Share

Please Marry Me
Please Marry Me
Penulis: Apple Leaf

Chapter 1

    “Ilana enggak mau melanjutkan kuliah, karena Ilana mau menikah,” ujar gadis yang baru menginjak usia 20 tahun itu. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum simpul. Siapa pun yang melihat senyum itu dapat melihat ketulusan dan kesungguhan tersirat di sana.

    Ilana Danadyaksa membuat kedua orang tuanya tercengang dengan pernyataannya barusan. Bahkan, kakaknya—Arion Danadyaksa yang tengah sibuk dengan membaca surel di ponselnya—merosot dari sofa. Arion mencoba menenangkan dirinya. Mungkin saja ia salah dengar. Ya, pasti salah dengar. Adiknya yang baru berusia 20 tahun beberapa Minggu lalu mengumumkan ingin menikah? Sementara itu, kedua orang tuanya hanya saling menatap dalam bingung.

    Pelan-pelan Arion menatap kedua orang tuanya, lalu tersenyum canggung. “Ma, Pa, tadi Arion salah dengar, ‘kan? Ilana enggak mungkin ….” Arion tidak dapat menyelesaikan ucapannya ketika melihat Ilana yang tersenyum cerah.

    Gadis itu bangkit dari duduknya lalu menghampiri Arion. Tangannya yang mungil menepuk bahu Arion seperti menegaskan kembali perkataannya barusan. “Kakak enggak salah dengar kok. Ilana sudah memutuskan mau menikah.”

    “Ilana, kamu jangan bercanda, Nak. Kamu mau nikah sama siapa?” Raihan Danadyaksa berusaha menyadarkan dirinya dengan cepat. Mereka tidak salah dengar karena pernyataan Ilana adalah kebenaran.

    Sejak kecil Ilana tidak suka mengada-ada apa lagi mengenai hal penting seperti pernikahan. Raihan sangat mempercayai Ilana yang pasti memiliki alasan mengatakan hal mengejutkan itu. Ilana sendiri tersenyum pada ayahnya. Ia belum menjelaskan ucapannya barusan secara lengkap. Tentu saja mereka akan bingung dan merasa tidak percaya dengan ucapannya tersebut. Namun, Ilana sangat tenang seolah-olah ucapannya barusan bukanlah masalah besar baginya.

    “Ilana tahu kalian pasti enggak akan percaya dengan ucapan Ilana—”

    “Yang pasti enggak percaya!” Arion berseru memotong ucapan Ilana, sehingga ketegangan di dalam ruang tamu tersebut sedikit mencair.

    Atmosfer di dalam ruangan menjadikan punggung mereka seolah-olah beku. Ketegangan yang disebabkan satu kalimat yang tak pernah terpikirkan oleh mereka sebelumnya, telah membuat keluarga Danadyaksa tidak berani menelan Saliva. Putri bungsu satu-satunya yang mereka ketahui tidak pernah berpacaran sebelumnya, bahkan tidak pernah bercerita memiliki pria yang disukai. Sekarang ini tiba-tiba Ilana berujar dengan santainya bahwa, ia ingin menikah. Ike—ibu Ilana belum mengucapkan sepatah kata pun sejak tadi. Bukannya ia tidak percaya dengan ucapan Ilana, tetapi wanita itu sangat percaya pada ucapan putrinya, yang membuatnya membeku dan larut dalam pikiran adalah—siapa pria yang ingin dinikahi Ilana?

    “Kenapa enggak percaya? Apa karena Ilana enggak punya pacar? Ilana memang enggak punya pacar, tapi Ilana punya lelaki yang Ilana cintai,” katanya sambil tersenyum, bahkan lebih cerah lagi ketika ia menyebutkan pria yang ia cintai; penuh penekanan dan terdengar sedikit manis.

    “Kamu tahu apa yang sedang kamu bicarakan sekarang? Kamu boleh suka dan boleh pacaran, tapi apa harus menikah? Umur kamu baru 20 tahun, sayang. Ini … Mama tidak bisa mengerti … kamu ….” Suara Ike Danadyaksa tercekat; tidak bisa melanjutkan perkataannya. Raihan meraih bahu istrinya sambil menganggukkan kepala lembut, menyuruh Ike agar tenang.

    “Ilana tahu apa yang Ilana bicarakan. Ilana enggak mau lanjut kuliah S2. Lagi pula Ilana akan jadi Ibu rumah tangga seperti Mama. Jadi, enggak ada salahnya kalau Ilana belajar jadi Ibu rumah tangga sebelum waktunya, ‘kan? Bisnis Papa juga sudah ada yang urus, Ilana enggak diperlukan.”

    Mata Ilana berbinar ketika menoleh pada kakaknya. Ia sudah memikirkan semuanya dengan matang. Mulai dari memberitahu keluarganya adalah hal yang tidak sulit untuk dilakukan. Kemudian, mempelajari menjadi ibu rumah tangga yang baik. Suatu saat nanti Ilana pasti akan menjadi ibu rumah tangga, dan belajar lebih awal tidak ada salahnya. Ketiga orang itu menganggukkan kepala karena apa yang dikatakan Ilana adalah benar adanya. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan sekarang, siapa pria yang ingin dinikahi Ilana?

    Ketiga pasang sorot mata itu mengarah secara bersamaan kepada Ilana. Rasa penasaran begitu jelas tidak bisa mereka sembunyikan.

                🍁🍁🍁

    Sosok pria tinggi dalam balutan setelan hitam, tampak gagah ketika berjalan mendekati lift. Setiap pasang mata yang melihat langsung tidak berkedip. Merupakan hal biasa bagi Danish ditatap sedemikian kagumnya oleh para karyawannya. Danish Arrarya tidak fokus menatap ke depan, sesekali melirik pada jam tangannya. Pria itu tiba-tiba menghela napasnya sampai ia berhenti melangkah, menyebabkan perempuan di belakangnya tidak sengaja ikut berhenti dan menabrak punggung kokoh pria itu.

    “Maaf, Pak Danish. Bapak berhenti mendadak.”

    “Saya tahu. Kamu tidak usah minta maaf.”

    Perempuan itu melirik sekilas melirik Danish yang seperti dilanda masalah. Dengan penasaran ia pun bertanya, “Bapak ada masalah?”

    Meskipun, kening Danish berkerut menandakan ia tengah kebingungan, tetapi paras tampannya tidak dapat ditutupi oleh ekspresi bingungnya. Mata dalam dan jernih, hidung bangir, rahang kokoh dengan dagu sedikit runcing, dan tidak lupa menyebutkan lesung pipi yang membuat wajahnya terlihat manis.

    “Perasaan saya tidak enak. Seperti akan dilanda masalah.”

    Serena—sekretaris Danish—terkejut mendengar ucapan atasannya. Serena mengingat setiap kali Danish mengatakan perasaannya tidak enak, maka gadis itu pasti datang membuat masalah. Seperti dua hari lalu ketika Danish pulang dari luar kota—pria itu juga mengatakan hal yang sama seperti sekarang ini. Gadis itu menjemputnya di bandara dengan membawa begitu banyak hadiah sebagai penyambutan kembalinya Danish. Serena menggaruk tengkuknya yang tidak gatal seraya menatap Danish.

    “Sepertinya kamu tahu apa yang akan terjadi, Serena.” Tebak Danish begitu yakin. Danish sepenuhnya berbalik, meletakkan tangannya di depan dada sambil menunggu Serena berucap.

    “Mungkin dia akan datang ke sini dan cari masalah, Pak.”

    “Dia? Maksud kamu,” Danish berhenti berucap dan mengingat nama orang yang akan ia sebut. “Ilana?”

    Serena mengangguk sangat pelan.

    Seketika itu, Danish berbalik dan mempercepat langkahnya menuju lift, diikuti oleh Serena yang juga mempercepat langkahnya. Tangan Danish menekan tombol lift cepat-cepat seolah-olah sedang dikejar oleh mafia yang menginginkan nyawanya. Namun, bagi Danish Arrarya di kejar di oleh Ilana lebih mengerikan daripada dikejar oleh mafia.

    “Saya tidak mampir ke mana pun. Saya mau cepat-cepat pulang, Serena.”

    “Iya, Pak.”

                🍁🍁🍁

    Embusan napas lega terdengar dari kursi belakang. Danish mengusap dadanya, setelah itu turun dari mobil ketika Serena membukakan pintu.

    “Kamu pulang saja.”

    Kemudian, Danish yang sudah merasa tenang—masuk ke dalam rumah dengan santai lantaran ia berpikir masalah yang mengganggu hatinya tidak akan mengganggu. Sebenarnya tidak begitu masalah bagi Danish jika bertemu dengan Ilana, tetapi setiap kali Ilana datang menemuinya, maka ia tidak akan dibiarkan tenang oleh gadis itu. Misalnya hal-hal kecil yang Ilana lakukan bisa menjadi malapetaka bagi Danish. Tidak hanya hadiah penyambutan di bandara, tetapi kue yang Ilana belikan hampir membuat Danish masuk rumah sakit. Danish alergi pada kacang, tetapi Ilana malah membelikan kue kacang untuk Danish. Meskipun, demikian, Danish tetap memakan kue dari Ilana. Bahkan, Danish sendiri merasa bingung pada saat itu, padahal ia tahu kondisinya, tapi memilih untuk tetap memakan kue yang seperti racun untuknya.

    Melangkah masuk ke dalam rumahnya, Danish mendengar suara berisik dari arah dapur. Seketika Danish meluncurkan tatapannya ke arah dapur dan mempertajam pendengarannya.

    “Siapa yang masuk ke rumah sembarangan?” gumamnya.

    Langkah Danish amat pelan menuju ke dapur. Wajahnya kaku ketika mendapati seorang gadis bertubuh mungil tengah sibuk dengan spatula di tangannya dan penggorengan di atas kompor. Jelas sekali kalau gadis itu sedang memasak. Namun, di mata Danish, gadis itu bukannya memasak, melainkan menghancurkan dapurnya.

    “Bagaimana cara kamu masuk?”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Fallone Assaya
Please change to English
goodnovel comment avatar
Blessing
Change it to English language
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status