Yuta menatap bangunan di depannya. Ia tidak menyangka pria yang berdiri di sampingnya memiliki perusahaan yang sangat berpengaruh di dunia bisnis. Bangunan perusahaan itu terlihat megah dengan interior mewah dan indah, pikirnya. Dahulu, ia memang tidak banyak mempertanyakan usaha pria di sampingnya. Pertemuan mereka pun terjadi secara tidak sengaja, hingga perlahan rasa itu muncul. Ia masih ingat, pria yang baru dikenalnya beberapa bulan itu menembaknya di depan banyak orang.
“Aku tidak menyangka kamu memiliki perusahaan sebesar ini di negara ini,” gumam Yuta pada pria di sampingnya.
Pria itu tersenyum bangga mendengar pujian langsung dari wanita yang dicintainya. Yuta memang tidak pernah bertanya tentang bisnisnya. Wanita itu bahkan jarang datang ke perusahaannya dulu. Gio pun tidak pernah menunjukkan kekuasaan yang dimilikinya selama ini.
Hubungan mereka terjalin tanpa niat membuka rahasia masing-masing. Hal itulah yang menjadi awal dari hubungan yang tidak sehat. Akhirnya, keduanya berpisah dalam luka karena kesalahpahaman. Saat itu, Gio sadar pentingnya keterbukaan. Karena itu, ia tidak ingin lagi menyembunyikan apa pun dari wanita di depannya.
“Ini hanya salah satu perusahaan yang ada di bawah kendaliku,” ucap Gio, mendapat delikan dari Yuta.
Namun, pria itu sama sekali tidak tersinggung dengan sikap wanita di sampingnya. Ia malah tersenyum melihat tingkah wanita itu.
“Bukankah kamu bersyukur dicintai pria kaya raya sepertiku?” ucap Gio dengan bangga.
“Ah, benarkah? Apa aku perlu menghabiskan uangmu sampai kamu bangkrut?” sahut Yuta, membuat Gio tertawa.
Ia tak gentar dengan perkataan wanita di sampingnya. Rasanya, uang yang ia miliki tak akan habis. Bahkan, ia semakin bersemangat menghasilkan pundi-pundi uang untuk dihabiskan oleh wanita itu.
“Aku dengan senang hati akan memberimu semua uangku.”
“Kamu akan jatuh miskin.”
“Itu tidak mungkin terjadi. Aku sangat kaya raya.”
“Ya, ya, ya. Aku lelah. Kamu mau membiarkanku berdiri lama-lama memberi hormat pada bangunan ini?” sindir Yuta, membuat tangan kanan Gio hanya bisa meringis. Ia salut dengan keberanian wanita itu pada tuannya, tapi ia tahu tuannya hanya akan menanggapi sindiran itu dengan tawa—dan benar saja.
“Hahaha, kamu tetap andal dalam menyindir. Ayo, kita masuk,” ucap Gio sambil menggandeng tangan kecil milik Yuta.
Tindakan itu sukses membuat semua orang di lobi kantor terkejut. Apalagi, senyuman Gio tak luntur sejak mereka masuk ke dalam gedung mewah miliknya. Bukankah mereka harus mengabadikan momen ini? Tuan mereka menebarkan senyuman yang bahkan tidak muncul saat memenangkan tender bernilai triliunan.
“Kalau kamu terus tersenyum seperti itu, wajahmu akan kaku,” ujar Yuta.
“Bilang saja jantungmu berdetak kencang karena senyumanku. Bahkan pipimu sudah merona,” balas Gio, mendekatkan wajahnya ke arah Yuta.
Saat itu, rona merah muncul di pipi wanita itu. Tanpa sadar, ia menggigit bibirnya karena gugup. Tentu saja, semua tindakan Yuta tidak lepas dari pengamatan Gio. Pria itu sampai menggeram kecil melihat tingkah menggoda dari Yuta.
“Wajahmu sangat berhasil menggodaku,” ucap Gio, sambil mengacak rambut Yuta. Hal itu membuat rona merah makin jelas di wajahnya.
Rasanya Yuta ingin bersembunyi. Ke mana perginya Yuta yang dingin dan tanpa ekspresi itu? Pria itu memang berhasil membuat seorang Yuta gugup hanya dengan perlakuan-perlakuan kecil.
“Sial, dasar jantung ini tidak bisa diajak bekerja sama,” gumamnya lirih, tetapi masih bisa terdengar oleh Gio yang berdiri di sampingnya.
Rasanya Gio gemas dengan wanita di sampingnya. Mereka kini berada di dalam lift, dan beberapa pikiran nakal sempat melintas di kepala Gio—namun segera ia enyahkan.
“Dia sangat menggemaskan. Aku tidak rela pria lain melihat semua ini. Apa Yuta juga menunjukkan ekspresi ini di depan pria itu?” gumamnya dalam hati, mengingat pria yang beberapa jam lalu menghadang mereka. Pria yang selama ini menemani kehidupan Yuta setelah seluruh keluarganya dibunuh.
Rasanya sulit menerima bahwa posisinya telah digantikan oleh pria itu. Tapi takdir berkata lain—ia harus berpisah dari Yuta selama beberapa tahun.
Ting.
Suara lift berbunyi bersamaan dengan pintu yang terbuka. Gio melangkah lebih dulu tanpa melepaskan genggamannya pada tangan Yuta. Yuta pun tak berniat melepaskannya. Rasanya ia tidak memiliki tenaga untuk berdebat dengan pria itu.
Gio menarik Yuta masuk ke ruangan pribadinya. Setelah itu, ia baru melepaskan genggaman tangan mereka. Yuta terlihat sibuk menelusuri interior ruang kerja Gio. Sementara pria itu berjalan ke meja kerja, menatap tumpukan dokumen yang perlu ia periksa. Ia membuang napas kasar—rasanya ingin sekali menghabiskan waktu bersama Yuta hari ini, tetapi pekerjaannya menumpuk. Ia tidak bisa menyerahkan semuanya pada bawahannya.
“Sepertinya kamu akan sibuk, jadi aku bisa kembali.”
“Jangan meninggalkan ruangan ini.”
“Hei, aku bukan pajangan ruang kerjamu. Aku juga punya kesibukan.”
“Kesibukan bersama pria itu,” sindir Gio.
Yuta mengerutkan dahinya. Ia bisa melihat Gio sedang cemburu pada Wil. Apa Gio lupa kalau mereka sudah tidak punya hubungan lagi?
“Mau aku dekat siapa pun, itu bukan urusanmu. Kita sudah tidak ada hubungan lagi,” ucap Yuta santai, sambil memperhatikan barang-barang di ruangan itu.
Langkahnya terhenti saat melihat potret dirinya bersama Gio, diambil beberapa tahun yang lalu. Rasa rindu menyelinap. Tapi ia tahu, ia tidak bisa kembali seperti dulu.
“Bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak akan melepaskanmu? Kita akan tetap bersama,” ucap Gio yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangnya.
Tangan Gio melingkar di pinggang Yuta. Ada getaran yang muncul akibat sentuhan itu.
“Aku tahu kamu masih mencintaiku, Yuta,” ucap Gio sambil menatap potret mereka berdua di depannya.
Ia masih ingat, potret itu diambil saat ia menyatakan cintanya pada wanita itu. Hari paling bahagia dalam hidupnya—karena akhirnya ia bisa memiliki Yuta.
“Gio, perasaan itu sudah hilang. Aku tidak bisa mencintaimu seperti dulu,” ujar Yuta sambil mencoba melepaskan pelukan itu, namun sia-sia.
“Tak perlu berbohong. Kamu tidak pandai dalam berbohong,” balas Gio, lalu mengecup puncak kepala Yuta.
Yuta terdiam. Ia merasakan kembali kenyamanan yang telah lama hilang. Rasanya ia tidak ingin melepaskan perasaan itu. Tapi musuhnya masih berkeliaran, dan ia tak tahu kapan nyawanya bisa membahayakan pria ini.
“Aku tidak selemah itu. Kamu tahu fakta tentang hidupku, bukan?” ucap Gio.
“Kamu akan dalam bahaya jika kita bersama.”
“Tidak. Kamu yang akan bahaya bersamaku. Aku punya banyak musuh. Tapi aku tidak ingin melepaskanmu dari hidupku. Jadi, mari kita jalani bersama,” ucap Gio dengan tenang.
Yuta tetap diam. Gio memutar tubuh Yuta, hingga kini mereka saling bertatapan.
“Kamu bisa memanfaatkan aku untuk menyelesaikan dendammu. Asalkan kamu tidak meninggalkanku,” ucap Gio dengan kedua dahi mereka saling bersentuhan.
Seorang pria masuk ke dalam sebuah kamar dengan membawa nampan berisi makanan untuk wanitanya. Dia menyimpan nampan itu di meja samping tempat tidurnya. Dia tersenyum pada wanita yang sekarang terduduk di tempat tidurnya. Kakinya terpasuk pada salah satu tiang tempat tidur. "Kamu belum makan ?""aku tidak membutuhkannya.""Kamu tetap harus makan, badanmu sudah sangat kurus. Kamu akan mati jika tidak makan.""Aku lebih baik mati, aktifkan saja racun ini.""aku tidak akan melakukan hal itu.""lalu apa yang kamu inginkan padaku.""menikahimu.""Aku tidak sudi."Pria itu membuang nafas kasar, dia mendekati tubuh wanita itu. Tentu saja yuta langsung mendorong pria itu tapi tenaganya tak sekuat biasannya. Karena cairan yang disuntikan oleh pria itu. Tubuhnnya menjadi sedikit kaku. "apakah kamu aku menyentuh tubuhmu agar kamu diam." "Berhenti aku mohon.""hahahaha, kamu menolakku."ucap pria itu malah dan tanpa memperdulikan air mata yang sudah jatuh. Pria itu mencium kasar yuta dengan kas
Sekarang mereka bertiga sudah berkumpul di ruangan keluarga rumah Gio. Yuta sudah duduk di samping kekasihnya. Mereka akan membicarakan hal penting. Selain itu juga yuta penasaran bagaimana kakaknya bisa berhubungan baik dengan kekasihnya. Satu hal yang dirinya tahu kakaknya menyembunyikan identitas dan memastikan tidak lagi berinteraksi dengan orang -orang yang dulu pernah dekat dengan keluargannya. Agar musuh mereka tidak menyadari keberadaan kakaknya itu. "Jadi semuanya sudah berjalan seperti rencananmu tuan Giovandro?" tanya kakak yuta. "Tentu saja tuan muda Vierth atau aku perlu memanggilmu Tuan muda Yuto. " ucap Gio dengan senyum tipis muncul di wajahnya. "Kamu bisa memanggil namaku sesukamu saja. Tuan Giovandro. Kita sudah tidak memiliki waktu lama lagi. Benda itu harus segera dikeluarkan dari tubuh adikku. Kamu benda itu seperti bom waktu pada tubuh adikku. Benda itu memang tidak aktif bila tidak dekat dengan sang pemiliknya. Tapi benda itu akan secara otomatis aktif bila 5
Yuta memilih menatap keluar mobil dari jendela di sampingnya. Banyak hal yang menghinggapi otak kecilnya. Dia tahu keberadaanya selalu mendatangkan bahaya bagi orang terdekatnya. Walaupun kejadian beberapa saat lalu karena rencana yang dilakukan pria di sampingnya. Tapi dia yakin ini semua hanya awal dari penyerangan dari orang itu. Apakah dia tidak boleh merasakan kebahagian dengan orang terkasihnya. Sebuah elusan di kepalanya menyadarkan lamunan yuta. Dia menatap pemilik tangan itu dengan tatapan sendu. Sebuah senyuman hangat dari pria itu padanya. Gio tahu kalau kekasihnya sedang memikirkan kejadian beberapa saat lalu. Dia tarik tubuh wanitanya ke dalam dekapannya. "Tidak perlu kamu pikirkan kejadian beberapa saat lalu, aku pastikan dia akan mendapatkan ganjarannya dan kita bisa menikmati hidup kita seperti dulu." ucap Gio dengan diakhir sebuah kecupan pada puncak kepala yuta. Tanpa sadar air mata jatuh dari matanya. Pertahannya hancur saat itu juga saat ingat dia tidak lagi send
Yuta terbangun dari tidur saat mendengar suara tembakan. Dia segera mengambil pistol yang sengaja dirinya sembunyikan di bawah bantalnya. Dia menyandarkan tubuhnya pada pintu dan mendengarkan suara dari luar. Tembakan yang terus terjadi bersama sejumlah langkah kaki yang terus mendekat. Rasa takut kembali menghinggapinya, ingata-ingatan masa lalu mulai menghinggapinya. Hari dimana kediamannya diserang oleh suruhan pria itu. Wanita itu sudah bersiap bila salah satu musuh masuk ke kamarnya. Pintu itu terbuka dan pistol itu tepat mengarah pada dahi pria yang masuk itu. Yuta terkejut saat melihat sosok Gio yang berlumuran darah. Bersamaan itu suara tembakan terhenti. Wanita itu masih terkejut dengan penampilan pria itu. Sedangkan Gio langsung menarik tangan kekasihnya keluar dari kamar tidurnya. Tapi langkahnnya terhenti beberapa saat setelah mengamati penampilan kekasihnya. Pria itu kembali menarik tubuh yuta ke dalam kamar. Yuta masih mencoba memahami kejadian yang terjadi beberapa wa
Gio melepaskan ciumannya, yuta masih terdiam. Dia tidak menyangkan kejadian itu belangsung dengan begitu cepat. Tidak sampai situ saja keterkejutannya. Tubuhnya tiba-tiba melayang dan pria itu meletakkannya pada mejannya. Beberapa barang di meja itu berjatuhan. Pria itu melanjutkan kegiatannya kembali yang sempat terhenti. Hal itu membuat yuta terkejut untuk kesekian kali. Dia mencoba melepaskan ciuman itu dengan memukul dada pria itu. Tapi tidak diperdulikan oleh Gio. Tenaga yuta hanya seperti elusan untuknnya, dia lebih menikmati momen keduannya. wanitanya memang selalu manis dan indah yang tak akan dirinya biarkan lepaskan. Meskipun itu harus mempertaruhkan nyawanya."Berhenti menatapku seperti itu ?""Maaf baby, aku terlalu kesal mengingat seseorang dengan berani menandaimu."Yuta menghempaskan tangan gio saat akan kembali menyentuh lukannya. Dia menatap tajam pria di depannya. "Bukankah aku sudah memberi tahu sejak awal. Kita tidak akan bisa seperti dulu. aku bukan lagi yuta yan
Yuta langsung membuka dokumen yang dicurinya. Sebuah photo-photo bukti pembakaran kediaman rumahnya. Senyuman tipis muncul di wajahnya. Hanya tersisa satu langkah lagi untuk menghancurkan mereka semua. Dia pastikan mereka akan merasakan penderitaan yang dirasakan keluargannya. Dokumen ini sangat berguna untuk memancing sang singa keluar dari kandang. "Mari kita lihat siapa yang akhirnya kalah." gumam yuta setelah menyimpan dokumen di tempat yang menurutnya aman. Setelah itu dia melangkah menuju kamar mandi.Bersamaan itu pintu kamar yuta terbuka, seorang pria masuk dan mengambil dokumen yang di simpan yuta. Setelah menemukannya dia membawa dokumen itu. Sebelumnya dia menyimpan dokumen dengan warna map yang sama. Dia tersenyum saat mendengar senandung dari dalam kamar mandi. Dia langsung keluar dari kamar itu tanpa meninggalkan suara.Yuta keluar dari kamar mandi dengan keadaan segar. Tangannya memegang handuk sambil menggosok rambut panjangnya. Kakinya melangkah menuju meja rias. Dia