Marren sesegera mungkin meninggalkan warung makan dan segera berlari pulang dengan jalan memutar, ia tak mau mengambil risiko ia akan di culik diam-diam saat ia melewati lahan kosong.
Sambil membawa beberapa camilan ia mengetuk pintu dan mengucap salam sebelum masuk. "Sayang, ke mana saja kamu, Nak? Kenapa lama sekali baru pulang?" Tanya Mommy-nya dengan wajah yang sangat terlihat panik. "Maaf Mom, tadi Marren berjalan-jalan di pasar malam, Marren bawa camilan untuk Mommy. Tadi dapat bonus lumayan. Mereka baik ya Mom, yuk makan" jawab Marren sedikit berbohong untuk menghilangkan kekhawatiran sang Mommy. "Ya sudah kalau begitu. Mommy khawatir jika Marren belum pulang, mana tidak bawa handphone lagi kamu, Nak!" "Hah! Iya Maaf Mom, Marren pikir cuma sebentar."Marren membuka roti bakar coklat yang masih menguarkan asap panas dan wewangian makanan itu. "Mom... Tuan Jack itu siapa? Kok Mommy bisa punya pelanggan itu? Baru kali ini kan Mommy mencuci bajunya?"Marren mulai bertanya sambil menggigit sepotong roti. Gadis itu berbicara sesantai mungkin agar Ibunya tak mencurigai apa yang sudah dialaminya."Oh itu, Mommy juga tidak tahu. Itu katanya saudara Bu Izzah, pinjam rumah itu buat 1 minggu, katanya ada yang harus diurusnya di sekitar sini, Mommy juga tidak terlalu paham urusan tentang hal apa. Sehingga selama tinggal di sini, Bu Izzah meminta Mommy untuk mengurus cuciannya" jawab Mayda menatap Marren dengan tatapan 'ada apa?' sambil mengunyah sepotong roti. Marren menggeleng sambil mengangkat bahu. "Tidak apa-apa Mommy, hanya penasaran. saja." "Lagi pula besok orang itu mau kembali ke Vietnam. Kemarin Bu Izzah menelepon Mommy. Makanya tadi Mommy buru-buru menyuruhmu mengantarkannya walau sudah malam." Marren mengangguk tanda paham sekaligus lega mendengar penuturan Mommy-nya. Hanya saja, ia masih penasaran dengan beberapa pria yang berpakaian serba hitam yang tiba-tiba datang menyerbunya.Malam ini, Marren tidur dengan gelisah. Gadis itu masih memikirkan peristiwa yang baru saja dialaminya. Hal itu benar-benar merisaukannya.'Apa mereka berkomplot? Siapa orang-orang itu? Sudahlah, besok pagi aku harus memastikannya.' Marren benar-benar tak bisa memejamkan mata barang sedetik pun, hingga ketika waktu telah menunjukkan pukul 4 dini hari, gadis itu mulai kelelahan dan tertidur. Pagi itu, Marren bersiap ke kampus dengan terburu-buru, setelah menghabiskan sarapan paginya dan membawa bekal makanan, gadis itu mencium Mommy-nya yang sedang mencuci piring sebelum meninggalkan rumah.Marren berjalan tergesa-gesa menuju gedung tempat tinggal laki-laki asing bernama Jack. Dengan perasaan gugup, ia mencoba mengetuk pintu rumah itu.Beberapa kali ia mengetuk ternyata tak ada satu pun jawaban. "Dek ..., mau apa?" Marren tersentak kaget saat seorang laki-laki berseragam Sekuriti menegurnya. Laki-laki berperawakan gemuk tinggi besar itu tampak bertanya-tanya. "Begini Pak, semalam saya mengantar baju cucian, tapi saya belum mengembalikan uang kembaliannya, Pak." Marren mencari-cari alasan. "Oh begitu. Ya sudah buat kamu jajan saja, karena semalam, Tuan Jack sudah pergi, itu juga terburu-buru, sambil menelepon."Setelah mengucap terima kasih, dengan lega karena meninggalkan tempat itu menuju Kampusnya.🥀🥀🥀Karena menahan kantuk Marren hampir saja tertidur di angkot yang ia naiki. Gadis itu berusaha mengerjap-kerjapkan matanya untuk menghilangkan kantuknya karena sebentar lagi ia harus turun. Hingga ia merasakan ada tangan seseorang yang meraba tasnya. Dan benar saja, laki-laki bertopi yang duduk di pintu angkot menarik tasnya kuat-kuat saat ia baru turun. "HEIII....! TUNGGU....!"Marren berlari secepat mungkin untuk mengejar lelaki yang berhasil menjambret tasnya saat turun dari angkutan umum.Tanpa basa basi Marren mengayunkan kedua kakinya untuk menghentikan laju lari Sang Penjambret yang hanya beberapa langkah di depannya. BRAK! "ADUH!" Pekik penjahat itu yang mendarat dengan keras di atas aspal jalanan karena tendangan Marren.Laki-laki itu tak berkutik saat ia di bekuk oleh gadis itu dengan lutut yang mengganjal punggungnya. Marren berhasil mendapatkan tasnya kembali, namun pelaku kejahatan bertopi hitam itu bisa lepas dari kungkungan lutut Marren dan berusaha menyerang gadis cantik itu. Tas terlempar dari pegangan Marren. Penjambret itu segera menyerang, namun Marren mengelak dengan cepat. Walau laki-laki itu terus berusaha menyerangnya secara membabi buta.Dengan lincah Marren bisa menghindari beberapa tinju yang dilayangkan padanya yang membuat laki-laki jadi sangat kesal dan emosi. Hal ini membuat celah untuk Marren melayangkan serangan balik. Marren menendang lutut dan paha bagian dalam laki-laki itu disusul dengan pukulan kuat-kuat ke muka lelaki itu yang membuatnya terpekik dan terhuyung.Melihat itu, Marren segera melayangkan siku kanannya dengan telak di rahang lelaki itu, lalu ia juga menendang perut lelaki itu dan membuatnya terjerembap tak berdaya.Marren menghela napas sambil menyambar tasnya yang tergeletak di jalanan, dia memperhatikan lelaki itu yang pingsan. Marren melenggang diiringi tatapan kagum dan pujian riuh rendah beberapa orang yang melihat aksinya itu. Marren hanya tersenyum seraya buru-buru meninggalkan tempat itu karena jam menunjukkan pukul 7.55 pagi.Itu menandakan ia hanya punya waktu 5 menit lagi untuk sampai di Kampus sebelum gerbang ditutup. 'Gawat! Hari ini kan jadwalnya Tuan Long! Sumpah! Bisa-bisa aku di hukum pancung dengan tugasnya!' batin Marren membayangkan wajah Dosennya yang bernama Reza yang berkulit putih, tinggi bertampang seram keturunan Tionghoa, makanya laki-laki itu mendapat julukan Tuan Long oleh anak-anak didiknya.Akan tetapi, larinya terhenti seketika saat ia melihat seorang pemuda yang sedang di ganggu oleh 2 orang preman di sebuah gang sempit tepat di samping tembok Kampusnya. "Apa-apaan ini!" Marren terbelalak saat salah seorang preman itu memukul wajah Sang Pemuda yang terlihat pasrah. Dengan kesal Marren memutar langkahnya mendekati mereka. "Hei kalian! Pergi dari sini! " Pekik marren mengancam, serta menodongkan sebuah potongan kayu yang ia pungut di jalanan. Kedua preman itu dan Sang Pemuda menoleh kaget ke sumber suara. Melihat sosok Marren yang cantik dan terlihat kurus kedua preman itu terkekeh. "Anak manis mencoba menakut-nakuti kami rupanya'' Ejek preman berbadan bongsor. "Aduh, aduh jangan bermain kayu, nanti tanganmu yang lembut bisa terluka, Sayang, sini yuk main sama om?" Ujar preman yang lain dengn nada merayu sambil melangkah mendekati Marren. "Isss... Ogah!" bantah Marren sambimengayunkan kayunya kepada Sang Preman. Namun dengan mudah ayunan Marren ditangkapnya, dan kini mereka saling tarik menarik. Dengan sekuat tenaga Marren menarik kayu itu dan saat sang preman menariknya kembali Marren melepaskannya begitu saja, hal itu membuat sang preman kaget dan jatuh terjengkang di hadapan Marren. "BOCAH INGUSAN KURANG AJAR!' bentak Sang preman yang memiliki badan subur yang langsung mengayunkan tangannya untuk menangkap lengan kecil Marren. Namun dengan lincah gadis itu mengelak dan menendang dengan kuat tepat di tempat vital pria itu. Tak ayal preman gemuk itu berlutut memegangi alat vitalnya dan mengerang kesakitan.Sang rekan terbelalak kaget mendapati temannya yang begitu kesakitan. Kini ia sangat kesal dan mencoba menyerang Marren dengan mengayunkan tinjunya kepada gadis cantik itu. Marren mengelak dengan tenang dan menyerang balik preman itu namun bisa ditangkis dengan mudah pula oleh Pria itu. "ITU PAK! ITUUUU!" Perkelahian itu terhenti karena Sang Pemuda berlarian bersama petugas Sekuriti Kampus dan beberapa warga yang kebetulan melintas. Melihat hal itu preman berbadan sang preman segera melarikan diri meninggalkan temannya yang masih menahan sakit akibat tendangan Marren. Sementara preman itu diamankan, Marren berjalan memasuki gedung kampus dengan napas terengah, ia mengusap peluh yang bercucuran. "Marren! Tunggu!" Marren menoleh dan mendapati Pemuda yang ia tolong berlari mengejarnya. Mereka berdiri saling berhadapan. "Kamu mengenalku?'' Marren mengernyit bingung. Pemuda itu tersenyum dan mengeluarkan sebuah sapu tangan yang indah dan mengusap wajah Marren yang berpeluh. Marren tersentak kaget dan mundur selangkah. "Maaf. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Pemuda itu tanpa menjawab pertanyaan Marren sambil memaksa Marren menerima sapu tangan yang ia pegang. Marren menerimanya dengan enggan. "Terima kasih. Saya baik-baik saja" ucap Marren kembali berjalan di koridor kampus. "Kamu sangat hebat tadi! Terima kasih! Hanya saja harusnya kau tak perlu melakukan itu, kan? Cukup beri saja mereka sedikit uang, mereka akan pergi. Bagiku itu tak masalah sebenarnya." "Apa?" Marren menghentikan langkahnya dan menoleh kepada Pemuda itu.Matanya terbelalak kepada Pemuda yang kini ia baru sadari sepenuhnya bahwa ia belum pernah melihat sosok setampan itu di Kampusnya.Walau dengan baju sederhana yang tak terlalu mencolok tapi ada kesan mewah dan tak biasa yang terpancar dari Pemuda di hadapannya itu.Dan... Marren tak pernah melihat Pemuda itu sebelumnya di lingkungan kelasnya.Walau Marren bukanlah jenis gadis dalam lingkup anak-anak populer di Kampus, namun ia tak akan tidak mengenali sosok tampan dan sangat menawan yang berdiri di hadapannya.Sosok yang terlalu menonjol untuk dilupakan begitu saja, dengan raut wajah elok sempurna, rambut kecokelatan dan mata amber jernihnya di atas kulitnya.Sosok itu akan jadi sumber keindahan sekaligus sumber malapetaka di Kampus kecilnya."Benarkan apa yang saya bilang? Untung saya segera mendapat bantuan, kalau kamu sampai terluka bagaimana? Padahal mungkin mereka cuma mau seratus atau dua ratus ribu saja. Bagi Saya tak masalah.""Hei, dengar ya... Tuan Sultan! Ini bukan masalah uang! Mungkin bagimu uang itu tak berarti tapi mereka akan terus merajalela kepada anak-anak di Kampus ini! Dan tidak semua anak kuliah sekaya KAMU!" bentak Marren menghentakkan tangannya dengan kesal sambil meninggalkan Pemuda tampan itu yang masih berusaha mencerna ucapannya.Marren terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan Pemuda tadi yang kini harus pergi karena kedatangan seseorang, Marren sempat melirik dari sudut matanya sebelum Pemuda itu menghilang di balik pintu Dosen bersama seseorang berpakaian jas hitam lengkap. ''Siapa sih? Sombong sekali! Sok kaya! Eh... Tapi, tapi, bagaimana dia tahu nama Saya? Dia fakultas apa?"Sesampainya dalam kelas, dengan kesal Marren menghempaskan tubuhnya. Wira terheran-heran menatap sahabatnya yang terlihat kacau dan berantakan."Pagi Ren, ada apa kamu? Tidak seperti biasanya kamu terlambat?" "Saya sedang kesal! Dan... Ah... Ini kenapa harus terbawa?" Marren tersadar bahwa ia masih membawa sapu tangan Pemuda tampan itu di tangannya saat ia akan mendekap wajahnya. Buru-buru ia memasukkan sapu tangan itu ke dalam tas selempangnya dan mengambil botol minuman dari dalam tasnya.la minum dengan sangat puasnya, hal itu membuat Wira terkekeh geli melihat Marren terengah setelah hampir menghabiskan setengah botol air minumnya."Jadi?" "Ya, jadi hari ini Saya dua kali berkelahi dengan preman! Yang satu karena dia menjambret tas dan satu lagi karena menolong bocah dipalak tapi malah dia seolah-olah 'tidak apa-apa kok, duit kecil ini! Benar-benar menyebalkan! Sumpah! Dan siapa pula dia?" Marren bersandar dengan kasar sambil menutup botol minumnya lalu memasukkannya kembali
Seperti biasa seusai kuliah Marren langsung menuju sebuah restoran yang ada di sebuah mall kecil yang terletak tak jauh dari Kampusnya. Marren segera menuju ruang karyawan untuk berganti pakaian. Kini gadis itu telah berganti seragam pramusaji restoran. Marren menyapa beberapa rekan kerja dan seorang manajer restoran yang sangat mengenalnya dengan baik. "Hai Ren, apa kabar hari ini?" sapa Manajer yang sedang duduk di sebuah ceruk ruang karyawan melepas kesibukannya dengan pembukuan yang ada di hadapannya. "Baik Pak! Sangat baik!" jawab Marren dengan antusias yang membuat lelaki bertubuh tinggi besar dan bertampang maskulin itu mengangkat wajahnya dari aktivitasnya. menatap lembaran bon dan buku kas. "Hei, ada apa? Sepertinya kamu sedang sangat bersemangat, ya?" Pak Evan meneguk kopinya dengan senyuman khasnya yang membuat aura maskulinnya terlihat lebih ramah. "Marren kan memang selalu kelebihan energi pak! Seperti baterai Kelinci itu Pak!" sahut Radi yang sedang me
''Ya Tuhan... Kumohon pertolongan-Mu, tolong selamatkanlah Mommy..." Marren mulai menitikkan air mata. Sekuat apa pun dia jika sesuatu menimpa Mommy-nya, ia akan hancur berkeping-keping. Segala yang ia lakukan demi kebahagiaan Mommy-nya yang kini sakit-sakitan akibat jantung lemah sejak kepergian Daddy Marren yang mengalami sebuah kecelakaan pesawat dalam perjalanan bisnis bersama Kakeknya, serasa tak ada artinya jika ia tak bisa menjaga Mommy-nya dengan benar. Dan kini Mommy-nya berada dalam bahaya di tangan seorang penculik atau bahkan lebih dari satu orang. ''Tidak! tidak ada waktu untuk menangis! Aku harus kuat demi Mommy, apa pun yang terjadi. Aku harus bisa menyelamatkan Mommy!" Sumpah Marren kepda dirinya sendiri. Gadis itu berlari ke gerbang utama rumah susun dan berdiri menunggu dengan tenang. Benar saja, tak berapa lama kemudian sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap memasuki jalanan rumah susun sederhana yang mengesankan pemandangan yang sangat kontras
Marren mengerjapkan mata sebelum akhirnya membuka mata sepenuhnya. Gadis itu terlonjak kaget dan bingung saat menyadari ia terbangun di sebuah kamar yang sangat indah dan penuh perabotan mewah. 'Nona, sudah sadar?" Marren menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari seorang gadis belia yang baru saja memasuki ruangan itu dan sedang berjalan ke arahnya. Gadis belia itu tampak sangat antusias menyambutnya. "Ini... Di mana? Kamu siapa?" Marren mencoba bangkit namun langsung di cegah oleh Sang Gadis yang memakai seragam itu. ''Aaah ini, ini di kamar Anda, Nona. Dan saya Haura, yang akan merawat dan membantu segala kebutuhan, Nona." jawab Haura menunduk penuh hormat. "Apa?" Belum sempat Marren bertanya lebih jauh, tiba-tiba seseorang membuka pintu. Ceklek! Pintu terbuka dan tertutup. Kali ini seorang wanita lebih tua dengan rambut putih yang menutupi hampir seluruh kepala datang dengan sikap anggun. Wanita itu terlihat sangat luwes dan berwibawa dengan setelan jas dan
Dengan perasaan malu, Marren mengamati dirinya di cermin kamar mandi, la benar-benar melihat tanda bekas ciuman seseorang. Bukan hanya satu, ada beberapa di leher, pundak dan dadanya. Marren merabanya, ada getaran aneh yang ia rasakan. la juga meraba bibirnya yang terasa lebih tebal dan bengkak. 'Itu kamar siapa? Tapi tak ada siapa pun di sana?' batin Marren penasaran, lalu segera memakai baju yang ia dapatkan dari Haura. 'Oh tidak! Apalagi ini? Kenapa pagi begini harus memakai gaun resmi seperti ini?" Marren menggerutu dalam hati. Lebih-lebih potongan baju yang agak rendah itu tak bisa menutupi tanda merah di leher dan pundaknya. 'Sial! Sepertinya aku harus memakai syal tinggi untuk menutupinya. Ah tapi pasti akan terlihat aneh, kan? Ini masih terlalu pagi!' gerutunya dalam hati. Tok! Tok! Tok! "Nona, apa Anda baik-baik saja?" panggil Haura dari balik pintu kamar mandi. "I... lya, sebentar lagi aku selesai," Marren menjawab dengan gugup, karena terlalu lam
"Ada apa ini? Kalian sepertinya sudah saling mengenal, tapi Kakek rasa bukan dalam keadaan baik. Apa itu benar?" Kakek Devan memandang keduanya bergantian. Refleks Marren menghela napas dengan kesal dan menceritakan kejadian saat pertama kali bertemu Arsan, seperti anak kecil yang sedang mengadukan kenakalan Kakak pada orang tuanya. Kakek Devan mendengarnya dengan antusias di selingi gelak tawanya menatap Marren yang bersungut-sungut. "Ya, mau bagaimana lagi. Arsan sedang bosan, Kek. Apalagi saat tahu kalau dia pandai berkelahi, makanya Arsan iseng saja sekalian" sahut Arsan dengan santai sambil duduk di seberang kursi Kakeknya. "Iseng! Yang benar saja!" Marren bersedekap defensif dan memandang Arsan dengan masam, akan tetapi Pria tampan yang mempunyai lesung pipi itu mengabaikannya dengan mengendikan bahunya. Bahkan ia mengerlingkan iris hazel dengan manis dan membuat Marren semakin jengkel. "Iya Kek! Coba Kakek melihatnya sendiri, saat dia menghajar penjambret
Marren menggeliat dengan manja dan merentangkan tangannya dengan bebas. Namun, ia merasakan tubuhnya terasa sangat berat seolah ada batu besar yang menimpanya. Perlahan gadis itu membuka lentik kedua matanya. Marren tersentak dari tidurnya dan betapa terkejutnya dia saat mendapati dirinya tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. Dengan panik, ia membungkus diri dalam selimut dan menyalakan lampu tidur yang ada di meja samping ranjang. Gadis itu menahan gusar karena ia tak mengingat apa pun yang terjadi. ''Oh tidak! Apa yang sudah terjadi? Apa aku dan Arsan sudah...?" Marren menggigit bibir menahan isaknya, ia mencoba menenangkan diri untuk mengingat apa yang terjadi, namun ia tak bisa mengingat apa pun. Marren memaksakan untuk bangkit dan membasuh dirinya, ia berendam cukup lama untuk menenangkan diri jika saja hal terburuk yang ia pikirkan benar-benar terjadi. Namun, tetap saja ia tidak bisa mengingat apa pun di malam pertama setelah pernikahannya. Apalagi ia m
🥀🥀🥀 Makan malam telah terhidang di meja makan. Namun, hanya Marren yang sedang asyik menikmati makan malam itu. Dua piring yang telah disediakan di atas meja masih dalam keadaan tertelungkup, karena Sang Empunya belum menampakkan batang hidungnya. Untuk itulah Marren sengaja makan lebih awal karena ingin buru-buru menyelesaikan aktivitasnya agar bisa menghindari kedua Kakak Beradik itu. Walaupun para asisten rumah tangga itu memandangnya aneh karena terlihat sangat jelas ingin menghindari makan malam bersama dengan para Tuan Muda, Marren tidak memedulikan itu semua, karena ia mulai tidak nyaman malam bersama dengan para Tuan Muda. Marren tidak memedulikan itu semua, karena ia mulai tidak nyaman dengan situasi yang ada. Belum sempat ia bisa hidup tenang karena sikap Arsan, kini Arland pun tiba-tiba hadir di antara mereka dan Marren merasakan perasaan yang aneh dan menekannya saat menatap sosok Arland. Dengan perasaan lega Marren meneguk air putih di tangannya, lalu b