Kebahagiaan terlihat terpancar di mata Melati yang hari ini akan melangsungkan pernikahan. Semua tamu undangan sudah datang, bahkan rombongan calon mempelai pria pun sudah tiba dirumahnya.
"Kamu terlihat sangat cantik sekali Melati, pasti calon suamimu akan terpesona melihat kamu," ungkap sang ibu."Terima kasih Bu, tapi jujur aku merasa gugup sekali!" sahut Melati dengan sedikit gelisah."Itu hal yang wajar sayang, semua wanita yang akan menikah pasti akan merasakan hal yang sama. Kamu harus tetap terlihat tenang!"Sukma berusaha menenangkan putrinya itu.
Tok tok tok!Bersamaan dengan itu, sahabat Melati datang. "Permisi Tante, apa Melati sudah siap? Soalnya tamu undangan dan mempelai pria sudah datang.""Sudah, kalau begitu kamu bantu Melati ke depan, yah!" pinta Bu Sukma."Siap, Tante!" sahut Linda cepat"Sepertinya, ada yang sudah tidak sabar ingin segera bertemu!" bisik Linda menggoda Melati, "Atau sudah tidak sabar ingin segera sah?""Husssttt diem kamu, nanti kamu juga akan merasakan apa yang aku rasakan sekarang!" sahut Melati cepat agar sahabatnya itu diam.
Melati pun keluar dari kamarnya dan menuju tempat pelaminan.Benar saja, apa yang dikatakan oleh ibunya. Semua mata seketika hanya tertuju pada Melati saja.
Melati pun duduk di samping kekasihnya yang akan menikahinya itu.Pria itu bernama Rifaldi. Sudah dua tahun lamanya Melati menjalin hubungan dengannya, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mensucikan cinta mereka dengan menikah.
"Kamu cantik sekali!" bisik Rifaldi memuji Melati.Gadis itu tersenyum malu. "Terima kasih mas, kamu juga terlihat tampan!" Hanya saja, kebahagiaan keduanya tak dirasakan semua tamu yang hadir.Ibu Rifaldi tampak menahan marah. "Aku tidak pernah menyangka kalau gadis kampungan ini akan menjadi menantuku!" ucapnya dalam hati, "kenapa sih Rifaldi begitu kekeh mau menikahi gadis ini, padahal masih banyak gadis yang lebih baik dan sederajat dengan keluarga kita. Aku juga heran kenapa suami dan ibu mertua ku begitu menyukai Melati?'"
"Di mana Devan, Ma?" tanya ayah Rifaldi mebuyarkan lamunan wanita itu.
"Mungkin Devan masih di jalan pah!" sahut Bu Ranti cepat."Aku harap Devan akan datang ke pernikahan adiknya. Ini adalah momen yang paling penting untuk keluarga kita. Jadi, aku ingin sekali semua keluargaku bisa berkumpul dan merayakannya." Ranti mendengus cepat mendengar ucapan Hardi. "Iyah pah, tapi papa juga tahu sendirikan kalau Devan itu susah sekali diatur? Dia selalu saja melakukan apapun yang dia mau. Jadi, mama rasa papa tidak usah terlalu berharap kalau Devan akan datang ke acara pernikahan adiknya," sahut wanita itu ketus. "Bagiamana? Apa pernikahan nya bisa kita mulai?"Ucapan Pak Penghulu yang akan menikahkan kedua sejoli itu membuat suasana ruangan seketika hening.
"Bisa, Pak. Silakan kita mulai sekarang saja," sahut ayah Melati cepat.Penghulu itu mengangguk. "Baiklah kalau begitu, tolong jabat tangan dan ikuti ucapan saya!"
Melati melihat Rifaldi mulai mengulurkan tangannya. Dengan mantap pria itu berkata, "Saya terima--"
"Tunggu!"Bersamaan dengan teriakan itu, seorang wanita datang sambil menangis. Dia diapit pasangan paruh baya yang tampak seperti orang tuanya.
Pernikahan Rifaldi dan Melati pun seketika berhenti.
Wanita bernama Sintia itu terus berjalan menuju altar pernikahan tanpa rasa malu sama sekali.Ia berhasil mencuri perhatian semua orang yang ada di sana. Terlebih, kala mendengar ucapan lantangnya, "Pernikahan ini tidak bisa dilakukan! Pernikahan ini harus dibatalkan!"
Rifaldi tampak syok kala menyadari keterkejutan semua orang."Sintia, apa yang kamu lakukan disini? Kamu jangan membuat pernikahanku kacau!" makinya cepat.
Namun, Sintia justru menggeleng. "Kamu tidak bisa menikahi wanita lain karena kamu harus bertanggung jawab atas kehamilanku. Saat ini, aku sedang mengandung anak kamu!" ucapnya sambil menangis."Apa maksudmu, hah? Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan. Sejak kapan aku menghamilimu?" tanya Rifaldi yang mencoba membantah."Apa kamu sudah lupa dengan kejadian waktu itu?"Tubuh Melati gemetar menyaksikan itu semua.
Dia tak tahu mengapa hari bahagianya bisa berakhir seperti ini.
Belum lagi, ayah Sintia tiba-tiba ikut berteriak, "Sudah cukup! Kamu harus bertanggung jawab atas kehamilan anak saya. Saya tidak ingin anak saya menanggung aib ini sendirian!"
"Iyah benar, saya tidak ingin anak saya Sintia menanggung malu seperti ini. Kamu harus bertanggung jawab dan menikahi Sintia hari ini juga," pinta Ibu Sintia sambil menangis.
"Tunggu dulu! Jangan emosi. Hal ini bisa kita bicarakan baik-baik. Mungkin, ini hanya salah paham saja," ucap ayah Rifaldi berusaha membuat semuanya tenang.
Sayangnya, itu percuma. Ayah Sintia sudah tampak sangat emosi. "Tidak pak, saya tidak bisa tenang sama sekali!"Kondisi semakin chaos.
Tubuh Melati gemetar.
Bagaimana mungkin kekasihnya berkhianat?
Sungguh, Melati benar-benar tidak tahu harus melakukan apa, terlebih kala melihat Ibu dan ayahnya yang gelisah.
"Melati, sebaiknya kita pergi ke kamar dulu yah," ajak sang sahabat mencoba menyelamatkannya.
Seketika, Melani sadar dari lamunannya.
Digelengkan kepalanya cepat. "Enggak, Lin. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku ingin semuanya jelas!" ucapnya dengan suara gemetar.
Ia pun menatap Rifaldi dalam. "Mas, tolong kamu jelasin semuanya ini. Aku tidak ingin ada kesalahanpahaman di antara kita semua, apa bener kalau Sintia sedang mengandung anak kamu?"
"Aku gak tahu melati, aku gak inget apa-apa. Aku sama sekali belum pernah berhubungan apapun dengan Sintia. Kamu tahu sendirikan kalau kita berdua hanya sebatas teman," sahut Rifaldi cepat.Mendengar pembelaan itu, Sintia melotot marah. "Kamu masih mau mengelak? Apa kamu lupa kita sama-sama mabuk malam itu?" teriaknya tidak terima.Rifaldi terdiam.Tampak sekali, ia mencoba mengingat malam kejadian saat dirinya dan Sintia mabuk bersama di sebuah Bar.
Hanya saja, bayangan hitam yang terus terlihat."Sebaiknya, kita bicarakan hal ini di ruangan lain saja. Jangan di sini karena tidak enak dengan para tamu undangan."Ucapan ayah Melati menarik atensi yang lain.
Dengan cepat, ayah Rifaldi mengangguk. "Iyah benar, kita bicarakan ini di tempat lain saja agar suasananya tidak terlalu tegang seperti ini!" sahutnya cepat, "Pak penghulu, maaf kami minta waktunya sebentar untuk membicarakan masalah ini. Dan maaf atas keributan yang terjadi!" Untungnya, penghulu tua itu setuju. "Silakan, Pak. Saya akan menunggu!"Tak lama, para orang tua, Rifaldi, dan Sintia, pergi ke ruang diskusi.
Di sisi lain, Ibu Melati berjalan pelan mendekati Linda.
"Nak, ajak Melati ke kamarnya, yah," pintanya cepat.
Linda mengangguk. Sayangnya, Melati yang sudah mendengar rencana musyawarah antarkeluarga itu tak terima. "Tidak, Bu. Aku akan ikut dengan kalian semua!" sahutnya cepat.
"Tapi, Nak ... ibu takut nantinya kamu akan terluka!"
"Apa bedanya dengan aku ikut dan tidak ikut, Bu? Aku akan sama-sama terluka jika kenyataannya tuduhan itu benar!" ucap Melati berusaha tegar.Linda berusaha tak ikut campur. Namun, ia pikir Melati benar adanya. Ia pun memberanikan diri ikut pembicaraan itu. "Tante tenang saja. Aku akan dampingin Melati di dalam. Dia memang berhak tahu tentang kebenaran atas apa yang sekarang ini sedang terjadi," ucapnya.
Bu Sukma menghela napas panjang. "Ya sudah. Kalau begitu, semoga saja semuanya akan baik-baik saja!"
Orang-orang penting dalam pernikahan itu pun pergi menuju ruang rapat keluarga dadakan.
Tampak sekali, Rifaldi sudah disidang.
"Rifaldi, tolong jawab pertanyaan papa ini dengan jujur. Apa benar kamu telah berbuat hal seperti itu sampai membuat Sintia hamil?" tanya ayah pria itu cepat.
"Iyah, Rifaldi! Tolong jawab pertanyaan papa kamu ini. Mama percaya sama kamu kalau kamu tidak akan mungkin melakukan tindakan bodoh seperti itu!" seru ibu Rifaldi mulai emosi.
Rifaldi terdiam.Diliriknya Melati yang wajahnya sembab karena menangisi hancurnya pernikahan mereka.
Namun di sisi lain, Rifaldi juga kasihan dengan Sintia dan keluarganya.
Terlebih lagi, ia sudah mulai mengingat apa yang terjadi malam itu.
Semua tuduhan Sintia benar adanya. Malam itu, mereka telah melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan....
Hanya saja, Rifaldi bingung mengatakannya.
Hal ini jelas membuat semua orang semakin bertanya-tanya.
"Tolong jawab mas, kenapa kamu diam saja? Kami semua di sini butuh jawaban kamu dengan jujur. Kalau jika memang itu semua benar, aku akan ikhlaskan kamu menikahi wanita lain dihari pernikahan kita ini!" ucap Melati menahan tangisnya.
Ia sudah tak tahan lagi dengan drama ini.
Jika Rifaldi memang bukan jodohnya, ia akan berusaha tegar.
Sementara itu, Rifaldi terkejut dengan ucapan wanita yang dicintainya itu.
Pria itu berdeham, menormalkan suara, lalu berbicara, "Aku...."
"Aku akan bertanggung jawab atas kehamilan Sintia. Maafin aku Melati, aku sama sekali tidak bermaksud untuk mengkhianati kamu tapi malam kejadian itu membuat aku tidak sadarkan diri!" jujur Rifaldi yang membuat ayah melati mengalami sesak nafas secara tiba-tiba"Ayah!" teriak Melati yang merasa panik."Pak, bapa kenapa jadi begini?" Pak bangun pak!" pinta Bu Sukma sambil menangis.Pak Rian pun segera dibawa ke kamarnya untuk dibaringkan."Bu, apa yang terjadi dengan ayah?" tanya Melati pada ibunya."Kita berdoa saja agar ayah kamu baik-baik saja yah, Sayang!" sahut Bu sukma menenangkan putrinya meski dirinya pun panik.Sementara itu, ayah Rifaldi yang merasa bersalah, segera menelpon seorang dokter--meninggalkan Melati dan keluarganya berada di dalam kamar.Sidang Rifaldi masih berlanjut.Kedua orang tuanya tampak kecewa padanya."Rifaldi, kamu lihat karena ulah kamu ini pak Rian sampai jatuh sakit seperti itu!" marah sang ayah, "sekarang, siapa yang harus disalahkan atas kejadian in
"Pak Rian tidak usah khawatir karena Melati akan tetap menikah hari ini dan akan menjadi menantu saya!""Tapi pak, bagaimana bisa? Bukan kah Rifaldi harus bertanggung jawab dan menikahi wanita lain!" sahut Pak Rian."Benar pak, tapi saya akan menikahkan Melati dengan anak tertua saya Devan sebagai pengganti Rifaldi. Saya tahu ini tidak masuk akal tapi mungkin saja ini adalah permainan Tuhan pak. Demi kehormatan keluarga bapa dan yang lainnya, saya harap pak Rian bisa mempertimbangkan semua ini!" ucap pak Hardi dengan tegas."Mungkin ini jalan satu-satunya untuk menyelamatkan masa depan putriku, aku tidak mau Melati menanggung malu karena telah gagal menikah, aku takut tidak akan ada pria manapun yang mau menikahi Melati nantinya!" ucap pak Rian dalam hatinya."Saya setuju dengan pernikahan ini pak!" jawab pak Rian tanpa ragu."Syukurlah pak, saya senang mendengar keputusan pak Rian!""Tapi Ayah!" bantah Melati."Nak, tolong kamu setuju dengan pernikahan ini. Ayah tidak punya pilihan
Melati pun menarik nafasnya dalam-dalam dan mulai terlihat senyuman di bibirnya."Kamu benar Linda, aku tidak bisa terus larut dalam kesedihan. Toh mas Rifaldi juga sekarang sudah menjadi milik orang lain, aku akan menjalani hidupku tanpa bayang-bayangnya mas Rifaldi. Aku akan melupakan dia dan mencoba untuk membuka hatiku untuk mas Devan yang akan menjadi suamiku!" ucap Melati sambil tersenyum."Nah gitu dong, ini baru Melati yang aku kenal!" sahut Linda sambil tersenyum juga."Ayoh kita keluar sekarang, calon suamimu sudah terlalu lama menunggu!" ajak Linda sambil mengulurkan tangannya kearah Melati.Melati dan Linda pun keluar dan menuju pelaminan, disana sudah ada Devan yang duduk diatas altar dengan wajah yang terlihat dingin. Bagaimana tidak, ini adalah sebuah petaka bagi Devan. Menikahi wanita yang sama sekali tidak dia kenal.Selama ini Devan memang tidak pernah terlihat dekat dengan wanita manapun setelah putus dari kekasihnya. Perpisahannya dengan kekasihnya itu membuat Dev
"Ayah, ibu. Aku pasti akan selalu merindukan kalian!" ucap Melati yang hendak pergi ke rumah suaminya."Melati sayang, walaupun kamu sudah menikah tapi kamu masih tetap bisa datang kesini untuk menemui ayah dan ibu. Itu pun kalau suamimu memberikan ijin!" sahut Bu Sukma sambil memeluk Melati."Melati, kamu bisa bebas untuk menemui kedua orangtuamu ini. Bahkan ayah dan ibumu bisa datang kapan saja ke rumah untuk menemui kamu!'' ucap Oma Laksmi."Nak Devan, tolong jaga Melati dan jangan sakiti Melati. Ayah tahu pernikahan kalian ini terjadi begitu cepat tapi ayah percayakan semuanya sama kamu, ayah percaya kamu bisa menjadi suami yang baik untuk melati!" ucap pak Rian sambil memeluk Devan.Devan masih dengan sikapnya yang dingin, dia hanya mengangguk saja tanpa menjawab ucapan dari ayah mertuanya itu."Pak Bu, kami semua pamit yah. Saya juga mau minta maaf atas insiden yang sudah terjadi sebelumnya. Saya janji akan menjaga Melati dan membuat Melati bahagia selama tinggal di rumah kami!"
"Kenapa jadi seperti ini, aku tahu kalau aku sudah melakukan kesalahan tapi menikahkan melati dengan kak Devan itu juga adalah kesalahan. Bagaimana bisa wanita yang tadinya akan menjadi istriku kini menjadi kakak iparku. Lalu kalau seperti ini aku tidak akan bisa menikahi Melati setelah bercerai dengan Sintia nanti!" ucap Rifaldi dalam hatinya."Sebaiknya kita mulai saja tradisiny, kasian mereka semua pasti ingin segera istirahat!" ujar Oma Laksmi."Iyah pah, mama sudah sangat lelah dengan drama yang sudah terjadi hari ini!" sahut Bu Ranti."Ya sudah kalau gitu kita mulai yah, Devan Melati ayoh kalian yang lebih dulu memulai tradisi ini!"Melati dan Devan pun langsung maju ke depan dan mulai melakukan tradisi penerimaan menantu di rumah keluarga itu, begitu pun dengan Rifaldi dan Sintia yang mengikuti tradisi itu belakangan."Harusnya kamu melakukan tradisi ini bersama aku melati, bukan bersama kak Devan. Ini tidak benar, jujur aku tidak bisa menerima ini semua. Papa sudah melakukan k
Kini, semua orang pun sudah berkumpul di meja makan untuk makan malam bersama.Terlihat Rifaldi terus saja memandangi Melati tanpa henti dan hal itu membuat Sintia tidak menyukainya."Aku perhatikan dari tadi mas Rifaldi terus saja melihat Melati dengan tatapan seperti itu, jujur aku tidak suka jika suamiku melihat wanita lain selain aku apalagi wanita itu Melati!" gerutu Sintia tanpa rasa bersalah bahwa dia sudah merebut Rifaldi dari Melati.Melati yang menyadari bahwa Rifaldi terus saja melihat ke arahnya mulai merasa risih, terlebih lagi melati merasa tidak enak dengan Sintia. "Kenapa mas Rifaldi dari tadi menatapku seperti itu, harusnya dia bisa melihat situasi malam ini. Bahkan aku perhatikan Sintia terlihat seperti sangat kesal. Aku harus menunjukan pada mas Rifaldi kalau aku sudah bisa melupakannya agar dia juga bisa melupakan aku!" ucap Melati yang mulai merasa risih."Mas, kamu mau makan sama apa?" tanya Melati pada suaminya. "Biar aku ambilkan!""Tidak usah, aku bisa ambil
Besok paginya terlihat Melati sudah berada di dapur dan hendak akan membuat sarapan pagi."Ehh ada Non Melati toh, Non Melati sepagi ini sudah ada di dapur! Apa non Melati membutuhkan sesuatu?" tanya Bi mariam."Engga ada kok bi, kebetulan aku memang sudah terbiasa bangun pagi dan membantu ibu menyiapkan sarapan pagi. Karena sekarang aku tinggal di rumah ini jadi aku akan membantu Bi Mariam memasak!" sahut Melati."Wahhh yang bener non, tapi kan non ini sudah jadi tugas bibi di dapur. Nanti yang ada bibi di omelin lagi sama tuan dan nyonya!""Engga akan Bi, Bibi tenang saja yah inikan atas keinginan aku sendiri!""Ya sudah kalau begitu, oh Iyah Non ini Bibi sudah buatin catatan yang semalam Bibi janjikan!" ucap Bi Mariam sambil memberikan secarik kertas."Terima kasih banyak yah Bi!" sahut Melati"Iyah sama-sama non!""Melati, kamu sedang apa sepagi ini ada di dapur sayang?" tanya Oma Laksmi."Ehh selamat pagi Oma, aku lagi bantuin bi Mariam menyiapkan sarapan pagi Oma!" sahut Melati.
Semua orang sudah berkumpul di meja makan namun mereka belum memulai sarapan karena masih menunggu Sintia yang belum datang."Rifaldi, dimana istri kamu?" tanya Bu Ranti "Kenapa dia belum kesini juga?""Mungkin Sintia masih siap-siap mah, tapi aku sudah meminta dia untuk secepatnya menyusul" sahut Rifaldi."Kamu harus kasih tahu istri kamu itu untuk bisa bangun lebih awal, jangan samakan dengan kebiasaannya di rumah orangtuanya dulu. Karena sekarang dia sudah menikah!" tegur lagi Bu Ranti yang merasa kesal."Iyah mah!" jawab singkat Rifaldi tertegun. "Sudah lah mah, mungkin Sintia itu sangat lelah karena kan kemarin mereka baru saja menikah!" ujar Pak Hardi yang mencoba membela Sintia. "Harap di maklumi saja terlebih lagi dia itu kan sedang hamil!""Selamat pagi semuanya! sapa Sintia yang baru saja datang."Selamat pagi Sintia!" jawab Pak Hardi. "Ayoh silahkan duduk!""Bagus lah kamu sudah datang, kalau tidak kami akan kelaparan menunggu kamu!" celetuk Bu Ranti yang memang sudah mera