Share

2. Kekaguman

Bagi Niken hidup ini tujuannya untuk berbakti pada orang tuanya, berbuat baik pada sesamanya, sebelum Sang Pemilik kehidupan ini memanggilnya. Membiarkan orang tuanya dalam bahaya, apalagi sampai tiada adalah sebuah kedzaliman anak pada mereka yang telah membuatnya ada di dunia ini. Apa yang dilakukan ayahnya hanya sebuah keterpaksaan demi nyawa ibunya.

*

Jodi tercekat menatap Niken yang tersenyum santun saat dihadapkan padanya. Sungguh ia tak menyangkah jika Ferdi memiliki putri secantik dan seanggun gadis di hadapannya.

Dalam balutan busana panjang yang sopan, serta hijabnya, sungguh gadis yang berdiri di hadapannya itu bak mutiara yang berkilau. Bagai seorang bidadari yang turun dari khayangan.

"Assalamu'alaikum... " suara lembut Niken membuat Jodi tersadar pada keadaannya.

"Wa'alaikum salam .. " agak kaku Jodi membalas salam dari Niken. Sudah lama kata salam yang diucapkan Niken tak menyentuh gendang telinganya. Dan setelah sekian lama, baru kali ini mengucapkan salam sesuai keyakinannya.

"Saya Niken putri Ferdi datang menghadap dan mau menyerahkan diri pada Anda sebagai jaminan kebebasan ayah saya..." sebagai calon pendidik yang baru saja menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, tutur katanya teratur, dan sikapnya tampak tenang.

Jodi menelan liurnya saking kagumnya pada sosok anggun dan bersahaja di depannya. Sungguh ia merasa terhipnotis oleh keberadaan Niken.

Dan Niken sendiri hampir tak percaya jika lelaki yang memperdaya ayahnya tak berperawakan menyeramkan seperti dalam bayangannya. Tapi Jodi lelaki dewasa berbadan tegap dan memiliki paduan raut muka Indonesia dan timur tengah.

Jodi menatap lekat pada Niken yang masih berdiri. Tak sedikit pun rasa gentar terlihat di raut wajah gadis itu yang tenang dan santun itu.

"Sungguh engkau gadis pemberani masuk dalam tempat kekuasaanku. Sudah tahu akibat yang harus kau tanggung dengan menyerahkan dirimu untuk membebaskan orang tuamu?!" Suara Jodi tegas.

"Saya bertanggung jawab atas orang tua saya, asalkan ayah saya dibebaskan, karena di samping ayah ada ibu yang harus dijaga perasaannya. Saya ingin mereka hidup tenang di hari tuanya, " tenang dan tetap teratur tanpa emosi suara Niken.

"Wow hebat juga nih cewek ..." seru hati Jodi kagum pada sikap dan pendirian gadis di depannya.

"Baiklah kita sekarang mulai berhitung, " ujar Jodi duduk di kursi, "Silahkan duduk, " ujarnya, suaranya tetap tegas, padahal kalau mau mengikuti perasaannya, ia ingin melunakkan suaranya pada gadis lembut dan santun ini. Terlebih rasa salut dan kagum terselip dalam dirinya pada gadis yang menjadikan pahlawan bagi orang tuanya.

Ah kisah lama terulang lagi. Hanya beda versi dengan apa yang dialaminya dengan gadis ini. Tapi intinya sama sama memiliki rasa bertanggung . Walau dirinya pada akhirnya terjerumus dan sulit lepas dari kekuasaan orang yang telah memberinya pembelaan, dan memberinya kesempatan hidup. Walau ia yakin sejatinya hidup dan mati manusia ada pada Sang Penciptanya. Lalu haruskah menjadikan gadis pemberani ini seperti dirinya.

Jodi terhenyak.

Tanpa sadar menatap lekat pada Niken, hingga gadis itu segera menunduk.

Jodi berusaha untuk menghalau kebaperannya. Saat ini dirinya adalah penentu keputusan di depan gadis yang duduk dengan menundukkan kepalanya.

"Aku ingin dirimu memperkenalkan diri, "

Niken mengangkat kepalanya, mengangguk, "Saya Niken, lengkapnya Niken Kumala, umur dua puluh tiga tahun, menyelesaikan kuliah jurusan pendidikan guru, "

"Lengkap, cantik, dan pintar, " batin Jodi, dan yang terpenting berbakti pada orang tua.

"Cukup keteranganmu, lalu dalam bentuk apa tanggung jawabmu untuk membebaskan orang tuamu dari kami?!" Jodi lekat menelusuri wajah Niken yang dikiranya akan terkejut dengan pertanyaannya. Tapi ternyata gadis itu hanya tersenyum dengan kedua bola mata berpendar pasrah.

"Saya sudah memikirkan semuamya. Orang tua saya bisa hidup tenang adalah segalanya bagi saya sebagai anaknya. Karena belum bisa membalas budi baik mereka, maka saya memasrakan diri saya pada Anda sebagai bentuk pertukaran kebebasan mereka. Maka saya mohon bebaskan mereka, saya menyerahkan sepenuhnya diri saya pada Anda, Tuan, " walau ada gejolak yang menggelegak dalam batinnya, tapi Niken berhasil menekannya untuk kalah dengan ketenangan yang sebisa mungkin ia ciptakan.

"Kau berkata jujur?"

"Sepenuhnya?"

"Berani bertanggung jawab, jika ingkar?"

"Selama napas saya masih di kandung badan, InsyaAllah tidak ada lari dari tanggung jawab, " mengangguk Niken.

Jodi terdiam. Ia kagum pada Ferdi dan isterinya yang bisa menetrapkan pada putrinya sebuah sikap berani dan memiliki keterikatan yang begitu kuat pada orang tuanya.

Lagi lagi ia terbayang masa lalunya yang suram. Ibu yang diharapkan bisa bertahan hidup, nyatanya kembali pada Sang Maha Pencipta sesaat setelah ia bebaskan dari lelaki pemabok yang bernama Bapak tiri. Tapi semua sudah ia lakukan. Tak ada kata menyesal untuk menolong ibu yang melahirkannya.

Niken diam diam mengamati Jodi yang terpekur. Walau ada harapan untuk supaya lelaki itu berbelas kasih membebaskan dirinya, tapi ia juga pasrah jika lelaki itu memperdayakan dirinya.

"Kamu akan memberikan ganti apa jika ayahmu aku bebaskan?" Suara Jodi tak lagi setegas tadi walau tetap terkesan perintah dan dengan sikapnya dingin.

"Saya sudah menyerahkan diri sepenuhnya pada Anda, Tuan, bukan tugas saya untuk menentukann, walau ada satu permintaan bahwa saya jangan dijadikan kurir narkoba separti ayah .."

Jodi terkejut langsung menatap tajam pada Niken yang menghindar dari tatapan tajamnya itu. Ia acungi jempol keberaniannya itu.

"Baik kupikirkan dulu pekerjaan apa yang pantas yang bisa menghasilkan uang banyak selain jadi kurir narkoba,"

"Terserah Anda,"

"Hem setuju?" Jodi bertanya dengan tanpa ragu, walau hati kecilnya tak sampai hati jika menyerahkan gadis ini pada bosnya sebagai upeti.

"Jika kau kabur maka orang tuamu tiada, "

"Saya jamin saya konsukwen, " angguk Niken.

"Baiklah ayahmu aku bebaskan. Dan dia dan isterinya boleh pergi jauh dari sini, " ujar Jodi beberapa saat kemudian.

"Alhamdulillah, " Niken tersenyum tulus dan bahagia atas kebabasan orang tuanya, dan itu dapat dilihat oleh Jodi yang benci pada perasaannya sendiri karena mengagumi gadis sanderanya.

"Baiklah aku akan memikirkan bentuk apa tanggung jawab yang akan kau berikan pada kami. Yang jelas aku tak mungkin memintanya untuk jadi guru, dan bekerja jadi asisten rumah tangga, karena itu tak ada dalam pikiranku!" Jodi berdiri lalu berjalan meninggalkan Niken yang kini dapat bernapas legah karena ayahnya akan dibebaskan. Biarlah orang tuanya hidup tenang menghabiskan masa tua. Dimana pun tempat yang mereka pilih tak masalah.

Hapenya berdering, "Assalamu'alaikum Ayah, Ibu ..." di layar hapenya ada wajah ayah dan ibunya. Wajah keduanya dalam linangan air mata walau pun telah dibebaskan oleh Jodi. Terutama si ibu.

"Wa'alaikum salam, Nak, bagaimana keadaanmu, Nik?" Ibunya Niken menangis rasanya ingin menggantikan puterinya. Ia sangat cemas dan khawatir atas kenekatan putrinya.

"Ibu jangan cemaskan aku,.jika Ibu sayang aku ingin membahagiakan aku, ayo hidup yang tenang bersama Ayah. Itulah kebahagiaan Niken. Jangan cemaskan Niken, hati hati kalian berdua ." Dan sesungguhnyalah hati Niken sedih serta cemas berada jauh dari kedua orang tuanya. Terlebih dirinya berada di sarang pengedar narkoba.

Huh

Siapa yang tak akan gentar?

"Niken ... jangan korbankan dirimu jadi kurir seperti Ayah, Nak, "

"Ayah tenang, ya, Niken sudah nego dengan Tuan Jodi .."

"Benarlah, Nak?" Isteri Ferdi tampak legah, walau hatinya masih dirundung sedih, mau diapakan putrinya.

"Bu jaga kesehatan, jangan cemaskan Niken, ya, " sengaja Niken tak mau menunjukkan wajah sedih, "Ayah juga jaga kesehatan, percayalah Tuhan sudah memberi kita porsi untuk jalan hidup kita, bukan begitu yang Ayah bilang, dan Allah tak akan memberi cobaan diluar kemampuan kita, Ibu kan yang bilang begitu sejak aku kecil?"

Ayah dan ibu Niken mengangguk dengan air mata berlinang. Dan dari sudut ruangan sepasang mata mengintip.

"Bos terharu, ya?" Gogon mengagetkan Jodi yang kepergok mengintip, karena ia tak mau ketahuan anak buahnya jika kini hatinya sedang lemah.

Teringat dulu saat dirinya masihi kecil tak sanggup melihat ibunya setiap hari berurai air mata. Tapi apa daya dirinya hanya bocah delapan tahun saat itu. Kedua tangannya masih lemah tak mungkin bisa melawan ayah tirinya yang pemabok dan penjudi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status