bisa men
Tunggu! Tadi kalau Zee tidak salah dengar Rafli sempat berbicara dengan Eva dan memanggilnya 'Kak'. Mereka sudah sedekat itu, apa Eva sudah kenal dan tahu kekuatan Rafli yang sebenarnya? Maka dari itu dia sangat khawatir. Pasalnya Eva terlihat acuh saat Evan di serbu oleh sekolompok orang atau saat dirinya harus mengalihkan perhatian para penembak. Itu karena Eva tahu batasan diri Evan, dia akan mampu mengatasinya. Jika lawan Evan sekarang lebih kuat dibandingkan dirinya, Jelas Eva khawatir, mau bagaimanapun Evan adalah adik kandungnya.Di halaman belakang sudah ada Evan dan Rafli yang sedang ancang-ancang untuk adu kekuatan. Tidak ada senjata hanya kekuatan tubuh dan keahlian ilmu bertarung yang mereka adukan. Evan yang duluan menyerang. Benar kata Genta, pukulan yang dilayangkan Evan penuh dengan emosi. Tidak mengenai satupun tubuh lawan. Kuda-kudanya juga tidak kokoh, sehingga pijakan kaki Evan mudah menggeser.Sejauh ini Rafli belum melawan, dia hanya menghindari pukulan dari Evan
Makan malam memang terasa lebih hening diawal-awal tapi pembawaan Niken dan juga Raka tentunya atas persetujuan Zee, membuat makan malam Zara dan Rafli mejadi sambutan hangat khas keluarga Theodora yang baru dibawah kepemimpinan Zeyon Theodora. Sayangnya pagi ini Zara sudah harus kembali ke pulang. Katanya ada urusan yang mendesak, Zee dan Niken yang kali ini mengantar kepulangannya."Zee, dia merupakan bentuk dukungan penuh dariku. Dia pasti akan tahu harus berbuat apa, kalau ada sesuatu yang dibutuhkan jangan sungkan untuk meminta padanya." Kini Zara menyerahkan Rafli sepenuhnya pada pihak Zee."Seperti yang kita sepakati kemarin. Aku ingin kamu bisa memantau putraku sekaligus melindungi keponakanku. Bukan hal yang sulitkan?" Itu pesan terakhir dari Zara, Rafli terlihat menyunggingkan senyum.Menurut Zee, ekspresi dari Rafli terlalu sinis saat berpisah dengan orang yang sudah membesarkannya. Kalau diperhatikan anak-anak yang terlahir dari setiap klan mafia memiliki keunggulan yang
Kini di ruang tamu hanya ada mereka, barulah Zara kembali bersuara."Mungkin Eva sudah menceritakan sebagian kisahnya. Tiga keluarga mafia terbesar yang bermigrasi dan salah satunya adalah keluargaku." Zara dan Araya, nyonya Theodora sama-sama bermigrasi ke negara ini. Mengingat tempat ini yang paling aman untuk mereka berlindung dan melanjutkan hidup normal. Karena pada saat itu, telah terjadi perang saudara antar mafia, saling berebut daerah kekuasaan dan juga cakupan dagang."Ibumu selalu mendapatkan apa yang dia mau. Bahkan terlahir perempuan tidak menjadikannya beban sebagai penerus. Dalam hal cinta pun dia yang memenangkannya. Sementara aku yang tidak bisa mendapatkan cinta Ayahmu akhirnya menikah dengan salah satu sahabat ayahmu."Informasi tambahan yang baru Zee dapatkan. Araya pernah cemburu dan frustasi saat Zara melahirkan putra pertama. Dia lalu bersumpah bagaiamanpun caranya akan mendapatkan penerus tahta bagi keluarga Theodora. Makannya Zee masuk kedalam keluarga Theodora
"Zee..." Niken berlari menyambut saat mobil terpakir di pelataran rumah. "Aku punya kabar bagus." Zee mengangkat sebelah alisnya, hal baik apa yang membuat Niken terburu-buru menemuinya diluar rumah. "Bu Zara sedang berlibur katanya. Jadi aku sekalian mengundangnya langsung kesini enggak apa-apakan?"Siapa dia? Kenapa juga kamu tidak mendiskusikannya terlebih dahulu denganku." Zee mengerutkan keningnya sambil beriringan berjalan dengan Niken masuk kedalam rumah. Sementara Eva sudah terlebih dahulu meninggalkan dua orang itu didepan."Dia kolegaku yang ingin aku kenalkan padamu. Sesuai perkataanku waktu itu. Tenang Zee, Genta dan Raka sudah membantuku berbelanja ke Supermarket." Karena urusan pembelian lahan dia jadi lupa menyuruh Raka untuk mencari infomasi lanjutan terkait hubungan Zara dan keluarga Theodora."Nona tenang saja, saya akan menyiapkan makan malam untuk jamuan malam ini." Jelas salah satu anak buah yang membantu Niken menyiapkan segalanya. Semuanya sibuk berlalu lalang