Pada esok harinya, Gentala pun mendatangi sebuah rumah mewah nan megah yang tertera di selembaran kertas itu, di depan pintu gerbang utama rumah itu terdapat dua penjaga yang berdiri di samping kiri dan kanan pintu itu. Gentala terdiam sejenak seraya menatap rumah itu.
Gentala pun mendengus. ' Pantas saja, tentara kerajaan pura-pura tak melihat, ternyata pria itu sangatlah kaya raya. ' batin Gentala, ia berjalan mendekati pintu gerbang dan langsung di hadang oleh dua penjaga itu, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, ia langsung mengeluarkan secarik kertas dan sebuah kalung yang di ambil dari Nura saat gadis itu tengah terlelap tidur.
Ke dua penjaga itu saling bertukar pandang sejenak, lalu salah satu dari mereka mengambilnya dan membawanya langsung ke dalam, tak lama kemudian penjaga itu kembali dan membiarkannya masuk ke dalam rumah itu.
Dibawanya ia ke sebuah ruangan yang berukuran besar o
Gentala tetap bersikap tenang dan biasa saja, meskipun ia dan para gadis kecil itu tengah terjebak dan tak bisa kemana-mana, karena pintu keluar dari ruangan tersebut hanya satu, dan pintu itu telah tertutup rapat oleh tubuh para penjaga keluarga Bomo.Seketika para tubuh gadis kecil itu gemetar ketakutan, memegang erat kaki Gentala seraya berlindung di balik punggungnya, Gentala yang menyadari hal tersebut berjongkok, menenangkan perasaan para gadis kecil itu, di rasa sudah tenang, Gentala pun memerintahkan para gadis kecil itu untuk menjauh darinya dan juga menyuruh mereka untuk menutup ke dua mata dan telinga mereka sampai ia menyuruhnya, para gadis kecil itu pun dengan patuh menuruti perkataannya, Gentala tersenyum lalu bangkit, menghadap pada pria itu.Pria itu mendengus melihat sikap Gentala yang biasa-biasa saja." Cih, perjaga. . . Brak!! Hoek ! belum sempat pria itu menyelesaikan perkat
Di tempat pengadilan Kerajaan Natu, seluruh Mahapatih ( Perdana Menteri ) tengah berkumpul di aula Rapat kerajaan, di depan mereka, Gusti Prabu Sumantri. Seorang Raja dari kerajaan Natu yang tengah menjabat saat ini, tengah terduduk di kursi tahtanya dengan wajah masam. Menatap tajam pada ke seluruh Mahapatih yang hadir di aula tersebut.Tubuh para Mahapatih gemetar, merasakan sebuah tekanan amarah yang begitu kuat, kepala mereka tertunduk tak berani menatap wajah sang Raja.' Brak!! ' Gusti Prabu Sumantri memukul meja dengan keras hingga membuat tubuh para Mahapatih pun terperanjat kaget.Berdiri seraya berkacak pinggang " Bagaimana hal memalukan ini bisa terjadi? Apa kalian tahu? Ada banyak keluhan yang masuk ke kerajaan!!! " Gusti Prabu Sumantri marah.Tubuh para Mahapatih kembali ketakutan, mereka langsung bersujud meminta ampun. " Ampuni kami Gusti. "&
Gentala yang telah berhasil menenangkan Nura,kembali melayani Gusti Prabu Sumantri. sedangkan Nayaka kembali ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk di sajikan kepada Sang Raja.Karena Kedai mereka kedatangan tamu istimewa, Nayaka selaku kepala dapur pun dengan segenap hati membuat makanan istimewa, ia pun membuat beberapa makanan favorite para pelanggan, serta membuat makanan dari resep baru yang sebelumnya telah ia sempurnakan.Selama Gusti Prabu Sumantri makan di kedai itu, selama itu pula para masyarakat enggan pergi untuk meninggalkan tempat itu, bagi mereka menonton Raja makan adalah sebuah penomena langka yang tak boleh mereka lewatkan begitu saja.Aneka hidangan pun telah tersaji rapih di atas meja, hidangan itu begitu menggugah selera bagi siapapun yang melihatnya, bahkan Sang Raja pun tak bisa menahan aroma enak yang menusuk hidungnya, air liurnya menetes begitu saja.
Gentala dan Mahapatih Wiguna saling duduk berhadapan, dengan meja makan sebagai pembatas, tentunya Gentala bertanya-tanya sekaligus penarasan. Untuk apa seorang Mahapatih, tiba-tiba ingin bertemu dengannya yang hanya seorang warga biasa?" Izinkan saya yang rendah ini bertanya, untuk apa seorang Mahapatih mendatangi orang rendahan seperti saya ini? " Tanyanya sopan, memecah keheningan.Mahapatih tersenyum, meletakkan segelas cangkir berisikan teh di atas meja, seraya berkata. " Anak muda, kamu terlalu merendah untuk seseorang yang berhasil membongkar aib dari putra sulung keluarga Bomo. "Gentala sedikit tersentak, namun ia berusaha untuk bersikap biasa saja dan tak tahu apa-apa. " Apa maksud tuan? Saya tak mengerti dengan apa yang tuan bicarakan. " Elaknya seraya mengambil beberapa potong kue yang tersaji di atas meja. Memakannya dengan lahap seakan-akan dirinya belum maka
Waktu pemberontakan pun semakin dekat, menurut Mahapatih, pemberontakan akan di laksanakan tiga hari setelah festival bulan, di mana bulan di langit berbentuk bulat sempurna. Akan tetapi Gentala di liputi rasa cemas karena masih belum bisa membuat Darma menjadi sosok orang hebat atau pun sosok yang pantas untuk menjadi seorang Raja.Tak hanya karena kemampuan berpikir Raden Brama Wijaya yang terbilang sangat lambat, dia juga memiliki kekuatan spritual yang sangat lemah jika di bandingkan dengan adik angkatnya.Jika harus memilih siapa yang pantas untuk menjadi Raja? mungkin Gentala akan memilih putra mahkota, yaitu Raden Sugeng yang memilki otak yang cerdas dan juga berwibawa, tapi sayang nya, pria itu memiliki cacat, yaitu memiliki sifatt menjijikan dari ayahnya yang menyukai anak kecil, bahkan dia ini lebih parah dari ayahnya yang hanya menyukai gadis kecil saja sedangkan Ra
Festival Bulan pun, berjalan dengan sangat meriah, ada banyak kedai-kedai kecil berdiri, memenuhi sepanjang jalan sampai menuju ke kerajaan Natu.Semua orang sangat menikmati acara itu termasuk Gentala, dengan jiwa bisnis di dalam tubuhnya, ia pun menjajakan jajanan berupa Wajik, yang terbuat dari beras ketan yang di padukan dengan gula merah dan parutan kelapa. Tentunya makanan ini langsung di buru dan di gandrungi oleh para pelanggan yang jatuh cinta pada rasa manisnya.Gentala pun tersenyum puas, pundi-pundi uang mengalir desar masuk ke dalam kantungnya, membuatnya semakin berantusias untuk berjualan. Ia pun memanggil Darma untuk mengambil beberapa persediaan yang telah di siapkan sebelumnya.Nura yang melihat tersebut hanya bisa memandang kesal pada Gentala yang sejak tadi mengabaikannya, bukankah mereka ke sini untuk menikmati festival? Kenapa malah berjualan? Tak tahan, Nura pun menghampiri Gental
" Ikut atau tidak? " tanya Gentala. Raden Brama Wijaya sedikit tertegun, mendapat pertanyaan yang tak terduga dari Gentala. Bukankah pamannya sudah memanfaatkan nya? Apa dia tak ingin membalas dendam terhadapnya? " Apa kamu tuli?! Jika kita tak bergerak sekarang, maka mereka yang di balik pintu itu akan membunuh mu. " ucapnya kesal Raden Wijaya pun tersadar dari ketertegunannya. Terdengar ada banyak suara gaduh di balik pintu ruangan tempat mereka saling terdiam. " Te-tentu saja aku ikut. " timpalnya dengan susah payah, berjalan tertatih-tatih menghampiri Gentala. " Berpegangan lah dengan erat, dan jangan sampai dirimu terjatuh. " ingatkannya. Raden Brama Wijaya pun menganggukkan pelan kepalanya, Mereka pun langsung terbang dengan kecepatan tinggi melalui balkon, menghindari para mayat hidup yang mendesak masuk ke dalam ruangan, Angin
" BISAKAH KAMU MENGANYUNKAN PEDANG ITU DENGAR BENAR?! " teriak kesal Gentala pada Raden Brama Wijaya seraya berkacak pinggang. Di dekat sebuah air terjun yang berada di kedalaman hutan, seorang pria dengan tubuh kurus, lemah, bermandikan air keringat, dengan tangannya yang kurus, pria itu terus mengayunkan pelan sebilah pedang di tangannya yang memiliki berat kurang lebih dari dua kilo yang di berikan oleh Gentala. " Bagaimana bisa kamu menjadi seorang pemimpin negeri ini? jika mengayunkan pedang yang ringan itu saja kamu tak mampu! " teriak kembali Gentala. Raden Brama Wijaya hanya tertunduk kelelahan, telinganya terasa sakit karena terus mendengar semua omelan yang keluar dari mulut Gentala sejak tadi pagi. " Apa kamu dengar?! " " Tentu saja bos. " timpalnya susah payah dengan nafas yang terengah-engah. " Kala