Home / Urban / Pewaris Tunggal Berdarah Dingin / 4. Penyelamat Atau Malaikat Maut

Share

4. Penyelamat Atau Malaikat Maut

Author: D'Rose
last update Last Updated: 2024-03-10 07:22:44

Zee baru kembali sadar setelah dihajar habis-habisan dan pingsan, tidak seperti biasanya yang butuh beberapa jam untuk merasakan sakit luar biasa pada tubuhnya. Kali ini lebih parah seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan, mati rasa bahkan suaranya saja tidak mau keluar.

"Kakak... apa kau sudah sehat?" Bukan hanya pertanyaan yang dilontarkan suara anak kecil itu yang aneh. Bayangan anak itu juga bisa terlihat dibawah pintu jeruji besi. "Kenapa enggak dijawab, apa Kakak ini pingsan lagi." Anak itu mencoba membuka pintu? Itu tindakan mustahil. Zee merasa akalnya sudah sangat rusak, berdelusi dengan sangat kacau.

Zee sudah mengamati. Bisa saja berat pintu jeruji lebih dari 1 ton. Melihat si Jangkung saja begitu kesulitan untuk membukanya. Pintu itu akan tertutup secara otomatis jika tidak ada dorongan tenaga yang menahannya. Sekarang, bagaimana anak seusia itu mampu membuka pintu besi dan bagaimana anak itu kabur dari selnya. 'Klik!' pintu itu bahkan terbuka dengan otomatis. Anak itu berdiri disana dengan memegang seperti remot kontrol ditangannya.

"Heh? Ternyata Kakak sadar. Lalu kenapa enggak jawab pertanyaanku?" Cukup mencengangkan melihatnya berhasil membuka pintu dan melihatnya masuk. "Apa Genta salah ngasih obat ya? Kakak ini sepertinya jadi enggak bisa ngomong." Dia bahkan sekarang duduk berhadapan dengan Zee sambil menopang dagu.

"Semua memanggil Kakak dengan Tuan Muda. Tapi aku enggak mau. Kalau aku mau jadi seorang Adik, apa boleh?"

Wajah itu sangat tampan untuk anak seusianya, matanya seperti bulan sabit ketika tersenyum yang membuat Zee merinding melihatnya. 'Dia tersenyum untuk apa?' Dalam situasi yang tidak biasa untuk dilihat anak-anak. Dia terlihat senang.

"Raka!" Suara itu bukan berasal dari anak laki-laki yang ada dihadapan Zee, melainkan dari arah lain. Satu anak lagi berdiri disana. Anak yang ada dihadapan Zee ikut menoleh kearah pintu.

"Genta..." Anak laki-laki dihadapan Zee berlari kearah anak yang bermuka masam itu. Bisa disimpulkan Zee, anak yang pertama masuk itu bernama Raka sedangkan anak yang menyusul bernama Genta.

Raka setengah menyeret Genta untuk keluar dari ruang sekap Zee. Pintu tertutup kembali, setelah keduanya berada diluar. "Kalau Kak Eva tau, tamat riwayatmu!"

"Tapi Kakak terlihat tidak baik. Aku juga ingin melihatnya secara langsung. Emangnya cuman Genta yang boleh nengokin."

"Diam! Kita harus kembali sekarang. Kalau kamu tidak mau kena masalah." Suara derap kaki mereka mulai terdengar makin samar.

'Lelucon macam apa ini? Sekumpulan bocah, yang benar saja.'Zee tertawa miris. Mengingat saat seusia mereka dia juga dibawa masuk dan diperkenalkan sebagai anggota keluarga Theodora.

Kedua anak itu pasti akan tertangkap kamera CCTV karena sudah masuk kedalam ruang penyekapan Zee. Eva adalah nama perempuan di speaker selama ini pastilah yang disebut kedua anak tadi.

'Apa hanya empat orang saja?' Kalau Zee berhasil melawan si Jangkung kesempatan untuk keluar dari tempat ini sangat besar. Satu perempuan dan dua anak kecil bukan masalah baginya.

Masalahnya sekarang Zee harus memutar otak untuk mengalahkan si Jangkung. Untuk kekuatan fisik jelas Zee kalah jauh dengannya. Menghindar! Si Jangkung akan mengejarnya. Hal yang belum terpikirkan Zee menggunakan sesuatu untuk melawan balik. Maka Zee akan mencoba menghindari pukulannya, selain itu Zee harus memanfaatkan ruangan ini untuk membantunya.

Dinding yang keras! Ya, Zee harus membawanya ke sudut ruangan. Jadi ketika dia hendak melayangkan tinju, Zee akan menghindar dan tinju sekuat tenaga yang telah Si Jangkung siapkan akan menghantam tembok yang keras ini. Dia pasti bisa merasa sakit jugakan. Sederhana pikir Zee, tapi layak dicoba.

***

Setelah mengamati, jaraknya tujuh hari sekali si Jangkung akan kembali menghajar Zee. Hari ini pasti dia akan datang. Zee sudah menyiapkan strategi yang dibuat semalam suntuk. Pintu kembali di buka. Si Jangkung datang. Zee sudah berdiri di tempat yang akan dijadikan senjata. Serangan pertama Berhasil menghindar! Sesuai dengan dugaan Zee, tinjunya mendarat ditembok yang keras itu.

"Anda sudah mulai mengerti permainan ini ya, Tuan Muda?"

"Jika aku Tuan Muda mu, bisakah kita berdiskusi?"

"Tugasku adalah membunuh Tuan Muda." Dia tidak main-main sorot matanya sekarang berubah. Ada kesenangan dan juga gairah untuk melawan Zee yang sebelumnya hanya pasrah di pukuli.

Sekali dua kali mungkin rencana Zee berhasil. Si Jangkung juga petarung ulung, dia langsung bisa membaca pola gerakan Zee. Sialnya lagi, kaki yang pincang menyulitkan Zee untuk bergerak cepat kesegala arah. Zee tertangkap!

"Apa aku akhiri saja hari ini, kalau begitu." Sekarang Si Jangkung menindih badan Zee. Apa ini akhir dari hidupnya? Zee sudah pasrah dengan menutup kedua mata.

'Ini akan menyakitkan tapi, tunggu!' Lalu Zee mendengar suara tembakan. Cairan hangat menerpa wajahnya. Zee membuka mata, peluru menembus kepala dan Si Jangkung terjungkal kebelakang. "Ayah?" Sosok itu muncul setelahnya.

"Hanya segitu kemampuanmu?" Ada dua senjata ditangannya. Tangan kanan memegang senjata api dan ditangan kirinya memegang tongkat besi yang sudah berlumuran darah. Zee tidak mau membayangkan darah siapa yang ada disana.

'Apa dia datang untuk menyelamatkanku?' Walau Zee tidak pernah berbicara banyak dengan Tedi. Mungkin Tedi memang menganggap Zee sebagai putranya sendiri. Detik itu juga Zee ingin menangis terharu, tapi Tedi pernah berkata sorang pria tidak boleh menangis. Karena itu kelemahan yang sangat fatal. Maka sekuat tenaga Zee menahan air matanya.

"Aku tidak paham kenapa dia membawamu lagi." Zee mengernyitkan dahi mendengarnya. "Apa aku masih kurang untuknya hingga dia masih menginginkanmu dalam keluarga ini?"

Zee menyadari ada yang janggal. Tedi tetap berdiri disana, tidak mencoba berjalan mendekat. Tedi malah mengisi ulang peluru yang kosong pada pistolnya. "Sial! Kamu juga semakin bersikap kurang ajar dengan berani-beraninya menaruh hati pada putriku!"

Zee rasa Tedi datang bukan untuk menyelamatkan. Tedi tetap tidak suka pada Zee, bahkan sejak awal ke datangannya ke dalam keluarga Theodora. Tedi adalah malaikat maut sesungguhnya untuk Zee.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   39. Ruangan Mencurigakan

    Mereka akhirnya tertidur di gang sempit itu semalaman. Orang yang pertama bangun sepertinya Raka, sebab ketika Zee membuka mata, dia melihatnya sudah berkutat dengan laptop dan ponsel. Sementara Rafli masih tidur lelap di kursi pengemudi. Mungkin dia lelah mengemudi semalaman. Zee kebingungan tidak bisa keluar dari mobil saja, karena gang ini benar-benar pas dengan body mobil. Sangat sulit untuk membuka pintunya saja barang sedikit. Sekarang yang bisa dilakukan Zee hanya menunggu Rafli bangun. Tidak mau juga dirinya membangunkan Rafli secara paksa juga. Zee mencoba mengecek takut kalau Eva tidak mendapatkan perkembangan kabar dari misi ini. Namun ponselnya yang ternyata mati kehabisan batreai. Gerak-gerik Zee membuat fokus Raka menjadi buyar, dia bisa melihat Zee mulai tidak nyaman berada di kursi belakang lewat kaca spion tengah. “Tuan muda sudah bangun?” Suara Raka membuat Rafli jadi terbangun. Dia merenggangkan tubuhnya sejenak untuk kemudian ikut menengok kearah belakang. “Po

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   38. Pengejaran Dini Hari

    "Bisa jadi, karena kalian berdua mengintai rumah itu. Mungkin kalian juga enggak sadar sedang diperhatikan juga." "Sikap kami masih terlihat wajar dan kami rasa enggak terlalu lama berada disana." "Tetap saja, mereka bukan keluarga konglomerat biasa, sehingga pergerakan sekecil apapun bisa menjadi perhatian mereka.” Zee teridam, dalam hati membenarkan dari penjelasan dari Raka dan merenungkan sikap gegabahnya. Apa yang ditakutkan dan peringatan Rafli yang dianggap sepele oleh Zee menuai hasil yang sangat cepat. Rafli sempat melihat kearah Zee namun tidak merespon apapun. Dia cukup puas tuan mudanya akan belajar dari kesalahan. Risiko dari masalah ini masih bisa diatasi.“Itu sudah berlalu, sekarang kita harus pergi dari hotel ini. Keberadaan kita sudah ketahuan pihak luar. Tidak menutup kemungkinan keluarga Theodora juga lambat laun akan tahu.” Raka dan Zee saling menatap, menit berikutnya mereka berpencar langsung mengemasi barang bawaan masing-masing. 10 menit kemudian, mereka be

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   36. Rumah Keluarga Bagaskara

    Rekam medis milik Thea terpampang disana. Walau nama belakang Thea sudah berbeda sekarang. Itu karena Thea sudah menikah, dan bisa saja dibawa ke rumah sakit oleh suaminya. Tangan Zeyon terus saja menggulir layar laptop, Raka sengaja meninggalnya sendiri. Tidak ada yang berani mengungkit atau mengusik jika menyangkut Thea. Bahkan Eva sekaligus, kecuali jika Zeyon yang memulai pembicaraan. Itu pun mereka akan menanggapi secara netral dan profesional menurut sudut pandang mereka. Namun kesempatan itu belum pernah terjadi. Hingga hari ini, makanya dari pada Raka harus canggung bersama, Raka memtuskan untuk membeli makan malam.Mengenai suami Thea, Zeyon menemukan namanya di data wali pasien. “Arun Bagaskara.” Zeyon sedikit menarik memori beberapa belas tahun kebelakang. Anak kecil yang seumuran dengan Thea. Salah satu kolega orang tua mereka, kerap kali keduanya dipasang-pasangkan, kecocokan mereka selain dari segi fisik juga latar belakang keluarga mereka yang setara.“Anak tengil itu y

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   37. Dibalas Hal Serupa

    Rafli yang selalu terlihat kalem, ini bisa berubah juga. Apa Zeyon memang sudah keterlaluan. Tapi niatnya memang hanya untuk memastikan keterlibatan keluarga Bagaskara saja. Tidak kah sikap yang ditunjukan Rafli padanya terlalu berlebihan.Apalagi Rafli yang mengungkapkan bahwa bisa saja Zeyon membunuh dirinya. Sungguh hal konyol untuk apa menukar nyawa Rafli dengan masuk dan mengulik infomasi yang tidak seberapa dari keluarga Bagaskara. Beberapa detik kemudian, Zeyon baru berani menatap wajah Rafli yang mengeras disana dan sedikit berwarna merah. Padahal suhu didalam mobil tidak panas sama sekali, AC mobil berfungsi dengan baik. Apa Rafli berada diambang batas sabarnya. ‘Apa nyawa Rafli memang tergantung padaku. Jika terjadi apa-apa deganku. Zara mungkin akan mengambil nyawa Rafli sebagai bayaran setimpal agar keluarga ini enggak ada dendam dimasa depan.’ Untuk sementara itu kesimpulan yang bisa Zeyon ambil.Mereka kembali ke hotel dengan Rafli yang terus saja memegang tensi emosi. K

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   35. Tindakan Pencegahan Rafli

    Pintu tertutup kemudian terdengar suara pintu dikunci. Ruangan masih gelap, seperti enggan menyalakan saklar lampu. “Apa yang kamu lakukan?” Suara itu dikenali, Zeyon dengan sikap waspada langsung menyalakan lampu dan melihat sosok yang menariknya kedalam ruangan.“Rafli.” Satu tarikan napas panjang yang sedari tadi ditahannya lolos begitu saja melihat waja orang yang Zeyon kenal. “Aku hanya ingin bertemu dengannya kamu enggak usah—““Apa Anda mau semua yang kita rencanakan secara matang, berantak begitu saja karena satu tindakan bodoh dari Tuan Muda.”“Baiklah, aku hanya akan menyapa saja dan kita kembali ke rencana awal.” Zeyon sudah bergerak kearah pintu, dia takut Thea sudah pergi terlalu jauh. Sulit dikejar dan kalau mereka berada di tengah keramaian itu akan mempersulit pertemuan Zeyon dan Thea, secara diam-diam.Sebelum mencapai pintu, Rafli sudah sigap memasang badan menghalangi, Zeyon melotot melihat sikap Rafli yang seperti ini padanya. “Apa cuman itu, bagaimana kalau dengan

  • Pewaris Tunggal Berdarah Dingin   34. Hati Yang Selalu Gelisah

    Kalaupun infomasi ini muncul dan tidak yakin jika Georgio masih dalam pengawasan Tedi. Zee tetap akan muncul dan menghadapi reskio besar yang terjadi. Georgio masuk ke rumah sakit bertepatan dengan usaha Tedi melenyapkan Zee dari keluarga Theodora. Untuk memiliki harta dan kekuasaan keluarga Theodora maka jalan berikutnya yang harus Tedi tempuh yaitu menyingkirkan Georgio tentunya. Sayang, rencana Georgio selangkah lebih maju dibandingkan Tedi, Gerogio seperti sudah memprediksi semua hal ini akan terjadi di masa depan."Thea?" Dia berlari kearah Zee sambil menangis, siapa yang membuatnya menangis! Tubuh mungilnya bergetar hebat, Zee jadi memeluknya, mecoba menenangkan Thea sambil mengelus rambut panjang yang terurai berantakan dipunggunya."Zee, tolong aku. Ibu dan Ayah sangat menakutkan.""Apa?!" Zee mengendurkan pelukanya untuk melihat wajah Thea yang penuh dengan air mata."Aku mau ikut Zee kemanapun. Karena mereka berdua sudah berencana akan membunuhku.""Thea! Kemari!" Orang yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status