Home / Romansa / Proposal Cinta Sang Miliarder / Bab 3: Niat Tulus dalam Doa

Share

Bab 3: Niat Tulus dalam Doa

Author: Resya
last update Last Updated: 2024-12-06 18:30:49

Malam yang hangat membalut kota saat Farhan melangkah keluar dari masjid. Langit cerah, bintang-bintang tampak bersinar lembut di atas sana, seolah ikut mendengarkan doa-doa yang baru saja dipanjatkan para jamaah. Suasana damai setelah kajian terasa menenangkan, namun hati Farhan justru bergejolak.

Langkah kakinya pelan saat ia menyusuri pelataran masjid yang mulai sepi. Bayangan wajah Aisyah masih tertinggal di benaknya, mengisi relung hati dengan rasa kagum yang tak biasa. Sifat sederhana dan keteguhan iman Aisyah memikatnya lebih dari apapun, lebih dari segala kemewahan yang ia miliki. Tapi di sanalah letak kegundahan Farhan. Bisakah ia mendekati Aisyah tanpa membiarkan statusnya sebagai seorang miliarder terungkap?

“Ya Allah, jika memang ini perasaan yang Engkau kehendaki, maka dekatkanlah dia dalam hidupku dengan cara yang baik. Jangan biarkan hatiku terjerat duniawi dalam mengejarnya.” Farhan menutup matanya sejenak, merasakan kedamaian doa yang ia panjatkan.

Perlahan, ia melanjutkan langkahnya menuju mobilnya yang diparkir di tepi jalan. Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya, seolah setiap detik memberinya waktu untuk merenungkan segala keputusan yang harus ia ambil. Farhan tahu, cinta yang ia rasakan ini tidak bisa dibiarkan tumbuh tanpa niat yang tulus dan suci. Baginya, Aisyah bukan hanya sosok wanita, tetapi cerminan dari kehidupan yang sederhana dan penuh makna, sesuatu yang tak ternilai oleh uang.

Saat memasuki mobilnya, Farhan terdiam sejenak. Ia menatap kursi penumpang di sampingnya, membayangkan Aisyah duduk di sana, mengenakan hijab sederhana dengan senyum lembut yang menghiasi wajahnya. Bayangan itu membuatnya tersenyum kecil, namun segera diiringi oleh kekhawatiran.

“Apakah aku bisa jujur padanya tentang siapa aku sebenarnya ?” Farhan bergumam pada dirinya sendiri. Ketika cinta bertemu dengan ketulusan, tidak seharusnya ada rahasia, namun ia juga sadar bahwa kekayaan yang dimilikinya bisa menjadi beban dalam hubungan ini.

---

Hari-hari berikutnya, Farhan semakin tekun dalam ibadah dan doanya. Setiap malam, ia memohon petunjuk dari Allah agar perasaannya ini tidak mengarah pada hal yang salah. Ia berusaha menjaga niatnya tetap tulus, tidak ingin tergoda untuk menggunakan hartanya hanya demi mendapatkan perhatian dari Aisyah.

Di tengah kesibukannya sebagai pengusaha muda, ia menyempatkan diri untuk menghadiri kajian di masjid yang sama setiap Jumat malam. Semakin sering ia datang, semakin ia merasa menemukan kedamaian yang jarang ia rasakan sebelumnya. Suasana masjid, suara lembut tilawah, dan nasihat Ustaz Hasan menjadi pelipur bagi hatinya yang resah.

Pada suatu malam, selepas kajian, Farhan berusaha mencari kesempatan untuk berbicara dengan Aisyah. Ia menunggu di luar masjid, berharap bisa menyapanya secara singkat. Namun, kali ini tampaknya kesempatan itu belum datang. Aisyah terlihat bersama teman-temannya, dan Farhan merasa enggan untuk mengganggu mereka.

Saat hendak melangkah pulang, suara lembut Ustaz Hasan memanggilnya. “Farhan, ada waktu sebentar ?”

Farhan menoleh dan tersenyum. “Tentu, Ustaz. Ada yang bisa saya bantu ?”

Ustaz Hasan tersenyum hangat, mengisyaratkan Farhan untuk duduk di bangku kayu di depan masjid. “Saya merasa, kamu belakangan ini sering datang ke kajian. Ada sesuatu yang sedang kamu cari, Farhan ?”

Farhan terdiam sejenak, lalu mengangguk pelan. “Iya, Ustaz. Saya … ingin lebih mendekatkan diri pada Allah. Dan … ada seseorang yang membuat saya ingin menjadi pribadi yang lebih baik.”

Mendengar itu, Ustaz Hasan mengangguk penuh pemahaman. “Cinta yang tulus adalah cinta yang bisa mendekatkan kita pada Allah. Tapi ingat, Farhan, cinta juga adalah ujian. Jangan sampai niatmu ternoda hanya karena rasa ingin memiliki.”

Farhan menunduk, menyerap kata-kata itu dalam hatinya. Ia tahu, perjuangan untuk menjaga keikhlasan ini tidak mudah, terutama ketika cinta itu sendiri membawa konflik dalam batinnya. “Saya hanya ingin mendekatinya dengan cara yang baik, Ustaz. Saya tidak ingin menaklukkan hatinya dengan kekayaan atau apa pun selain niat yang tulus.”

Ustaz Hasan menepuk pundaknya, memberikan semangat. “Kalau begitu, sabarlah, Farhan. Doa yang kamu panjatkan akan menemukan jalannya jika niatmu benar. Jangan terburu-buru, biarkan semuanya berjalan sesuai kehendak-Nya.”

Setelah perbincangan singkat itu, Farhan merasa sedikit lebih tenang. Ia menyadari bahwa apa pun yang ia rasakan saat ini adalah bagian dari proses yang harus ia jalani dengan sabar dan penuh kesabaran.

---

Waktu berlalu, dan suatu sore, Farhan memutuskan untuk mengunjungi rumah orang tuanya. Sudah lama ia tidak menghabiskan waktu bersama mereka, dan pertemuan ini selalu menjadi momen untuk meresapi kembali nilai-nilai yang diajarkan keluarganya sejak kecil. Ayahnya, Pak Rahman, adalah sosok yang tegas namun penuh cinta, sedangkan ibunya selalu menjadi sumber kelembutan dan nasihat yang menyejukkan.

Saat mereka sedang berbincang di ruang keluarga, ibunya menatapnya dengan sorot mata penuh perhatian. “Farhan, belakangan ini kamu terlihat berbeda. Apa yang sedang kamu pikirkan, Nak ?”

Farhan tersenyum tipis. “Mungkin saya sedang … dalam proses menemukan arah hidup yang lebih baik, Bu. Ada seseorang yang membuat saya ingin menjadi pribadi yang lebih baik.”

Ibunya tersenyum penuh harap. “Semoga itu wanita yang baik dan bisa membimbingmu di jalan yang benar.”

“Aamiin,” balas Farhan sambil tersenyum. “Dia memang wanita yang baik, Bu. Sangat sederhana dan berprinsip kuat dalam agamanya. Tapi … saya khawatir jika dia tahu siapa saya sebenarnya.”

Ayahnya yang mendengar pembicaraan itu menatapnya serius. “Farhan, jika kamu merasa ini adalah jalan yang baik, jangan takut dengan status yang kamu miliki. Jika niatmu tulus, Allah akan memberikan jalan.”

Farhan mengangguk, menyimpan nasihat itu dalam hatinya. Ia tahu bahwa untuk mendekati Aisyah, ia harus berserah penuh pada kehendak Allah. Di saat yang sama, ada rasa takut yang terus membayangi — takut jika suatu saat Aisyah mengetahui kebenaran tentang dirinya dan justru menjauh.

---

Suatu malam, Farhan kembali duduk di masjid seusai kajian. Ia duduk sendiri, merenungi perasaan dan niat yang semakin kuat dalam hatinya. Dalam doa yang panjang, ia memohon agar Allah memberinya petunjuk dan keberanian untuk menjalani jalan ini tanpa mengkhianati keikhlasannya.

Tiba-tiba, suara Aisyah terdengar dari arah belakangnya. “Assalamu’alaikum, Farhan. Maaf, mengganggu .”

Farhan terkejut namun segera menenangkan dirinya. “Wa’alaikumsalam, Aisyah. Tidak mengganggu sama sekali .”

Aisyah tersenyum, duduk di dekatnya. “Saya sering melihat kamu di kajian ini, sepertinya sangat rajin hadir setiap Jumat.”

Farhan tersenyum kecil. “Iya, saya merasa damai setiap kali datang ke sini. Kajian ini selalu mengingatkan saya untuk tidak terjerat dalam kesenangan dunia yang sementara.”

Mata Aisyah berbinar, mendengarkan ucapannya dengan penuh perhatian. “Banyak orang lupa akan hal itu, padahal hidup ini sementara. Saya sangat menghargai orang yang punya kesadaran seperti itu.”

Perkataan Aisyah membuat hati Farhan bergetar. Ia tahu, wanita di hadapannya ini bukan hanya berbicara tentang prinsip, tetapi juga menjalankannya dengan sepenuh hati. Sambil menatap wajah lembut Aisyah, ia merasakan keinginan yang kuat untuk membuka hatinya dengan lebih jujur.

“Jika suatu saat kamu tahu siapa saya sebenarnya … apakah kamu akan memandang saya dengan cara yang berbeda ?” tanyanya pelan, dengan nada suara yang penuh keraguan.

Aisyah terdiam, tampak berpikir. “Saya tidak tahu, Farhan. Mungkin saya akan kaget, tapi jika seseorang tulus dan menjalankan agamanya dengan benar, maka status atau harta bukan hal utama.”

Mendengar jawaban itu, Farhan merasa harapan tumbuh dalam hatinya. Namun, perasaan cemas itu tetap ada. Ia tahu, suatu saat kebenaran ini tidak akan bisa disembunyikan selamanya. Tapi untuk saat ini, ia hanya bisa berdoa agar apa yang ia rasakan ini dapat ia jaga dengan baik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 4: Pertemuan Tak Terduga

    Suasana selepas Isya di pelataran masjid begitu damai. Lampu-lampu temaram menerangi jalanan yang mulai lengang, memberikan kesan hangat di tengah sejuknya malam. Farhan, yang baru saja selesai mengikuti kajian, masih berdiri di sisi luar masjid, menikmati keheningan itu. Udara malam terasa begitu lembut, seolah memberinya ruang untuk merenungi perasaannya yang semakin kuat pada Aisyah. Perasaan itu datang tanpa diundang, seperti angin lembut yang tiba-tiba menyentuh hatinya. Entah mengapa, setiap kali ia melihat Aisyah di masjid, ada ketenangan yang sulit dijelaskan, sebuah kedamaian yang langka ditemukan di tengah hidupnya yang penuh tekanan dan hiruk-pikuk dunia bisnis. Sebagai seorang miliarder muda, Farhan terbiasa berhadapan dengan kekayaan dan kesibukan, namun di hadapan Aisyah, semua itu terasa tak berarti. Tanpa sadar, pikirannya melayang kembali pada percakapan singkat mereka beberapa waktu lalu. Senyum lembut Aisyah, suaranya yang penuh ketulusan, se

    Last Updated : 2024-12-07
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 5: Tekanan dari Lingkungan Farhan

    Suasana di kantor Farhan, seperti biasa, penuh dengan energi dan kesibukan. Meja-meja dipenuhi tumpukan dokumen, sementara suara ketikan dan panggilan telepon seolah menjadi latar musik dari keseharian mereka. Namun, di balik kesibukan itu, ada satu hal yang mulai menarik perhatian teman-teman dan rekan kerjanya: perubahan sikap Farhan yang semakin terlihat belakangan ini. Farhan, yang biasanya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk urusan bisnis, belakangan ini justru sering terlihat menghabiskan waktu di masjid. Tidak sedikit dari teman-temannya yang memperhatikan bahwa kini ia lebih sering absen di acara-acara sosial atau pesta yang biasanya ia hadiri. Alih-alih, ia lebih banyak terlibat dalam kegiatan dakwah dan kajian agama. Perubahan ini memancing rasa penasaran, bahkan sedikit keheranan, di antara mereka. “Eh, lo sadar nggak sih, Farhan belakangan ini jadi beda banget?” tanya Rizki, salah satu rekan Farhan, sambil memegang

    Last Updated : 2024-12-07
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 6: Komitmen untuk Mendekati dengan Cara Islami

    Keesokan harinya, di kantor, Farhan kembali fokus pada pekerjaannya. Namun di sela-sela kesibukan itu, pikirannya terus terbayang pada Aisyah. Ia tahu bahwa perasaannya mulai tumbuh semakin dalam, dan ia semakin ingin mendekati wanita itu. Namun di sisi lain, ia juga tahu bahwa jika ia terlalu terbuka, ia bisa saja kehilangan kesempatannya untuk mengenal Aisyah lebih jauh. Siang itu, saat jam makan siang, Adrian dan Rizki kembali mendekati Farhan di kantin kantor. “Farhan, kita udah lama nggak makan siang bareng. Gimana kalau lo ikut kita kali ini?” ajak Adrian sambil tersenyum lebar. Farhan, meski sedikit ragu, akhirnya mengangguk. “Oke deh, gue ikut.” --- Langit pagi tampak cerah ketika Farhan memutuskan untuk mendatangi masjid yang tak jauh dari kantornya. Hari itu, ia merasa hatinya perlu bimbingan lebih untuk menghadapi perasaan yang kian dalam terhadap Aisyah. Dalam diamnya, ia berdoa agar Allah membimbingnya mencari cara te

    Last Updated : 2024-12-08
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 7: Aisyah Mulai Menyadari Kehadiran Farhan

    Suatu sore selepas kajian, Farhan kembali bertemu dengan Aisyah di pelataran masjid. Matahari mulai tenggelam di ufuk barat, meninggalkan jejak warna oranye di langit yang indah. Aisyah tampak sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tasnya ketika Farhan menyapanya. “Assalamualaikum, Aisyah,” sapa Farhan dengan senyuman ramah. Aisyah menoleh dan membalas salamnya dengan senyuman lembut. “Waalaikumsalam, Farhan. Apa kabar?” “Alhamdulillah, baik. Kamu sendiri bagaimana?” “Alhamdulillah, baik juga,” jawab Aisyah singkat. Mereka berdua terdiam sejenak, terhanyut dalam suasana sore yang tenang. Farhan merasa hatinya berdebar, namun ia berusaha menahan diri agar tetap tenang. “Aisyah, bolehkah saya bertanya sesuatu?” Farhan bertanya hati-hati. Aisyah menatapnya dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. “Tentu saja, apa yang ingin kamu tanyakan?” Farhan tersenyum kecil,

    Last Updated : 2024-12-09
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Next

    Di sisi lain, Farhan tengah duduk di ruang tamunya. Ponselnya tergeletak di meja, dengan pesan dari Adrian yang belum sempat ia balas. Masalah bisnis yang sedang ia hadapi memang berat, namun pikirannya tetap tertuju pada Aisyah. Ia tahu, untuk mendekati wanita seistimewa itu, ia harus melakukannya dengan kesabaran dan ketulusan yang luar biasa. “Farhan, fokus,” gumamnya pada diri sendiri. Ia membuka laptop, mencoba membaca laporan keuangan yang dikirimkan timnya. Namun, pikirannya terus berkelana. Ia akhirnya memutuskan untuk menghubungi Adrian. “Bro, kita ketemu besok pagi aja di kantor. Aku perlu waktu malam ini untuk berpikir jernih.” Adrian setuju tanpa banyak bertanya. Farhan menutup panggilan itu dan kembali merenung. Baginya, keberhasilan di bisnis tidak akan berarti jika ia tidak bisa menjalani hidup sesuai dengan prinsip-prinsip yang ia yakini. --- Keesokan harinya, Ais

    Last Updated : 2024-12-10
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 8: Farhan Menghadapi Tekanan Keluarga Aisyah

    Malam itu, rumah Aisyah terasa lebih sunyi dari biasanya. Aisyah duduk di ruang tamu, ditemani secangkir teh hangat yang perlahan mendingin. Di hadapannya, Pak Ahmad duduk dengan raut wajah serius. Sejak sore tadi, Aisyah sudah merasa ada sesuatu yang ingin dibicarakan ayahnya. Dan benar saja, setelah beberapa basa-basi, Pak Ahmad mulai membuka topik yang membuat hati Aisyah berdebar. “Aisyah,” suara Pak Ahmad terdengar dalam, “Ayah sudah lama memikirkan ini. Kamu sudah cukup dewasa, dan Ayah ingin kamu mempertimbangkan masa depanmu.” Aisyah menunduk, memutar-mutar cangkir di tangannya. Ia tahu ke mana arah pembicaraan ini. “Maksud Ayah, tentang pernikahan?” tanyanya pelan. Pak Ahmad mengangguk. “Iya. Ayah tahu kamu ingin menikah dengan cara yang sesuai syariat, dan Ayah sangat menghargai itu. Tapi, Ayah juga ingin kamu mempertimbangkan calon yang benar-benar bisa menjamin masa depanmu. Bukan hanya soal agama, tapi juga soal kestabilan hi

    Last Updated : 2024-12-10
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 9: Farhan Mulai Merencanakan Langkah Serius

    Malam semakin larut, tetapi pikiran Farhan masih enggan diajak istirahat. Ia duduk di balkon rumahnya, ditemani secangkir teh yang sejak tadi tak disentuh. Angin malam berembus pelan, membawa dingin yang menusuk hingga ke hati. Pesan yang diterimanya beberapa jam lalu dari nomor tak dikenal itu kembali terngiang. Isi pesan itu begitu sederhana, namun penuh tekanan: “Jangan coba-coba mendekati Aisyah jika kamu tidak serius.” Farhan menghela napas panjang. Pesan itu terasa seperti peringatan, entah dari siapa. Ia tahu bahwa keputusan untuk mendekati Aisyah tidaklah mudah. Tapi, di balik kerumitan itu, ada keyakinan yang terus mendorongnya: Aisyah adalah orang yang ia cari selama ini. Seseorang yang akan melengkapi hidupnya, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Farhan mengambil ponselnya dan menatap layar, ada nama Adrian di daftar panggilan terakhir. Temannya itu selalu menjadi tempatnya berbagi cerita, terutama ketika ia berada di persimpangan seperti sekarang. Dengan satu

    Last Updated : 2025-03-03
  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 10: Percakapan yang Menentukan

    Senja mulai turun, memberikan semburat jingga di ufuk barat. Farhan berdiri di depan sebuah rumah sederhana dengan halaman yang rapi. Rumah itu milik keluarga Aisyah. Ia menggenggam kotak kecil berisi beberapa buah tangan, menenangkan detak jantungnya yang tak karuan."Bismillah," gumamnya pelan sambil mengetuk pintu.Beberapa saat kemudian, pintu terbuka, memperlihatkan wajah Ibu Aisyah yang penuh kehangatan. "Oh, Farhan. Silakan masuk.""Terima kasih, Bu," ucap Farhan, berusaha terdengar tenang meski hatinya sedikit gugup.Ia dipersilakan duduk di ruang tamu. Ruangan itu terasa hangat, dengan hiasan sederhana namun mencerminkan kepribadian pemiliknya. Tak lama kemudian, Pak Ahmad datang. Pria itu tampak serius seperti biasanya, tetapi tetap menunjukkan sikap hormat."Farhan, saya tidak menyangka kamu akan datang lagi secepat ini," ucap Pak Ahmad, mengambil tempat duduk di sofa seberang Farhan."Saya ingin berbicara langsung dengan Bapak dan Ibu," jawab Farhan, mencoba memulai percak

    Last Updated : 2025-03-04

Latest chapter

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 74: Jejak Yang Hilang

    Ledakan kecil yang mengguncang rumah Farhan membuat malam itu berubah menjadi mimpi buruk. Asap tipis mulai memenuhi ruang tamu, dan suara langkah kaki terdengar dari luar, semakin mendekat. Farhan segera meraih pistol yang disembunyikan di dalam laci meja, lalu memberikan isyarat kepada Adnan dan Arman."Cepat ke lantai atas. Amankan Safira," perintah Farhan dengan suara rendah tapi tegas.Arman, yang awalnya terpaku mendengar suara itu, langsung bergerak. Kegelisahan terlihat jelas di wajahnya. "Safira ...," gumamnya sambil berlari ke arah tangga.Aisyah keluar dari dapur dengan wajah panik. "Farhan, apa yang terjadi?"Farhan menatap istrinya sekilas, lalu mendekat. "Aisyah, kamu ikut Arman ke atas. Lindungi Safira. Jangan keluar sampai aku bilang aman.""Tapi, Han-""Nggak ada tapi. Cepat ke atas!" bentaknya, meski suaranya tetap terkontrol. Aisyah menelan ludah, lalu mengangguk sebelum berlari menyusul Arman.Adnan s

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 73: Operasi Bayangan

    Malam itu, suasana rumah Farhan terasa sunyi. Lampu ruang tamu yang temaram memancarkan aura tenang, tetapi di balik dinding-dinding rumah itu, ada ketegangan yang sulit disembunyikan. Arman duduk di sofa, wajahnya terlihat lebih tua dari usianya. Di hadapannya, Farhan berdiri dengan tangan bersedekap, wajahnya serius, seakan memikirkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya."Aku masih nggak percaya kita bisa sampai di titik ini," ujar Arman, suaranya berat. "Semua ini ... Ratna, Safira, dan sekarang organisasi itu."Farhan menarik napas panjang sebelum menjawab, "Mau nggak mau, kita harus hadapi ini, Man. Kalau kita terus lari, mereka nggak akan berhenti. Safira bisa jadi korban."Arman terdiam. Kata-kata Farhan selalu tepat sasaran, meski terkadang terasa seperti tamparan. Dia menunduk, memandangi secangkir kopi di atas meja. "Aku cuma nggak tahu apakah aku bisa melindungi Safira. Dia masih kecil, Han. Dia nggak tahu apa-apa soal ini semua."

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 72: Akhir yang Menggantung

    Pagi itu, sinar matahari masuk melalui celah-celah jendela kamar rumah Farhan. Setelah kejadian mencekam di rumah sakit, mereka memutuskan untuk sementara waktu tinggal bersama di rumah besar Farhan yang terletak di pinggiran kota. Meski sederhana dibandingkan properti lain yang dimilikinya, rumah ini tetap terasa nyaman, terutama dengan pemandangan kebun luas di belakangnya. Safira sedang duduk di lantai ruang keluarga, bermain dengan boneka kecil yang diberikan Farhan. Wajahnya tampak ceria, tapi sesekali ia melirik ke arah ayahnya, Arman, yang duduk di sofa dengan pandangan kosong. Ada sesuatu di wajah Arman yang membuat Safira tahu bahwa pria itu sedang memikirkan hal berat. "Safira, sayang. Kamu lapar?" suara lembut Farhan memecah keheningan. Ia baru saja selesai membuat teh di dapur, membawa nampan kecil berisi cangkir dan beberapa kue kering. Safira menggeleng kecil, namun matanya berbinar saat melihat kue di tangan Farhan. "Aku mau kuenya aja, O

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 71: Ancaman Terakhir

    Lorong rumah sakit malam itu terasa begitu sunyi, tapi ada sesuatu yang mencurigakan di udara. Farhan berdiri di dekat jendela, menatap keluar dengan wajah serius. Sebuah panggilan telepon baru saja ia tutup. Ia menoleh ke arah Arman yang sedang duduk di sofa kecil sambil menemani Safira yang tertidur lelap di pangkuannya."Arman," kata Farhan, suaranya rendah tapi tegas. "Mereka bergerak."Arman mengangkat wajahnya, matanya tajam. "Kamu yakin?"Farhan mengangguk pelan. "Barusan aku dapat kabar dari Jamil. Mereka sudah dekat. Kemungkinan besar, mereka akan menyerang malam ini."Arman menghela napas panjang. Ia memandangi Safira yang terlelap dengan wajah polos, tak tahu apa-apa soal bahaya yang mengancam. "Kita nggak bisa biarkan mereka sampai ke sini, Han. Safira harus selamat."Farhan merapatkan jaketnya, lalu berjalan ke arah pintu. "Aku sudah hubungi polisi. Mereka bilang butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke sini. Tapi kita ta

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 70: Pertemuan Keluarga

    Suasana di ruang tunggu rumah sakit masih dipenuhi ketegangan. Farhan duduk dengan pandangan kosong, sementara Arman bersandar di dinding dengan kedua tangan terlipat di dada. Wajah lelah mereka terlihat jelas, tetapi pikiran mereka terlalu sibuk untuk memikirkan rasa kantuk atau kelelahan fisik. Kabar dari dokter tadi masih terngiang di kepala mereka."Safira selamat ... tetapi kondisinya sangat kritis."Farhan menghela napas panjang, kedua tangannya mengepal erat di lutut. Ia memejamkan matanya, berusaha menenangkan diri. Pikirannya berputar-putar, memutar kembali semua yang terjadi malam itu. Jamil yang gugur, Safira yang terluka, dan Arman yang akhirnya berhasil ia selamatkan. Semuanya terasa seperti mimpi buruk yang belum berakhir.Arman menatap saudaranya. Ia tahu Farhan sedang menyalahkan dirinya sendiri. "Farhan," panggilnya pelan.Farhan membuka matanya perlahan, menoleh ke arah Arman. "Ya?" suaranya terdengar berat."Aku tahu ap

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 69: Pengorbanan Besar

    Udara malam terasa dingin menusuk tulang, tetapi itu tidak mengurangi tekad Farhan dan timnya. Mereka berjalan dengan langkah hati-hati di sekitar pabrik tua yang gelap dan sunyi, hanya ditemani suara angin yang berdesir pelan. Cahaya bulan samar-samar menerangi area sekitar, cukup untuk membuat mereka melihat jalan, tetapi tidak terlalu terang hingga keberadaan mereka mudah terdeteksi.Farhan berhenti di belakang sebuah dinding beton yang sudah mulai retak. Ia mengangkat tangan, memberi isyarat kepada timnya untuk berhenti. "Haris," bisiknya pelan. "Cek area sekeliling. Pastikan tidak ada penjaga yang berkeliaran."Haris mengangguk tanpa suara, lalu bergerak dengan tubuh merendah ke arah yang ia tuju. Sementara itu, Farhan, Adnan, dan Jamil tetap di tempat, mengawasi dengan penuh kewaspadaan. Waktu terasa berjalan sangat lambat, setiap detiknya membuat ketegangan di dada mereka semakin berat.Ketika Haris kembali, wajahnya tampak serius. "Ada dua penjaga

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 68: Operasi Rahasia

    Di ruang kerjanya yang sederhana namun rapi, Farhan duduk dengan wajah serius. Di meja, peta besar dan beberapa dokumen berserakan. Matanya menelusuri setiap detail, seolah-olah mencari celah untuk menyusun strategi yang sempurna. Di seberang meja, Adnan, salah satu teman kepercayaannya, duduk sambil memegang lembaran kertas yang sama. "Farhan, rencana ini terlalu berisiko," ujar Adnan, suaranya penuh kekhawatiran. "Kita bahkan belum tahu pasti lokasi tempat Arman ditahan. Kalau sampai salah langkah, akibatnya bisa fatal." Farhan mendongak. Tatapannya tajam, tetapi tidak kehilangan kelembutan yang selalu ada dalam dirinya. "Adnan, ini bukan soal risiko. Ini soal keluarga. Arman adalah saudara saya, dan saya tidak bisa diam saja sementara dia ada di tangan orang-orang seperti itu." Adnan menghela napas panjang. "Aku tahu, Han. Tapi kita harus realistis. Kalau kita gegabah, mereka bisa bertindak lebih ekstrem. Bahkan nyawa Arman bisa teranc

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 67: Tanda Kehidupan Arman ll

    Farhan berdiri di depan pintu rumahnya, memandangi jalanan yang mulai gelap. Angin malam berhembus pelan, membawa aroma hujan yang menggantung di udara. Pikirannya penuh, bercampur aduk antara kekhawatiran dan harapan. Pria yang tadi menemuinya di gudang telah memberikan informasi yang mengguncang hatinya: Arman, saudara kembarnya yang selama ini dianggap hilang, ternyata masih hidup. Namun, kabar itu datang dengan harga yang mahal. Di dalam rumah, Aisyah duduk di ruang tamu, memandangi pintu yang baru saja ditutup oleh Farhan. Ia tahu suaminya sedang menghadapi sesuatu yang besar, sesuatu yang mungkin akan mengubah segalanya. Dengan tangan yang gemetar, ia meraih tasbih di meja dan mulai berdoa. "Ya Allah, lindungi dia. Berikan dia kekuatan untuk menghadapi apa pun yang ada di depannya," bisiknya pelan. Farhan akhirnya masuk ke dalam rumah, langkahnya berat. Ia melihat Aisyah yang menatapnya dengan penuh tanya. "Kamu baik-baik saja?" tanya Aisyah lembut. Farhan mengangguk, mesk

  • Proposal Cinta Sang Miliarder    Bab 66: Pertemuan dengan Orang Misterius ll

    Farhan menatap Aisyah, berharap menemukan jawaban di matanya. Tapi Aisyah hanya diam. Tatapan lembutnya menyimpan kebimbangan yang sama. Ia tahu, di satu sisi, Arman adalah saudara kandung Farhan, darah daging yang harus diselamatkan. Tapi di sisi lain, situasi ini menyeret mereka semakin dalam ke dalam bahaya. Aisyah ingin bicara, tapi kata-katanya seolah tercekat di tenggorokan.Yusuf memecah keheningan. "Farhan, waktu terus berjalan. Kalau kamu terus terjebak dalam kebimbangan ini, kita bisa kehilangan dua hal sekaligus-Arman, dan mungkin, kesempatan untuk memperbaiki semuanya."Farhan menarik napas dalam-dalam. Ia menunduk lagi, kedua tangannya masih mengepal erat. "Aku tahu, Yusuf. Tapi bagaimana aku bisa membuat keputusan ini? Safira masih kecil. Dia butuh aku di sini. Di sisi lain, aku tidak bisa membiarkan Arman begitu saja. Kalau dia benar-benar dalam bahaya, apa aku tega membiarkannya?"Aisyah akhirnya membuka suara, suaranya tenang, tapi sarat d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status