Kini mereka semua berada di rumah Rachel. Orang tua Rachel menyambut semuanya dengan baik. Meski pun wajah ayah Rachel tampak tidak suka. Tapi mereka tidak bisa menolak kedatangan mereka saat Rachel memohon.
Maria sedang merawat Bella di kamar Rachel. Tiga anak perempuan lainnya, Luna, Rose, dan Kayla tidur di kamar Rachel. Sementara, Sammy, Bryan, Adam, Lucky, Hans, Petter dan Daniel tidur di kamar ketiga yang tidak terpakai. Mereka sudah tertidur lelap Karena kelelahan. Daniel yang tidak bisa tidur keluar dari kamar dan mencoba mencari udara segar. Tak sengaja ia mendengar suara Rachel yang sedang berbincang di kamar orang tuanya. "Sampai kapan mereka akan tinggal di sini? Rachel ibu dan ayah menerima mereka karena kasihan. Terlebih anak yang paling kecil sedang sakit, Tapi, kita tidak bisa menampung mereka selamanya. Apa yang akan orang-orang katakan kalau mereka mengetahui hal ini?" ucap Ibu yang lebih mencemaskan apa yang dikatakan orang lain meski pun kasihan dan iba. "Ayah tidak bisa menerima mereka, kamu bisa bicarakan hal ini baik-baik. Minta mereka untuk pergi besok pagi," ucap ayah lebih tega dan tak bersimpati. "Ayah, Ibu kenapa kalian sangat tega sekali? Jika mereka bisa menemukan tempat tinggal, aku juga tidak akan membawa mereka ke sini. Setidaknya, beri mereka waktu sampai mereka bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak. Aku akan merawat mereka. Jadi Ibu dan Ayah tidak perlu repot," ucap Rachel merasa sedih karena kedua orang tuanya tak bisa memahami perasaannya. "Rachel, dari awal ayah tidak pernah merestui hubunganmu dengan Daniel. Kau tidak bisa bekerja di perusahaan besar karena dia. Sebaiknya kau dan dia putus dan bawa mereka semua pergi dari sini!" Ayah Rachel yang emosi keluar dari kamar, ia terkejut saat melihat Daniel yang berdiri tak jauh dari kamar. "Ayah! Dengarkan aku dulu." Rachel yang mengejar ayahnya keluar kamar dikejutkan dengan keberadaan Daniel di sana. "Tuan Ben, apa saya boleh bicara dengan anda?" Tanya Daniel dengan sopan. Rachel menatap bersalah dan tak bisa bicara apa-apa. Ben berdehem dan menunjuk keluar rumah untuk berbicara dengan Daniel. "Daniel, aku akan bicara dengan ayahku jadi-" "Berikan aku waktu Rachel, aku akan bicara baik-baik dengan ayahmu," ucap Daniel dan melepaskan tangan Rachel dari lengannya. Rachel tak punya pilihan dan membiarkan kedua pria itu berbicara di luar. "Ibu pun setuju dengan ayahmu. Kalau kau mau, kau bisa memberikan jalan keluar pada mereka," sahut ibu dan menutup pintu kamarnya. Rachel yang cemas mengikuti ayah dan Daniel agar bisa mendengarkan pembicaraan keduanya. "Sebelumnya, saya ingin berterimakasih karena Tuan Ben karena bersedia menerima kami untuk istirahat malam ini. Saya tahu, anda sangat tidak menyukai saya yang hanya seorang yatim piatu dan tidak berpendidikan tinggi. Saya bahkan tidak sempat lulus sekolah karena harus bekerja. Dan saya ingin meminta maaf, karena sudah merepotkan anda sampai detik ini," ucap Daniel memulai pembicaraan mereka dan menundukkan kepalanya sedikit. Ben sedikit merasa tidak enak, tapi ia tak berkata apa-apa. "Karena itu, tolong untuk menerima kami lebih lama sedikit. Saya akan mencari uang dan pekerjaan besok sekalian mencari tempat tinggal. Untuk sementara ini, tolong terima adik-adik saya agar mereka tidak tidur di jalanan. Saya akan secepatnya membawa mereka pergi dari sini. Saya berjanji," lanjut Daniel lagi. Ia telah membuang harga dirinya dan memohon dengan menahan rasa malu. Rachel yang mendengar hal itu menahan suara tangisnya. la bisa melihat Daniel yang menahan emosi dengan mengepalkan tangannya erat-erat. "Hah... dasar tidak punya malu! Inilah yang membuat saya tidak merestui hubungan kalian. Kau dan anak-anak itu tidak punya orang tua yang bisa membesarkan kalian. Pendidikan kalian rendah! Dan apa kau berpikir kau mempunyai masa depan yang cerah? Ini sudah berapa tahun? Dan kau tidak ada kemajuan sama sekali! Setelah kau pergi dari rumah ini, putuslah dengan Rachel. Dan jangan pernah menemuinya lagi! Jangan terus memohon belas kasihan seperti ini!" Ucap Ben dengan perkataan yang sangat kejam. Daniel semakin mencengkram tangannya sendiri hingga memerah. Tubuhnya bergetar menahan marah karena harga dirinya yang telah diinjak-injak oleh Ben. Jika bukan karena adik- adiknya dan menjaga perasaan Rachel. Ingin sekali Daniel membalas semua ucapan Ben itu. Tapi, ia harus menahan semuanya agar bisa melindungi semua orang yang ia sayang. "Baik, saya berjanji akan putus dengan Rachel dan tidak menemuinya lagi. Asalkan adik-adik saya dan Ibu Maria bisa tinggal sedikit lebih lama di sini," ucap Daniel dengan penekanan dari suaranya. Jelas sekali ia sedang bertarung dalam hatinya untuk tidak berkata yang kasar. "Lebih cepat lebih baik bukan?" ucap Ben dan pergi dari sana. Tak ada senyum atau pun rasa simpati. la pergi ke dalam rumah. Dan menatap dingin pada Rachel yang mendengarkan semua itu. Tapi Ben tidak mengatakan apa-apa dan berlalu ke kamarnya. Rachel menangis sedih karena memiliki orang tua yang begitu kejam dan tak punya hati. Daniel pun menangis dalam diam. Hatinya sangat terluka dengan semua ucapan Ben. Saat ia hendak pergi dari rumah, Rachel menghampiri dan memeluknya dari belakang. "Lepaskan aku," ucap Daniel dengan suara dingin. la tahu siapa yang telah memeluknya. "Maafkan aku," ucap Rachel menahan tubuh Daniel yang berontak ingin melepaskan diri dari pelukkannya. Daniel terhenti dan menangis dalam pelukkan Rachel. "Aku tidak bisa menolongmu. Maafkan aku, karena orang tuaku-" Daniel melepaskan pelukkan Rachel dan berbalik menghadap Rachel. Ia melihat Rachel yang menangis dengan mata yang sembab. Daniel bisa melihat mata bersalah Rachel padanya. Rasa cinta yang ada di hatinya membuatnya terluka melihat dan mendengar perlakukan orang tuanya pada kekasih hatinya itu. Daniel yang juga merasa bersalah karena tidak bisa menjadi sosok yang pantas sebagai kekasih Rachel mengecup kening Rachel dengan cukup lama. Mencurahkan betapa besarnya ia mencintai Rachel dan tak ingin kehilangannya. Mereka menangis bersama di bawah sinar rembulan dengan perasaan bersalah karena merasa saling menyakiti satu sama lain. Daniel melepaskan kecupan itu dan menatap Rachel dengan mata yang berkaca-kaca. "Jangan minta maaf padaku, kamu sama sekali tidak bersalah. Aku harus pergi dan membawa seluruh keluargaku dari sini. Jangan terlalu benci pada kedua orang tuamu. Bagaimana pun, mereka begitu karena sayang padamu. Aku sangat berterimakasih pada mereka, karena setidaknya mereka masih mau menerima keluargaku sementara. Aku, akan kembali nanti jika hidupku sudah lebih baik," ucap Daniel dan berbalik pergi. Rachel menahan tangan Daniel. Dia masih menangis dan tak ingin Daniel pergi. Tapi Daniel melepaskan tangannya lalu pergi dari sana.Seorang suster masuk ke dalam ruang rawat Daniel dan memberitahu tentang hasil pemeriksaan yang sudah selesai. Daniel mengikuti langkah suster itu untuk menemui sang dokter. Di ruangan dokter ada Jonathan yang sudah datang sejak tadi.Daniel pun duduk di samping Jonathan untuk mendengarkan penjelasan dokter.“Baik ini adalah hasil dari pemeriksaan kesehatan keseluruhannya, untuk tes MRI otak syukurnya semua terlihat baik dan tidak ada gangguan apa pun. Kondisi dari tes kesehatan jantung, ginjal dan hati serta paru-paru juga bagus. Daniel tidak merokok ya?” Tanya dokter.“Ya, Aku tidak punya uang untuk dibakar,” ucap Daniel dan membuat sang dokter tersenyum.“Itu bagus, meski pun nanti ada uang yang bisa dibakar sebaiknya menghindari rokok. Karena itu sangat berbahaya untuk kesehatan di masa yang akan datang. Hanya saja Daniel ini mengalami tekanan darah yang rendah. Gula dalam darahnya pun di bawah angka aman meski pun tidak parah masih bisa diobati dengan obat dan makanan yang bergiz
Jonathan terkejut mendengar ucapan Daniel. Ia sudah mengira Daniel akan mencarinya di saat sudah terdesak. Tapi ia tak berpikir akan secepat ini.“Apa … kau serius?”“Kau anggap aku sedang bercanda?”“Tidak, bukan begitu. Aku hanya tidak ingin jika suatu hari nanti kau mengurungkan kembali ucapanmu dan berpikir untuk berhenti.”“Aku tidak bisa berhenti, sekali pun aku mau. Aku sudah tidak punya jalan untuk kembali. Jadi, apa yang kau ucapkan semuanya benar?” Tanya Daniel.Jonathan mengambil sebuah berkas dari dalam tasnya dan memberikannya pada Daniel.“Aku sudah memeriksa semuanya, kapan kau bertemu dengan Ibu panti asuhanmu bahkan foto pertama kau ditemukan. Sama persis dengan foto yang ditinggalkan mendiang ibu kandungmu. Meksi pun begitu, kami harus membuktikan dengan satu kali tes DNA,” ucap Jonathan dan membuat Daniel terkejut.“Jadi, maksudmu kalau aku menjalani tes DNA itu, dan ternyata tidak cocok. Kau akan membuangku begitu saja? Wah apaan ini, kau pikir aku mudah dipermain
Daniel bekerja di sebuah gedung yang sedang di bangun. Ia beruntung karena mendapatkan pekerjaan sebagai buruh tukang bangunan meski dibayar harian. Sepanjang hari Daniel bekerja untuk bisa menghasilkan uang yang tidak seberapa itu. Di saat jam istirahat, Daniel yang tidak memiliki uang hanya meminum air putih yang disediakan di sana. Sementara yang lain memakan bekal mereka masing-masing. Tiba-tiba seseorang datang menghampiri Daniel dan memberikan sepotong roti. "Makanlah, kau bisa sakit jika hanya minum air putih saja," ucap pria yang sudah berumur setengah abad itu. "Tidak usah, terimakasih," tolak Daniel merasa tidak enak. Pria itu menarik tangan Daniel dan menaruh rotinya di dalam tangan Daniel. "Jangan menolak, jika kau sakit pekerjaan yang lain semakin berat dan selesai lebih lama. Aku tahu mereka sangat pelit hingga tak memberikan makan siang dan hanya air minum saja. Tapi, jika kita protes upah kita akan dipotong dengan dalih sebagai uang makan. Aku sudah menjadi buruh
Kini mereka semua berada di rumah Rachel. Orang tua Rachel menyambut semuanya dengan baik. Meski pun wajah ayah Rachel tampak tidak suka. Tapi mereka tidak bisa menolak kedatangan mereka saat Rachel memohon. Maria sedang merawat Bella di kamar Rachel. Tiga anak perempuan lainnya, Luna, Rose, dan Kayla tidur di kamar Rachel. Sementara, Sammy, Bryan, Adam, Lucky, Hans, Petter dan Daniel tidur di kamar ketiga yang tidak terpakai. Mereka sudah tertidur lelap Karena kelelahan. Daniel yang tidak bisa tidur keluar dari kamar dan mencoba mencari udara segar. Tak sengaja ia mendengar suara Rachel yang sedang berbincang di kamar orang tuanya. "Sampai kapan mereka akan tinggal di sini? Rachel ibu dan ayah menerima mereka karena kasihan. Terlebih anak yang paling kecil sedang sakit, Tapi, kita tidak bisa menampung mereka selamanya. Apa yang akan orang-orang katakan kalau mereka mengetahui hal ini?" ucap Ibu yang lebih mencemaskan apa yang dikatakan orang lain meski pun kasihan dan iba. "Aya
Daniel merenung tentang semua yang terjadi padanya hari ini. Ia merasa hidupnya mulai berada di titik paling rendah. Daniel teringat bagaimana para preman dan anak buah Brams datang untuk merobohkan rumah panti. Rumah tempatnya bertumbuh besar, rumah yang mempertemukan dirinya yang masih berusia sepuluh tahun dengan Maria. Banyak kenangan yang terjadi di panti itu, Maria yang begitu lembut dan penuh kasih sayang menjadikannya anak yang tumbuh dengan baik. Meski tak bisa memberikan yang terbaik, tapi Daniel sangat bersyukur bisa bertemu dengan Maria. Daniel mengepalkan tangannya, matanya memerah menahan emosi. Ia mencoba untuk bersabar dan menatap adik-adiknya yang sangat kelaparan dan menyantap roti yang ia belikan dengan lahap. Jika bukan untuk melindungi adik-adiknya, mungkin Daniel akan membalas para preman itu dan tak perduli jika harus berakhir di penjara. Daniel yang sangat emosi itu memejamkan matanya. Meredupkan emosi dan kemarahan yang membuatnya tak bisa berpikir untuk
"Lepaskan tanganmu dariku! Aku akan beri kalian waktu sepuluh menit untuk membawa barang berharga kalian! Meski pun aku yakin kalau di sana tak ada barang berharga," ucap Brams. Daniel melotot dengan kesal. Ia sangat marah dan ingin sekali meninju Brams. Tapi, ia tak punya pilihan dan melepaskan tangannya. "Ayo masuk dan ajak anak-anak keluar dari sini," ucap Maria menarik tangan Daniel untuk masuk ke dalam. "Tapi Bu, kita tidak bisa diam saja seperti ini. Aku akan pergi ke kantor pemerintah dan meminta mereka membuktikan kalau tanah ini milik kita!" tolak Daniel hendak pergi. Tapi Maria menahan tangannya dan membuat Daniel terhenti. "Daniel, Ibu mohon. Selamatkan adik-adikmu, kita tidak bisa membiarkan mereka ketakutan dan trauma karena masalah ini. Ini sudah setahun lebih, sepertinya merekalah yang akan menang," ucap Maria pasrah serta menatap marah pada Brams yang sedang merokok. Daniel menatap ke arah jendela, di sana anak-anak berkumpul dan mengintip keluar. Daniel tak bisa