Bab dua
"Niat itu berasal dari hati, disemangati oleh jiwa, dan diwujudkan oleh raga"Usai ditinggalkan dua wanita dalam waktu bersamaan, tak membuat Fatih patah arang. Baginya Itu merupakan sebuah resiko, karena telah nekad menerima cinta Chyntia serta mengajaknya jalan. Sangat pantas jika Anita marah dan seketika memutuskan hubungan sepihak.Namun bukanlah Fatih jika harus terpuruk oleh keadaan. Langkahnya seakan tak dapat berhenti untuk memacari Gadis-gadis cantik yang ada di sekelilingnya. Tak mau ambil pusing akibat di tinggal Anita dan Chyntia, lantas Fatih memulai kembali misi dengan menghubungi seseorang."Assalamu'alaikum, Ver! Lagi di mana?" tanya Fatih pada seseorang bernama Vera, gadis yang sudah lama didekatinya."Waalaikumsalam, Kak Fatih! Aku lagi di rumah, kemana saja? Kok baru hubungi Vera?""Ah, ada saja Ver, Kakak boleh main ke rumah gak?" ucap Fatih, mulai melancarkan aksinya."Hem, boleh!" jawab Vera."Kakak berangkat sekarang ya?" ujar Fatih, tak buang kesempatan."Hah! Sekarang? Yang benar?" Vera terdengar kaget, karena tidak menyangka Laki-laki yang selama ini disukainya tiba-tiba akan berkunjung kerumah."Iya, sekarang!" tandas Fatih."I....Iya Kak. Vera tunggu"
"Sip! Kakak jalan sekarang. Assalamu'alaikum""Waalaikumsalam"***Vera dandan secantik mungkin, dirinya sangat bahagia, akan kedatangan pemuda yang selama ini ia kagumi. Sejak pertama jumpa dengan Fatih, hatinya langsung terpikat. Baginya, Fatih adalah Laki-laki yang istimewa, tampan, cerdas, humoris dan bersahaja.Gadis berpostur tinggi seraya terbungkus kulit kuning langsat itu duduk di teras rumah sambil memainkan gawai. Ia dengan sabar, menunggu Laki-laki pujaan hatinya.Beberapa saat berlalu, Fatih pun datang dengan mengendarai motor besar ciri khas tunggangannya, seraya memarkir kuda besi itu di halaman, lantas menghampiri Vera yang sejak tadi telah menunggunya."Assalamu'alaikum" ucap Fatih menyalami Gadis cantik itu seraya mengulurkan tangannya, dan disambut hangat oleh Vera."Waalaikumsalam. Silahkan Kak, duduk," Vera mempersilahkan tamu istimewanya itu."Iya, terimakasih" ucap Fatih seraya menyunggingkan senyum termanisnya."Mau minum apa Kak?""Ahhh...tidak usah repot-repot, kalau ada, sih keluarkan saja semuanya, hahaha" seloroh Fatih, sambil terbahak."Ah...Kakak bisa aja! Hehe.""Terserah Vera, disuguhi minum apa aja pasti Kakak minum""Kopi sianida mau? Hahaha" canda Vera, mulai terpancing selera humornya."Boleh!" Jawab Fatih, seolah menunjukan kesungguhannya."Ihhh...Kakak beneran! Mau minum apa?""Air putih saja biar sehat, hehe""Oke, sebentar ya, Vera ambilkan"Melihat Vera yang tampak begitu cantik, membuat hati Fatih makin terpikat. Maklum saja, jiwa petualangnya masih bergelora. Kalau pun bisa, ingin semua wanita cantik di pacarinya."Heh! Bengong aja, awas kesambet! Haha" seru Vera sambil membawa nampan berisi segelas air putih dan satu toples kue kering.Sontak membuat Fatih kaget, fikirannya yang sedang traveling seketika buyar."Tau gak Kak?" tanya Vera, sambil meletakan gelas dan toples kue kering ke meja."Apa?""Kemarin, ayam tetangga bengong besoknya langsung punya pacar. Haha""Ah, masa sih? Berarti Kakak bisa dapat pacar juga dong? Hahaha, asyik deh kalau gitu""Yeee...maunya!""Iyalah mau, masa gak mau punya pacar? Apalagi kalau pacarnya secantik Vera, hem, mau bangeeettt" ujar Fatih, mulai melancarkan gombalannya, membuat Vera tersipu dan salah tingkah."O ya, ngomong-ngomong, papa sama mama Vera ada?" Tanya Fatih, sambil menatap lembut wajah Gadis di hadapannya."Papa sama mama, tadi pagi pergi menghadiri undangan acara nikahan anaknya teman kantor papa" terang Vera. "Memangnya kenapa nanyain papa sama mama?" lanjut Gadis itu."Mau melamar Putrinya, hahaha" seloroh Fatih, masih terus dengan gombalannya."Iihhh...dasar!" seru Vera sambil mencubit tangan Fatih."Awww...sakit!""Lagian, bercanda melulu""Ya udah! Kita serius yuk!" ucap Fatih seraya menatap lekat ke arah Vera."Serius apa?""Serius! Kita ke pelaminan, hahaha""Iiihhh...Kakak! Bercanda melulu deh" protes Vera, seraya wajahnya memerah. Namun bukan marah, tapi hati Gadis itu melambung tinggi ke angkasa pura. (Ehh...kok angkasa pura ya? Hahaha)"Ver...!" Sahut Fatih seraya menatap lembut wajah Vera."Apa Kak?""Kita jalan yuk!""Jalan kemana?""Ya, jalan kemana kek!""Yang jelas lah! Masa gak ada tujuan""Ya, jalan aja. Kita ngukur aspal, hahahaha" canda Fatih seraya terbahak."Yeee, memangnya petugas PU, huh, dasar!" Vera merengut, seolah kesal."Lagian ditanya kemana. Kalau Kakak, sih, kemana aja asal ditemani Vera, sudah cukup bahagia""Iiihhh, gombal banget deh!""Beneran Ver, yuk! Kita jalan" ajak Fatih, mulai tampak serius."Mmhhh, gimana ya? Papa sama mama sedang pergi, Vera, kan, tunggu rumah." ujar Gadis itu seolah ragu."Yaaahh, gak bisa dong?" tukas Fatih, sambil menunjukan mimik sedikit kecewa."Bisa, kok! Vera telepon mama dulu, ya!" ujar Gadis itu seraya membuka layar ponsel, lantas menghubungi orangtuanya untuk meminta izin."Gimana? Bisa? Tanya Fatih, penasaran."Hem, bisa! Hehe,""Asyiiik!""Yeee, sampai segitunya,""Kita ke Cafe yang di jalan pemuda aja yuk! Gimana?" ajak Fatih."Iya, terserah Kakak aja" tukas Vera."Oke!"Setelah mendapat izin dari orang tua Vera. Keduanya langsung meluncur ke tempat yang dituju.Bagi Vera, ini adalah hal yang tidak disangka-sangka, tiba-tiba diajak jalan oleh Laki-laki yang selama ini di sukainya.Sungguh! Hari yang sangat beruntung, fikirnya.
Sepekan setelah kepergian Uminya, hidup Naura masih terasa sangat hampa, kehilangan sosok malaikat tak bersayap yang semasa hidupnya dihabiskan dengan mengabdi pada keluarga, berbakti pada suami, mendidik dan membesarkan Naura, putri satu-satunya. Beliaulah Madrasah pertama dalam hidup Naura, darinya gadis itu belajar banyak hal. Masih terbayang nyata dalam ingatan Naura saat ia kecil dulu, setiap malam Umi membacakan kisah-kisah orang saleh dan mengajarkan banyak doa-doa sampai gadis itu terlelap. Begitu pun saat Naura beranjak remaja, sebelum matanya terpejam, Uminya selalu memberi wejangan dengan nasihat-nasihat. Setiap sepertiga malam terakhir Naura diajarkan untuk senantiasa qiyamulail sampai waktu subuh menjelang, hingga dua rakaat terakhir Umi masih melaksanakan Ibadah rutinnya, sebelum akhirnya masuk rumah sakit dan sampai kembali ke pangkuan_Nya. "Masya Allah, Umi, semoga Allah menempatkanmu di Jannah_Nya. Aamiin" ucap Naura seraya
Sudah beberapa hari ini Fatih tak terlihat masuk sekolah, sehingga menimbulkan tanda tanya besar dalam benak Naura. "Kenapa ya? Ke mana dia...?" Tiba-tiba Naura merindukan sosok Fatih. Mau bertanya pada teman sekelasnya, tapi ia malu. Ada rasa yang bergelora dalam dada gadis itu, terlukis bias asa dalam hatinya, antara rindu dan menjaga marwah bergumul saling mengalahkan. "Aahh, Fatih..." batin sang gadis, ia merindukan tatapan lembut remaja tampan itu. "Yaaahhh...! Kehilangan tempat nyontek, gue!" ujar seorang siswa dari kelas 3F yang sedang kumpul di kantin. Tanpa sengaja terdengar oleh Naura yang kebetulan sedang lewat dekat kerumunan mereka. Seketika gadis itu menghentikan langkah dan memasang telinga untuk mendengar lanjutan kalimat dari sekumpulan murid laki-laki kelas 3F tersebut. "Jangan-jangan mereka sedang membicarakan Fatih?" batin Naura seraya meletakan bokongnya di kursi yang tak begitu jauh d
Kilas Balik Pagi-pagi sekali Naura sudah mengakrabkan diri dengan cermin di kamar. Mengatur gaya seraya memantas-mantas diri dengan pakaian yang dikenakannya. Maklum saja, pagi ini adalah hari yang istimewa. Setelah, menanggalkan seragam putih-merah, kini saatnya ia mengenakan seragam putih-biru sebagai seragam barunya. Sebagai cucu dari pendiri Pesantren, Naura dituntut untuk hidup selayaknya santriwati dan senantiasa menjaga marwah keluarga. Oleh karena itu, sedari kecil sudah terbiasa dengan kehidupan yang agamis. Jenjang pendidikannya pun tak jauh-jauh dari yang berbasis agama. Pendidikan dasar Naura di Madrasah Ibtidaiyah, lantas saat ini, ia akan melanjutkan jenjang ke Madrasah Tsanawiyah. "Nak! Kamu sudah mulai beranjak remaja dan memasuki masa puber. Jaga diri, jaga sikap, jaga akhlaq serta tinggkah laku. Jangan biarkan mata binal lelaki memandangmu. Tutuplah aurat dengan sempurna!" Pesan uminya semalam, se
Bab 15"Ver! Ke sini dulu deh, sebentar." panggil Reni pada Vera, adik sepupunya. "Ada apa, Kak?" tanya Vera seraya menghampiri kakak sepupunya itu. "Kamu punya pacar?" tanya Reni, pada gadis cantik berkulit kuning langsat itu. "Hem, punya!" "Yang ini, bukan?" tanya Reni sambil menyodorkan foto di layar ponselnya. "Astagfirullahal'adziim..." ucap Vera, sekujur tubuhnya langsung lemas, melihat gambar yang ditunjukan oleh kakak sepupunya tersebut. Tampak di layar alat komunikasi itu, seorang pria sedang menyuapi wanita di depannya, berikut tertera waktu dan tempatnya. Vera menangis sesunggukan, badannya lemas seakan lepas tulang belulang. Pada akhirnya ia tak ingat apa-apa lagi. "Ver! Vera! Bangun Ver!" melihat adik sepupunya yang tiba-tiba pingsan, Reni jadi kebingungan. "Tlolong! Tolong!" teriaknya. Tampak dari dalam kamar, seorang wa
Setelah Fatih selesai membersihkan badan dari hadatsbesar usai mimpi 'basah' yang dialaminya, ia kembali menggunakan pakain lantas duduk di sofa. Dilihatnya Sarah, masih terlelap di atas ranjang. Fatih memandangi wanita itu lekat-lekat seakan ia ingin menikmati setiap inci kecantikan kekasih satu harinya tersebut. Namun ketika tatapan Fatih menjurus ke bagian bawah wanita itu, ia mulai terusik fikirannya. Manakala tubuh seksi Sarah terlihat sangat jelas yang hanya terbungkus baju tidur jenis short setmembuat hasrat kelelakiannya meronta. "Duh! Sarah, kamu cantik sekali," gumamnya seraya terus menatap lekat ke arah tubuh yang sedang terlelap itu. Fatih, mulai beringsut mendekat ke arah Sarah dan duduk di tepi ranjang. Namun, belum sempat ia berlaku lebih jauh, tiba-tiba terdengar sayup-sayup suara azan subuh, membuat lelaki itu seketika tersadar dari fikiran kotor yang merongrongnya. "Astagfirullahal'adziim," u
Bab 13 Setelah keluar dari Restoran, waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Membuat Fatih sedikit kebingungan. Karena jika harus kembali pulang malam itu juga, ia tak cukup berani. Namun sebaliknya kalau tidak pulang, maka harus mencari penginapan, sedangkan saat ini dirinya hanya berdua dengan Sarah yang sejatinya bukan siapa-siapanya. Timbul perasaan risau di hati pemuda itu, manakala detik waktu terus berjalan dan ia harus segera ambil keputusan. Antara pulang atau mencari tempat menginap. Tampak sang pemuda mulai memutar otak. Karena Ia takut jika harus membawa Sarah ke penginapan nantinya malah mendapat kesulitan. "Yang! Sekarang kita harus gimana?" tanya Fatih seraya terlihat bingung. "Gimana apanya?" "Lah, malah balik tanya! Ya, kita gimana? Sudah malam gini, tapi kalau pulang sangat riskan diperjalanannya," "Gitu aja bingung! Tinggal cari penginapan, besok pagi kita pulang. Beres, kan?" tukas Sarah