Share

chapter 2

Author: Mia006
last update Last Updated: 2023-12-08 17:32:53

Marren sesegera mungkin meninggalkan warung makan dan segera berlari pulang dengan jalan memutar, ia tak mau mengambil risiko ia akan di culik diam-diam saat ia melewati lahan kosong.

Sambil membawa beberapa camilan ia mengetuk pintu dan mengucap salam sebelum masuk.

"Sayang, ke mana saja kamu, Nak? Kenapa lama sekali baru pulang?" Tanya Mommy-nya dengan wajah yang sangat terlihat panik.

"Maaf Mom, tadi Marren berjalan-jalan di pasar malam, Marren bawa camilan untuk Mommy. Tadi dapat bonus lumayan. Mereka baik ya Mom, yuk makan" jawab Marren sedikit berbohong untuk menghilangkan kekhawatiran sang Mommy.

"Ya sudah kalau begitu. Mommy khawatir jika Marren belum pulang, mana tidak bawa handphone lagi kamu, Nak!"

"Hah! Iya Maaf Mom, Marren pikir cuma sebentar."

Marren membuka roti bakar coklat yang masih menguarkan asap panas dan wewangian makanan itu.

"Mom... Tuan Jack itu siapa? Kok Mommy bisa punya pelanggan itu? Baru kali ini kan Mommy mencuci bajunya?"

Marren mulai bertanya sambil menggigit sepotong roti. Gadis itu berbicara sesantai mungkin agar Ibunya tak mencurigai apa yang sudah dialaminya.

"Oh itu, Mommy juga tidak tahu. Itu katanya saudara Bu Izzah, pinjam rumah itu buat 1 minggu, katanya ada yang harus diurusnya di sekitar sini, Mommy juga tidak terlalu paham urusan tentang hal apa. Sehingga selama tinggal di sini, Bu Izzah meminta Mommy untuk mengurus cuciannya" jawab Mayda menatap Marren dengan tatapan 'ada apa?' sambil mengunyah sepotong roti.

Marren menggeleng sambil mengangkat bahu. "Tidak apa-apa Mommy, hanya penasaran. saja."

"Lagi pula besok orang itu mau kembali ke Vietnam. Kemarin Bu Izzah menelepon Mommy. Makanya tadi Mommy buru-buru menyuruhmu mengantarkannya walau sudah malam."

Marren mengangguk tanda paham sekaligus lega mendengar penuturan Mommy-nya. Hanya saja, ia masih penasaran dengan beberapa pria yang berpakaian serba hitam yang tiba-tiba datang menyerbunya.

Malam ini, Marren tidur dengan gelisah. Gadis itu masih memikirkan peristiwa yang baru saja dialaminya. Hal itu benar-benar merisaukannya.

'Apa mereka berkomplot? Siapa orang-orang itu? Sudahlah, besok pagi aku harus memastikannya.'

Marren benar-benar tak bisa memejamkan mata barang sedetik pun, hingga ketika waktu telah menunjukkan pukul 4 dini hari, gadis itu mulai kelelahan dan tertidur.

Pagi itu, Marren bersiap ke kampus dengan terburu-buru, setelah menghabiskan sarapan paginya dan membawa bekal makanan, gadis itu mencium Mommy-nya yang sedang mencuci piring sebelum meninggalkan rumah.

Marren berjalan tergesa-gesa menuju gedung tempat tinggal laki-laki asing bernama Jack. Dengan perasaan gugup, ia mencoba mengetuk pintu rumah itu.

Beberapa kali ia mengetuk ternyata tak ada satu pun jawaban.

"Dek ..., mau apa?" Marren tersentak kaget saat seorang laki-laki berseragam Sekuriti menegurnya.

Laki-laki berperawakan gemuk tinggi besar itu tampak bertanya-tanya.

"Begini Pak, semalam saya mengantar baju cucian, tapi saya belum mengembalikan uang kembaliannya, Pak." Marren mencari-cari alasan.

"Oh begitu. Ya sudah buat kamu jajan saja, karena semalam, Tuan Jack sudah pergi, itu juga terburu-buru, sambil menelepon."

Setelah mengucap terima kasih, dengan lega karena meninggalkan tempat itu menuju Kampusnya.

🥀🥀🥀

Karena menahan kantuk Marren hampir saja tertidur di angkot yang ia naiki. Gadis itu berusaha mengerjap-kerjapkan matanya untuk menghilangkan kantuknya karena sebentar lagi ia harus turun.

Hingga ia merasakan ada tangan seseorang yang meraba tasnya. Dan benar saja, laki-laki bertopi yang duduk di pintu angkot menarik tasnya kuat-kuat saat ia baru turun.

"HEIII....! TUNGGU....!"

Marren berlari secepat mungkin untuk mengejar lelaki yang berhasil menjambret tasnya saat turun dari angkutan umum.

Tanpa basa basi Marren mengayunkan kedua kakinya untuk menghentikan laju lari Sang Penjambret yang hanya beberapa langkah di depannya.

BRAK!

"ADUH!" Pekik penjahat itu yang mendarat dengan keras di atas aspal jalanan karena tendangan Marren.

Laki-laki itu tak berkutik saat ia di bekuk oleh gadis itu dengan lutut yang mengganjal punggungnya. Marren berhasil mendapatkan tasnya kembali, namun pelaku kejahatan bertopi hitam itu bisa lepas dari kungkungan lutut Marren dan berusaha menyerang gadis cantik itu.

Tas terlempar dari pegangan Marren. Penjambret itu segera menyerang, namun Marren mengelak dengan cepat. Walau laki-laki itu terus berusaha menyerangnya secara membabi buta.

Dengan lincah Marren bisa menghindari beberapa tinju yang dilayangkan padanya yang membuat laki-laki jadi sangat kesal dan emosi.

Hal ini membuat celah untuk Marren melayangkan serangan balik. Marren menendang lutut dan paha bagian dalam laki-laki itu disusul dengan pukulan kuat-kuat ke muka lelaki itu yang membuatnya terpekik dan terhuyung.

Melihat itu, Marren segera melayangkan siku kanannya dengan telak di rahang lelaki itu, lalu ia juga menendang perut lelaki itu dan membuatnya terjerembap tak berdaya.

Marren menghela napas sambil menyambar tasnya yang tergeletak di jalanan, dia memperhatikan lelaki itu yang pingsan. Marren melenggang diiringi tatapan kagum dan pujian riuh rendah beberapa orang yang melihat aksinya itu.

Marren hanya tersenyum seraya buru-buru meninggalkan tempat itu karena jam menunjukkan pukul 7.55 pagi.

Itu menandakan ia hanya punya waktu 5 menit lagi untuk sampai di Kampus sebelum gerbang ditutup.

'Gawat! Hari ini kan jadwalnya Tuan Long! Sumpah! Bisa-bisa aku di hukum pancung dengan tugasnya!' batin Marren membayangkan wajah Dosennya yang bernama Reza yang berkulit putih, tinggi bertampang seram keturunan Tionghoa, makanya laki-laki itu mendapat julukan Tuan Long oleh anak-anak didiknya.

Akan tetapi, larinya terhenti seketika saat ia melihat seorang pemuda yang sedang di ganggu oleh 2 orang preman di sebuah gang sempit tepat di samping tembok Kampusnya.

"Apa-apaan ini!" Marren terbelalak saat salah seorang preman itu memukul wajah Sang Pemuda yang terlihat pasrah.

Dengan kesal Marren memutar langkahnya mendekati mereka.

"Hei kalian! Pergi dari sini! " Pekik marren mengancam, serta menodongkan sebuah potongan kayu yang ia pungut di jalanan.

Kedua preman itu dan Sang Pemuda menoleh kaget ke sumber suara. Melihat sosok Marren yang cantik dan terlihat kurus kedua preman itu terkekeh.

"Anak manis mencoba menakut-nakuti kami rupanya'' Ejek preman berbadan bongsor.

"Aduh, aduh jangan bermain kayu, nanti tanganmu yang lembut bisa terluka, Sayang, sini yuk main sama om?" Ujar preman yang lain dengn nada merayu sambil melangkah mendekati Marren.

"Isss... Ogah!" bantah Marren sambi

mengayunkan kayunya kepada Sang Preman.

Namun dengan mudah ayunan Marren ditangkapnya, dan kini mereka saling tarik menarik. Dengan sekuat tenaga Marren menarik kayu itu dan saat sang preman menariknya kembali Marren melepaskannya begitu saja, hal itu membuat sang preman kaget dan jatuh terjengkang di hadapan Marren.

"BOCAH INGUSAN KURANG AJAR!' bentak Sang preman yang memiliki badan subur yang langsung mengayunkan tangannya untuk menangkap lengan kecil Marren.

Namun dengan lincah gadis itu mengelak dan menendang dengan kuat tepat di tempat vital pria itu. Tak ayal preman gemuk itu berlutut memegangi alat vitalnya dan mengerang kesakitan.

Sang rekan terbelalak kaget mendapati temannya yang begitu kesakitan. Kini ia sangat kesal dan mencoba menyerang Marren dengan mengayunkan tinjunya kepada gadis cantik itu.

Marren mengelak dengan tenang dan menyerang balik preman itu namun bisa ditangkis dengan mudah pula oleh Pria itu.

"ITU PAK! ITUUUU!" Perkelahian itu terhenti karena Sang Pemuda berlarian bersama petugas Sekuriti Kampus dan beberapa warga yang kebetulan melintas.

Melihat hal itu preman berbadan sang preman segera melarikan diri meninggalkan temannya yang masih menahan sakit akibat tendangan Marren.

Sementara preman itu diamankan, Marren berjalan memasuki gedung kampus dengan napas terengah, ia mengusap peluh yang bercucuran.

"Marren! Tunggu!" Marren menoleh dan mendapati Pemuda yang ia tolong berlari mengejarnya. Mereka berdiri saling berhadapan.

"Kamu mengenalku?'' Marren mengernyit bingung.

Pemuda itu tersenyum dan mengeluarkan sebuah sapu tangan yang indah dan mengusap wajah Marren yang berpeluh. Marren tersentak kaget dan mundur selangkah.

"Maaf. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Pemuda itu tanpa menjawab pertanyaan Marren sambil memaksa Marren menerima sapu tangan yang ia pegang. Marren menerimanya dengan enggan.

"Terima kasih. Saya baik-baik saja" ucap Marren kembali berjalan di koridor kampus.

"Kamu sangat hebat tadi! Terima kasih! Hanya saja harusnya kau tak perlu melakukan itu, kan? Cukup beri saja mereka sedikit uang, mereka akan pergi. Bagiku itu tak masalah sebenarnya."

"Apa?" Marren menghentikan langkahnya dan menoleh kepada Pemuda itu.

Matanya terbelalak kepada Pemuda yang kini ia baru sadari sepenuhnya bahwa ia belum pernah melihat sosok setampan itu di Kampusnya.

Walau dengan baju sederhana yang tak terlalu mencolok tapi ada kesan mewah dan tak biasa yang terpancar dari Pemuda di hadapannya itu.

Dan... Marren tak pernah melihat Pemuda itu sebelumnya di lingkungan kelasnya.

Walau Marren bukanlah jenis gadis dalam lingkup anak-anak populer di Kampus, namun ia tak akan tidak mengenali sosok tampan dan sangat menawan yang berdiri di hadapannya.

Sosok yang terlalu menonjol untuk dilupakan begitu saja, dengan raut wajah elok sempurna, rambut kecokelatan dan mata amber jernihnya di atas kulitnya.

Sosok itu akan jadi sumber keindahan sekaligus sumber malapetaka di Kampus kecilnya.

"Benarkan apa yang saya bilang? Untung saya segera mendapat bantuan, kalau kamu sampai terluka bagaimana? Padahal mungkin mereka cuma mau seratus atau dua ratus ribu saja. Bagi Saya tak masalah."

"Hei, dengar ya... Tuan Sultan! Ini bukan masalah uang! Mungkin bagimu uang itu tak berarti tapi mereka akan terus merajalela kepada anak-anak di Kampus ini! Dan tidak semua anak kuliah sekaya KAMU!" bentak Marren menghentakkan tangannya dengan kesal sambil meninggalkan Pemuda tampan itu yang masih berusaha mencerna ucapannya.

Marren terus berjalan tanpa menghiraukan panggilan Pemuda tadi yang kini harus pergi karena kedatangan seseorang, Marren sempat melirik dari sudut matanya sebelum Pemuda itu menghilang di balik pintu Dosen bersama seseorang berpakaian jas hitam lengkap.

''Siapa sih? Sombong sekali! Sok kaya! Eh... Tapi, tapi, bagaimana dia tahu nama Saya? Dia fakultas apa?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Posesif My Husband    Chapter 161

    Marren mendorong Arsan dari dekapannya dan menatapnya dengan mata terbelalak tak percaya. "Ada apa, Arsan? Kenapa kamu tiba-tiba seperti ini? Kenapa tiba-tiba kamu mengucapkan itu? Apa maksudmu, tiba-tiba seperti ini?" cecar Marren tercekat tak percaya. Wanita cantik itu menatap Arsan dengan tatapan mata berkaca-kaca.Melihat Arsan hanya terdiam membisu, Marren mengangguk paham."Apa ini ya.... Saya telah melarikan diri bersama Arland waktu itu? Jadi kamu tak percaya..." "Marren, Sayang...." sela Arsan yang kini bersimpuh di kaki Marren dan memeluk lututnya dan menghentikan ucapan Marren yang kini terpaku diam menatap Arsan yang ada di lututnya. "Dosa Ryzadrd terlalu besar untuk diampuni. Kakek telah menghancurkan hidupmu begini rupa. Saya terlalu malu untuk menatapmu sekarang. Tak ada lagi yang bisa Saya banggakan dan saya persembahkan untukmu, Marren. Saya bahkan yang hanya memiliki sedikit perasan kepadamu tanpa sadar hanya diperalat untuk mengikatmu secara paksa." Buliran a

  • Posesif My Husband    Chapter 160

    "Sayang, apa kamu sudah selesai berbicara? Ayo, kita pulang, sepertinya Marren sedang kerepotan dengan anak-anaknya. Sebaiknya kita pamit," ucap seorang wanita yang tiba-tiba datang dan menggandeng lengan Vano, perut wanita itu terlihat sedikit buncit. Arsan menatap wanita tersebut, yang menatapnya dengan sopan namun sangat jelas terlihat dia menikmati apa yang sedang dilihatnya. "Sarah? Kamu sudah selesai berbicara dengan Marren?" tanya Vani menoleh pada wanita yang terlihat agak genit itu."Perkenalkan, Tuan Muda, ini istri saya Sarah, dan Sarah ini adalah Tuan Muda....""Arsan, Tuan Muda Arsan, suami Marren.""Salam kenal, Tuan Muda Arsan, saya Sarah, istri Tuan Vano ini, pemilik restoran yang punya banyak cabang di beberapa mall di kota-kota besar di Indonesia," sela Sarah memotong ucapan Vano dan mengulurkan tangannya untuk dijabat Arsan. Ucapan Sarah, membuat Vano jengah dan menegurnya walau dengan suara lembut. Akan tetapi sepertinya Sarah sangat menikmati pamer di hadap

  • Posesif My Husband    Chapter 159

    "Bagaimana, Brian?" tanya Arsan setelah dokter Brian memeriksa kondisi Kakek Ryzadrd. Dokter Brian memegang gagang kacamatanya dengan gelisah dan mendesah perlahan."Arsan, Kakek meninggal karena pembuluh darah arterinya putus dan kehilangan banyak darah dan mengakibatkan syok dalam jantungnya. Dan Kakek meninggal sekitar 2 sampai 3 jam yang lalu," ungkap dokter Brian dengan tatapan penuh simpati. "Kenapa tidak pasti?" sela Arland kepada Brian menutupi ranjang dan seprei yang berlumuran darah Kakek Ryzadrd yang mengering. "Karena suhu ruangan ini sangat rendah, jadi membuat suhu tubuh juga semakin cepat turun dan dapat mempengaruhi pembekuan dengan cepat," jawab Brian yang membuat Arland terdiam menguyup wajahnya sendiri dengan kasar. Pria itu terlihat sangat stres. "Dan memang beliau meninggal karena sebab bunuh diri, tak ada tanda-tanda kekerasan apa pun yang terjadi," lanjut Brian dengan wajah penuh duka. Dokter muda yang berumur tak jauh di atas Arsan itu menghela napas deng

  • Posesif My Husband    Chapter 158

    Mendengar ucapan Arsan yang terbata-bata, Arland tak kuasa menahan gelak tawanya dan membuat Marren dan Madya menatapnya dengan tatapan heran."Ada apa, Arland? Apa yang sebenarnya terjadi?" tegur Madya yang langsung membuat Arland menghentikan gelak tawanya. Lalu dengan menyisakan tawanya, akhirnya Arland mengakui, bahwa dia sengaja membisikkan kata-kata itu untuk membuat Arsan marah dan bangun."Apalagi yang bisa membuatmu marah selain itu? Lihat saja, Ma, bahkan dia bisa melawan dan bangkit dari kematian hanya karena Marren," papar Arland yang membuat Marren dan Madya menangis terharu. Marren kembali memeluk dan menciumi tangan Arsan. Sementara Arsan menahan sakit karena tawanya yang terlepas begitu saja. "Awas... kau... Arland...." ancam Arsan dengan suara berat, namun lagi lagi Arland mengendikan bahunya dengan acuh. "Bangun dengan benar lebih dulu, baru kau bisa mengancamku," ledek Arland dengan wajah senang.🥀🥀🥀Akhirnya setelah beberapa hari di rawat, Arsan diperbolehk

  • Posesif My Husband    Chapter 158

    Hari itu suasana ruang tunggu ICCU terlihat lengang dan penuh kesedihan. Karena saat mereka sampai di sana, kamar Arsan sedang di penuhi oleh para dokter dan perawat yang sedang mengupayakan keselamatan Arsan dari berhentinya detak jantung pria tampan itu. Dalam sehari sepeninggal Marren, sudah dua kali jantung Arsan berhenti berdetak hingga harus mendapatkan serangkai penyelamatan dari para dokter, seperti yang sedang dilakukan saat ini. "Ya, Tuhan, Saya mohon selamatkanlah Arsan, selamatkanlah suami Saya. Saya dan anak-anak masih sangat membutuhkannya. Izinkanlah Arsan sembuh dan hidup bersama anak-anaknya, karena itu adalah impiannya sejak dulu. Ya, Tuhan, Saya mohon kepada-Mu," doa Marren dalam hati seraya menahan isaknya. Marren terus menatap kaca transparan yang kini tertutup oleh korden tebal berwarna putih agar mereka tak melihat apa yang telah terjadi di dalam ruangan tersebut. Marren menguatkan hatinya seraya meletakkan tangan bersandarkan kaca itu. Sementara Masya t

  • Posesif My Husband    chapter 156

    Arland meninggalkan ruangan itu dan menutup pintunya rapat rapat tanpa tahu jari-jemari Arsan mulai bergerak walau hanya sesaat. Hingga rombongan Arland dan Marren meninggalkan rumah sakit itu demi membawa Marren pulang setelah ia berbicara dengan Dokter pengawas Arsan dan menyerahkan nomor ponsel Arland jika ada perkembangan kondisi Arsan. Sesampainya di rumah, Marren menangis tersedu dalam pelukan Ibunya dan Arland menegaskan Marren harus makan dan beristirahat. Mengabaikan semua itu Marren menatap kedua bayinya yang terlelap dalam keranjang bayi. Marren meneteskan air mata menatap si kembar dengan lemah terkulai di ranjang. Madya menahan isaknya saat melihat Marren yang begitu pucat dan seolah kehilangan semangat dalam hidupnya. "Sayang, makanlah dan beristirahatlah barang sejenak. Kamu harus sehat demi anak-anak. Mommy akan siapkan makanan untukmu dan kamu harus makan," bujuk Madya seraya membelai rambut Marren yang tergerai berantakan di pundak. "Kamu juga harus makan, Arl

  • Posesif My Husband    Chapter 155

    Marren menatap sosok Arsan yang berbaring lemah tak berdaya di hadapannya. Kini ia harus kuat menghadapi kenyataan yang ada.Wanita cantik itu hanya terdiam membeku dan menatap satu persatu alat yang terpasang di sekitar tubuh Arsan dengan selang atau pun kabel yang berakhir di badan Arsan. Sebuah selang pun melekat di dalam mulut Arsan yang sedikit terbuka. Dengan tangan gemetar hebat, Marren memegang punggung tangan awan yang diam tak bergerak. Tangan yang dulu selalu kokoh menggenggamnya itu, kini terkulai lemah dengan selang infus tertancap di sana Marren menggenggam ringan tangan dan jari-jemari Arsan.Marren menciumnya tanpa mengatakan apa pun. Seraya memandang wajah Arsan yang terlelap, Marren memeluk tangan itu meletakkannya pada pipinya. "Syukurlah, Nyonya terlihat tenang dan baik-baik saja sejak siuman tadi. Nyonya, sepertinya sudah menerima keadaan Tuan Muda," ujar Naura memecah kesunyian. la menatap Marren melalui kaca transparan di balik ruangan itu bersama Arland.

  • Posesif My Husband    Chapter 154

    "Arsan!" pekik Marren dengan bangun tersentak kaget. Hal itu membuat Naura segera menghambur ke hadapan Marren. "Nyonya? Anda sudah siuman? Syukurlah," sahut Naura dengan wajah senang namun tak bisa menutupi wajah sedihnya Wajahnya terlihat sangat sembab karena terlalu banyak menangis. "Nau, apa yang terjadi? Ini di mana?" tanya Marren kebingungan seraya melihat ke sekelilingnya, la terbangun di sebuah kamar serba putih dan di kelilingi oleh kelambu dengan warna yang sama. "Anda pingsan. Nyonya. Sekarang sedang di UGD. Tadi Tuan Arland yang membawa Anda kemari," papar Naura dengan tatapan berkaca-kaca.Mendengar penjelasan Naura, Marren melompat dari ranjang dengan tergesa gesa."Di mana Arsan? Di mana, suami saya?" pekik marry kebingungan dan panik. Naura memeluk Marren dengan cepat dan menangis tersedu-sedu."Nyonya, harus tenang. Anda baru sadar. Sebaiknya pelan-pelan dulu," cegah Naura dengan bingung dan penuh kekhawatiran."Saya ingin melihat kondisi Arsan. Apa ada perkembang

  • Posesif My Husband    Chapter 153

    Marren diam termangu di depan ruang tunggu kamar operasi. Saat ini la hanya bisa diam tanpa bisa menangis karena sudah terlalu lelah menangis.la merasakan kedua matanya yang terasa bengkak dan perih akibat terlalu banyak menangis. "Ya, Tuhan, Arsan... Kita baru saja bertemu kembali setelah berbulan-bulan lamanya terpisah karena kesalahan Saya. Tetapi, sekarang kamu malah seperti ini. Kita baru saja bertemu dan bahagia, Arsan. Saya mohon, bertahanlah dan jangan tinggalkan Saya dan anak anak kita," gumam Marren berdoa di dalam hatinya. Sebulir air mata bening meluncur begitu saja membasahi kedua pipinya, la tak bisa menahan buliran demi buliran air mata yang terus menerus turun membasahi pipinya. Saat itu ia hanya di temani oleh Naura, karena Madya harus menenangkan kedua cucunya dengan asi Marren dan susu formula yang telah disiapkan khusus untuk keduanya. Apalagi kini Marren sedang menghadapi sebuah musibah dengan tertembaknya Arsan oleh sang kakek demi melindungi dirinya. Nau

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status