Home / Young Adult / Please Me, Dear Boss / Bab 3 "A night with my boss"

Share

Bab 3 "A night with my boss"

Author: Lyrik wish
last update Last Updated: 2025-12-11 16:54:44

Kanaya mengecup bibir Sagara terlebih dahulu. Ciumannya terasa sedikit terburu-buru—entah karena alkohol yang masih menghangat di tenggorokannya.

Semula pria itu tak menjawab sahutan bibirnya.

Ia membeku keras.

Namun saat tangan Kanaya jatuh ke bagian tengkuk dan deru nafas di bagian telinga. Ia mulai mengaduh.

“Saya masih gak menarik juga, Pak?”

Lalu saat tangannya turun menuntun resleting celana bahannya turun. Desahannya lolos.

“Kamu tidak boleh menyesalinya besok pagi.” ucap Sagara membalas bibirnya.

Lelaki itu membalas ciuman itu dengan cara yang membuat lutut Kanaya lemas. Ada ketertarikan lama yang akhirnya menemukan celah untuk keluar, seperti oasis yang terasa tiba-tiba muncul di tengah gurun pasir. 

Setiap gerakan bibirnya seakan mengungkapkan hal-hal yang selama ini tidak pernah ia ucapkan. Tanpa memutus tautan bibir mereka, Sagara bergerak. Tangannya melingkari pinggang Kanaya, lalu mengangkat tubuh gadis itu dengan mudah.

Kanaya spontan melingkarkan kakinya di pinggang Sagara, menempel erat seperti bayi koala yang mencari tempat aman. Napas mereka saling bertabrakan, semakin tidak teratur.

Masih tenggelam dalam ciuman penuh hasrat itu, Sagara melangkah menuju kamar Kanaya. Setiap langkah terasa berat namun mantap, karena mereka tidak benar-benar berhenti mencium satu sama lain.

Tangan Kanaya meremas bagian belakang kemeja Sagara, seolah takut lelaki itu akan melepaskannya.

Begitu tiba di depan pintu kamar, Sagara mengangkat sedikit kakinya dan menendang daun pintu hingga terbuka. Tanpa berpaling, ia kembali menendang pintu dari belakang sampai tertutup rapat, memastikan dunia luar tidak ikut masuk.

Dengan gerakan hati-hati, Sagara membaringkan Kanaya di atas ranjangnya. Ranjang itu kecil, sederhana, namun malam ini terasa seperti titik pusat dari seluruh badai emosi yang berkecamuk di antara mereka.

Seperti manusia yang tengah menahan lapar yang menahun, Sagara menyerbu leher jenjang Kanaya dengan sangat rakus. 

Tangannya dengan cepat menyelipkan ke belakang punggung Kanaya membuka pengait bra yang dipakai gadis itu. Kanaya tidak tinggal diam, dia membuka sisa kemeja Sagara satu persatu. 

Dada Kanaya naik turun merasakan sifat dominasi Sagara yang biasanya hanya bisa dirasakan saat sedang bekerja di kantor. Kini berubah seperti seorang predator yang siap menerkam mangsanya. 

Sagara bangkit seraya menarik kain tipis Kanaya, lalu berdiri dan mulai melucuti semua pakaiannya. 

Tanpa membuang waktu, Sagara segera mengungkung tubuh molek Kanaya, dan langsung menyambar ujung dadanya yang berwarna merah jambu. Lidahnya menari, menggoda pada benda kecil yang mulai mengeras itu. 

Sensasi rasa nikmat langsung menyerbu setiap inci dari tubuh Kanaya. 

“Ah....” Gumam Kanaya. 

Mata Sagara terkunci kepada Kanaya, saat dia bergerak menyusuri dadanya satu lagi, memilin kecil. 

Mulut dan lidahnya bekerja sama memberikan sensasi lain untuk Kanaya. Punggung gadis itu melengkung seolah mengijinkan Sagara melakukan lebih dari itu. 

“Ooh... Ssshh... Mmmhh...”Gumam Kanaya. 

Jemari Sagara turun menyusuri paha Kanaya, sentuhannya menggoda, apalagi saat jemarinya sampai pada lipatan senggama Kanaya. Membelai bagian sensitif itu yang sudah mulai terasa lembab. 

“Basah.... Apa kamu tidak akan menyesal...?” tanya Sagara. 

Kanaya bisa merasakan milik Sagara yang menusuk bagian pahanya. Tangan Kanaya terulur, mulai membelai pelan milik Sagara. 

“Gak ada yang tersisa untuk saya, Pak.” bisik Kanaya. “Take all.”

Sagara bangkit, lalu membuka kedua kaki Kanaya, merentangkannya lebar. Dan mulai menekan miliknya pada lipatan milik Kanaya, menggeseknya dari bawah ke atas, menggoda gadis itu. 

“Tidak ada penyesalan, Naya...” ucap Sagara. 

Perlahan Sagara menekan ujungnya masuk ke celah kecil itu, mata Kanaya melebar. 

Rasa sakit menghantam, namun tidak ada jalan kembali, sebelum semuanya terlambat Sagara segera membungkuk dan mencium bibir Kanaya, lagi. 

Ciumannya turun ke leher Kanaya. Lalu... 

Dengan satu hentakan keras, Sagara membenamkan seluruh kejantanannya kepada Kanaya. 

“Aaah... Sakit... Hhhh...”

Cengkraman kuat Kanaya berikan pada bahu kokoh Sagara, gadis itu mengigit leher Sagara kuat, sembari menancapkan kukunya di bahu pria itu. 

“Tahan...” bisik Sagara. Lalu dia mulai bergerak, tidak peduli dengan tangisan, tidak peduli dengan teriakan minta ampun dari Kanaya. 

Hingga tangisan itu akhirnya berubah menjadi lenguhan dan juga erangan kenikmatan. 

Malam itu... 

Kanaya menyerahkan apa yang selalu dia jaga untuk Gavin, kepada atasan sekaligus sahabat tunangannya itu. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Please Me, Dear Boss   Bab 8 Tidak bisa jujur

    Kanaya baru saja menuruni tangga setelah berganti pakaian di kamarnya. Rambutnya masih setengah lembap, kaus rumah sederhana menggantikan pakaian kerjanya. Begitu sampai di ruang makan, ia melihat ayah dan adiknya sudah duduk di sana. “Eh, Papa sama Dimas udah pulang?” sapa Kanaya. Irwan menoleh, wajahnya langsung terlihat terkejut sekaligus senang. “Loh, Kakak di sini?” tanyanya. Kanaya tersenyum, lalu menghampiri ayahnya dan langsung memeluknya erat. “Kangen. Jadi mampir sebentar,” ucapnya lembut. “Nanti maleman balik ke Jakarta.” Irwan mengusap punggung Kanaya pelan. “Hm... nginep aja, Kak. Yah, besok siang baru kamu balik,” ujarnya mencoba membujuk. “Naya belum libur, Pah,” sahut Kanaya sambil tersenyum kecil. Ia kemudian menarik kursi di meja makan dan duduk di sebelah adiknya, Dimas, yang terlihat sangat fokus menatap layar ponsel, jari-jarinya lincah menekan layar permainan Mobile Legends. “Dek,” panggil Kanaya. “Kamu main game terus. Udah dapet belum kampus buat kul

  • Please Me, Dear Boss   Bab 7 Pulang

    Kanaya melajukan mobilnya masuk ke jalur tol. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke rumah orang tuanya di Bogor. “Gila ya... Gavin maunya apa sih?” gumam Kanaya, matanya tetap fokus ke jalan. “Dulu aja selalu kayak nggak ada effort. Nggak pernah inisiatif buat nemuin aku, apalagi bahas masa depan. Kenapa sekarang malah kayak gini?” Napasnya terdengar berat. “Harusnya dia seneng dong. Hubungan kita udah selesai, dan dia bebas mau sama cewek manapun, harusnya udah nggak ada urusan lagi sama aku.” Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalan tol yang mulai dipenuhi kendaraan menjelang malam. Lampu-lampu kota menyala satu per satu, menemani pikiran Kanaya yang terus berputar. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Ia menghabiskan masa remajanya, tumbuh menjadi dewasa, dengan satu nama yang sama, Gavin. Hampir satu jam kemudian, mobil Kanaya memasuki kawasan perumahan tempat orang tuanya tinggal. Kompleks itu terasa familiar dan menenangkan,

  • Please Me, Dear Boss   Bab 6 Susah menghindari

    “Saya lihat kamu jalan seperti menahan sakit. Kemungkinan saya lupa kalau saya terlalu keras tadi malam.”“Paaak!!!” seru Kanaya spontan, wajahnya langsung merah padam. Ia tahu persis arah pembicaraan Sagara. Ia ingat baik-baik apa yang terjadi malam itu—dan nyeri yang masih terasa pagi tadi. “Saya... permisi dulu, Pak. Terima kasih obatnya.” ucap Kanaya terbata-bata, buru-buru menunduk sopan lalu kabur keluar dari ruangan seperti dikejar. Begitu pintu tertutup, Sagara menyandarkan tubuhnya sambil tersenyum kecil. “Lucu sekali kalau kamu sedang salah tingkah seperti itu, Naya...” gumamnya sambil mengibas pelan berkas di tangannya. Sementara itu, di luar ruangan, Kanaya menatap plastik obat di tangannya sambil menggerutu pelan. “Astaga, bisa-bisanya dia bahas masalah itu... bikin tambah malu aja...” omelnya sambil berjalan cepat kembali ke kubikelnya, wajahnya masih panas karena malu sendiri. ••• Setelah seharian merasa gagal total menjalankan misi menghindari Sagara, akhirnya

  • Please Me, Dear Boss   Bab 5

    Dalam perjalanan menuju kantor, bukan rasa tenang yang ia dapatkan. Justru jantungnya berdegup semakin keras. Setiap lampu merah terasa seperti jeda yang memaksa pikirannya kembali menayangkan kejadian semalam—dan setiap kali itu terjadi, perutnya terasa mual.“Please... jangan sampai ketemu dia dulu,” desahnya, menggigit bibir bawahnya.Setelah menempuh perjalanan sekitar tiga puluh menit, Kanaya akhirnya memarkirkan mobilnya di parkiran gedung G Holding—perusahaan milik Sagara tempat ia bekerja.Begitu keluar dari mobil, ia langsung berjalan cepat menuju lift, berharap bisa segera naik tanpa bertemu siapapun.Saat pintu lift karyawan hampir menutup, ia berlari kecil, namun tetap terlambat. Lift itu menutup dan naik, meninggalkan Kanaya sendirian di depan lorong.“Sial...” bisiknya, menarik napas panjang.Tak ada pilihan selain menunggu lift berikutnya.Langkah kaki terdengar dari arah lobi belakang yang terhubung ke basement. Kanaya merasakan bulu kuduknya berdiri bahkan sebelum ia

  • Please Me, Dear Boss   Bab 4

    Kanaya terbangun dengan kepala berat—seolah ada barbel satu kilogram yang dijatuhkan tepat di atas tengkoraknya. Kelopak matanya terasa lengket, tubuhnya nyeri dari ujung kaki sampai bahu, seperti habis dilindas semalam.“Ah… sakit...” gumamnya, suara serak.Refleks ia melirik ke sisi kanan tempat tidur. Sagara tidak ada. Yang tertinggal hanyalah sprei berantakan dan noda samar darah yang mengering, saksi bisu betapa kacau dan intensnya malam mereka.Kanaya menutup wajah dengan kedua tangan.“Okay, Naya... sekarang kamu dalam masalah besar...” gumamnya pada diri sendiri, napasnya menggantung.Ia memejamkan mata, mengingat potongan-potongan malam yang serba kabur.“Kamu bukan cuma tidur sama sahabat tunangan kamu...tapi dia juga atasan kamu di kantor...” lanjutnya lirih, seakan mengulang dosa.Ia meraih kertas itu.[Dimakan sarapannya. Kamu bisa libur hari ini, tidak perlu ke kantor. Besok saya tunggu di kantor.]Kanaya memejamkan mata lebih lama. Tangannya meremas kertas itu sampai ku

  • Please Me, Dear Boss   Bab 3 "A night with my boss"

    Kanaya mengecup bibir Sagara terlebih dahulu. Ciumannya terasa sedikit terburu-buru—entah karena alkohol yang masih menghangat di tenggorokannya.Semula pria itu tak menjawab sahutan bibirnya.Ia membeku keras.Namun saat tangan Kanaya jatuh ke bagian tengkuk dan deru nafas di bagian telinga. Ia mulai mengaduh.“Saya masih gak menarik juga, Pak?”Lalu saat tangannya turun menuntun resleting celana bahannya turun. Desahannya lolos.“Kamu tidak boleh menyesalinya besok pagi.” ucap Sagara membalas bibirnya.Lelaki itu membalas ciuman itu dengan cara yang membuat lutut Kanaya lemas. Ada ketertarikan lama yang akhirnya menemukan celah untuk keluar, seperti oasis yang terasa tiba-tiba muncul di tengah gurun pasir. Setiap gerakan bibirnya seakan mengungkapkan hal-hal yang selama ini tidak pernah ia ucapkan. Tanpa memutus tautan bibir mereka, Sagara bergerak. Tangannya melingkari pinggang Kanaya, lalu mengangkat tubuh gadis itu dengan mudah.Kanaya spontan melingkarkan kakinya di pinggang Sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status