Share

Presdir Dingin itu Suami Penggantiku
Presdir Dingin itu Suami Penggantiku
Penulis: Nashwa Fazila

Awal Petaka

Kebahagiaan terlihat terpancar di mata Melati yang hari ini akan melangsungkan pernikahan. Semua tamu undangan sudah datang, bahkan rombongan calon mempelai pria pun sudah tiba dirumahnya.

"Kamu terlihat sangat cantik sekali Melati, pasti calon suamimu akan terpesona melihat kamu," ungkap sang ibu.

"Terima kasih Bu, tapi jujur aku merasa gugup sekali!" sahut Melati dengan sedikit gelisah.

"Itu hal yang wajar sayang, semua wanita yang akan menikah pasti akan merasakan hal yang sama. Kamu harus tetap terlihat tenang!"

Sukma berusaha menenangkan putrinya itu.

Tok tok tok!

Bersamaan dengan itu, sahabat Melati datang. "Permisi Tante, apa Melati sudah siap? Soalnya tamu undangan dan mempelai pria sudah datang."

"Sudah, kalau begitu kamu bantu Melati ke depan, yah!" pinta Bu Sukma.

"Siap, Tante!" sahut Linda cepat

"Sepertinya, ada yang sudah tidak sabar ingin segera bertemu!" bisik Linda menggoda Melati, "Atau sudah tidak sabar ingin segera sah?"

"Husssttt diem kamu, nanti kamu juga akan merasakan apa yang aku rasakan sekarang!" sahut Melati cepat agar sahabatnya itu diam.

Melati pun keluar dari kamarnya dan menuju tempat pelaminan.

Benar saja, apa yang dikatakan oleh ibunya. Semua mata seketika hanya tertuju pada Melati saja.

Melati pun duduk di samping kekasihnya yang akan menikahinya itu.

Pria itu bernama Rifaldi. Sudah dua tahun lamanya Melati menjalin hubungan dengannya, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mensucikan cinta mereka dengan menikah.

"Kamu cantik sekali!" bisik Rifaldi memuji Melati.

Gadis itu tersenyum malu. "Terima kasih mas, kamu juga terlihat tampan!" 

Hanya saja, kebahagiaan keduanya tak dirasakan semua tamu yang hadir.

Ibu Rifaldi tampak menahan marah. "Aku tidak pernah menyangka kalau gadis kampungan ini akan menjadi menantuku!" ucapnya dalam hati, "kenapa sih Rifaldi begitu kekeh mau menikahi gadis ini, padahal masih banyak gadis yang lebih baik dan sederajat dengan keluarga kita. Aku juga heran kenapa suami dan ibu mertua ku begitu menyukai Melati?'" 

"Di mana Devan, Ma?" tanya ayah Rifaldi mebuyarkan lamunan wanita itu.

"Mungkin Devan masih di jalan pah!" sahut Bu Ranti cepat.

"Aku harap Devan akan datang ke pernikahan adiknya. Ini adalah momen yang paling penting untuk keluarga kita. Jadi, aku ingin sekali semua keluargaku bisa berkumpul dan merayakannya." 

Ranti mendengus cepat mendengar ucapan Hardi. "Iyah pah, tapi papa juga tahu sendirikan kalau Devan itu susah sekali diatur? Dia selalu saja melakukan apapun yang dia mau. Jadi, mama rasa papa tidak usah terlalu berharap kalau Devan akan datang ke acara pernikahan adiknya," sahut wanita itu ketus.

"Bagiamana? Apa pernikahan nya bisa kita mulai?"

Ucapan Pak Penghulu yang akan menikahkan kedua sejoli itu membuat suasana ruangan seketika hening.

"Bisa, Pak. Silakan kita mulai sekarang saja," sahut ayah Melati cepat.

Penghulu itu mengangguk. "Baiklah kalau begitu, tolong jabat tangan dan ikuti ucapan saya!" 

Melati melihat Rifaldi mulai mengulurkan tangannya. Dengan mantap pria itu berkata, "Saya terima--"

"Tunggu!"

Bersamaan dengan teriakan itu, seorang wanita datang sambil menangis. Dia diapit pasangan paruh baya yang tampak seperti orang tuanya.

Pernikahan Rifaldi dan Melati pun seketika berhenti.

Wanita bernama Sintia itu terus berjalan menuju altar pernikahan tanpa rasa malu sama sekali.

Ia berhasil mencuri perhatian semua orang yang ada di sana. Terlebih, kala mendengar ucapan lantangnya, "Pernikahan ini tidak bisa dilakukan! Pernikahan ini harus dibatalkan!" 

Rifaldi tampak syok kala menyadari keterkejutan semua orang.

"Sintia, apa yang kamu lakukan disini? Kamu jangan membuat pernikahanku kacau!" makinya cepat.

Namun, Sintia justru menggeleng. "Kamu tidak bisa menikahi wanita lain karena kamu harus bertanggung jawab atas kehamilanku. Saat ini, aku sedang mengandung anak kamu!" ucapnya sambil menangis.

"Apa maksudmu, hah? Aku tidak mengerti dengan apa yang kamu katakan. Sejak kapan aku menghamilimu?" tanya Rifaldi yang mencoba membantah.

"Apa kamu sudah lupa dengan kejadian waktu itu?" 

Tubuh Melati gemetar menyaksikan itu semua.

Dia tak tahu mengapa hari bahagianya bisa berakhir seperti ini.

Belum lagi, ayah Sintia tiba-tiba ikut berteriak, "Sudah cukup! Kamu harus bertanggung jawab atas kehamilan anak saya. Saya tidak ingin anak saya menanggung aib ini sendirian!" 

"Iyah benar, saya tidak ingin anak saya Sintia menanggung malu seperti ini. Kamu harus bertanggung jawab dan menikahi Sintia hari ini juga," pinta Ibu Sintia sambil menangis.

"Tunggu dulu! Jangan emosi. Hal ini bisa kita bicarakan baik-baik. Mungkin, ini hanya salah paham saja," ucap ayah Rifaldi berusaha membuat semuanya tenang.

Sayangnya, itu percuma. Ayah Sintia sudah tampak sangat emosi. "Tidak pak, saya tidak bisa tenang sama sekali!" 

Kondisi semakin chaos.

Tubuh Melati gemetar.

Bagaimana mungkin kekasihnya berkhianat? 

Sungguh, Melati benar-benar tidak tahu harus melakukan apa, terlebih kala melihat Ibu dan ayahnya yang gelisah.

"Melati, sebaiknya kita pergi ke kamar dulu yah," ajak sang sahabat mencoba menyelamatkannya.

Seketika, Melani sadar dari lamunannya.

Digelengkan kepalanya cepat. "Enggak, Lin. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku ingin semuanya jelas!" ucapnya dengan suara gemetar.

Ia pun menatap Rifaldi dalam. "Mas, tolong kamu jelasin semuanya ini. Aku tidak ingin ada kesalahanpahaman di antara kita semua, apa bener kalau Sintia sedang mengandung anak kamu?" 

"Aku gak tahu melati, aku gak inget apa-apa. Aku sama sekali belum pernah berhubungan apapun dengan Sintia. Kamu tahu sendirikan kalau kita berdua hanya sebatas teman," sahut Rifaldi cepat.

Mendengar pembelaan itu, Sintia melotot marah. "Kamu masih mau mengelak? Apa kamu lupa kita sama-sama mabuk malam itu?" teriaknya  tidak terima.

Rifaldi terdiam.

Tampak sekali, ia mencoba mengingat malam kejadian saat dirinya dan Sintia mabuk bersama di sebuah Bar.

Hanya saja, bayangan hitam yang terus terlihat.

"Sebaiknya, kita bicarakan hal ini di ruangan lain saja. Jangan di sini karena tidak enak dengan para tamu undangan."

Ucapan ayah Melati menarik atensi yang lain.

Dengan cepat, ayah Rifaldi mengangguk. "Iyah benar, kita bicarakan ini di tempat lain saja agar suasananya tidak terlalu tegang seperti ini!" sahutnya cepat, "Pak penghulu, maaf kami minta waktunya sebentar untuk membicarakan masalah ini. Dan maaf atas keributan yang terjadi!" 

Untungnya, penghulu tua itu setuju. "Silakan, Pak. Saya akan menunggu!"

Tak lama, para orang tua, Rifaldi, dan Sintia, pergi ke ruang diskusi. 

Di sisi lain, Ibu Melati berjalan pelan mendekati Linda.

"Nak, ajak Melati ke kamarnya, yah," pintanya cepat.

Linda mengangguk. Sayangnya, Melati yang sudah mendengar rencana musyawarah antarkeluarga itu tak terima. "Tidak, Bu. Aku akan ikut dengan kalian semua!" sahutnya cepat.

"Tapi, Nak ... ibu takut nantinya kamu akan terluka!"

"Apa bedanya dengan aku ikut dan tidak ikut, Bu? Aku akan sama-sama terluka jika kenyataannya tuduhan itu benar!" ucap Melati berusaha tegar.

Linda berusaha tak ikut campur. Namun, ia pikir Melati benar adanya. Ia pun memberanikan diri ikut pembicaraan itu. "Tante tenang saja. Aku akan dampingin Melati di dalam. Dia memang berhak tahu tentang kebenaran atas apa yang sekarang ini sedang terjadi," ucapnya.

Bu Sukma menghela napas panjang. "Ya sudah. Kalau begitu, semoga saja semuanya akan baik-baik saja!" 

Orang-orang penting dalam pernikahan itu pun pergi menuju ruang rapat keluarga dadakan.

Tampak sekali, Rifaldi sudah disidang.

"Rifaldi, tolong jawab pertanyaan papa ini dengan jujur. Apa benar kamu telah berbuat hal seperti itu sampai membuat Sintia hamil?" tanya ayah pria itu cepat.

"Iyah, Rifaldi! Tolong jawab pertanyaan papa kamu ini. Mama percaya sama kamu kalau kamu tidak akan mungkin melakukan tindakan bodoh seperti itu!" seru ibu Rifaldi  mulai emosi.

Rifaldi terdiam.

Diliriknya Melati yang wajahnya sembab karena menangisi hancurnya pernikahan mereka.

Namun di sisi lain, Rifaldi juga kasihan dengan Sintia dan keluarganya.

Terlebih lagi, ia sudah mulai mengingat apa yang terjadi malam itu.

Semua tuduhan Sintia benar adanya. Malam itu, mereka telah melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan....

Hanya saja, Rifaldi bingung mengatakannya.

Hal ini jelas membuat semua orang semakin bertanya-tanya.

"Tolong jawab mas, kenapa kamu diam saja? Kami semua di sini butuh jawaban kamu dengan jujur. Kalau jika memang itu semua benar, aku akan ikhlaskan kamu menikahi wanita lain dihari pernikahan kita ini!" ucap Melati menahan tangisnya.

Ia sudah tak tahan lagi dengan drama ini.

Jika Rifaldi memang bukan jodohnya, ia akan berusaha tegar.

Sementara itu, Rifaldi terkejut dengan ucapan wanita yang dicintainya itu.

Pria itu berdeham, menormalkan suara, lalu berbicara, "Aku...."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status