로그인Pintu kamar terbuka pelan. Rangga mematung di ambang pintu, matanya terpaku saat menangkap sosok Ayu yang duduk di tepi ranjang. Lingerie hitam berbahan satin tipis itu memeluk lekuk tubuh Ayu dengan sempurna, hanya menyisakan sedikit ruang bagi imajinasi."Kamu... benar-benar ingin menyiksaku malam ini, Ay?" bisik Rangga, suaranya parau.Ayu tersenyum tipis, jemarinya bermain di tali bahu bajunya yang tipis. "Aku hanya ingin memanjakan suamiku yang sudah lama pergi. Suka?"Rangga mendekat, langkahnya mantap. Ia berdiri di depan Ayu, jemarinya mengangkat dagu sang istri agar mata mereka bertemu. "Suka? Aku hampir gila melihatnya."Rangga menunduk, mencium leher Ayu dengan intensitas yang membuat napas Ayu tercekat."Sayang... ahh, pelan-pelan," desah Ayu, kepalanya mendongak."Enggak bisa, Sayang. Aku sudah menunggu terlalu lama untuk ini," jawab Rangga di sela kecupannya. Tangannya mulai menjelajah, memberikan tekanan-tekanan lembut yang membuat tubuh Ayu meremang.Rangga menarik Ayu
Suasana apartemen yang biasanya terasa tenang mendadak berubah menjadi panggung sandiwara yang menyesakkan bagi Ayu. Di ruang tengah, Rangga berdiri membelakangi jendela besar yang menghadap kerlip lampu kota Jakarta, ponsel menempel di telinganya."Niel! Hahaha, iya, gue sudah di rumah sekarang," suara Rangga terdengar sangat riang, penuh kehangatan seorang sahabat yang lama tidak bersua. "Gue benar-benar berutang banyak sama lo. Makasih, ya, sudah jagain Ayu, sudah sabar membantu istri gue selama gue enggak ada."Ayu yang sedang pura-pura sibuk merapikan tumpukan majalah di meja makan merasa tangannya dingin membeku. Ia hanya bisa mendengar suara Rangga, namun di kepalanya, ia bisa membayangkan dengan sangat jelas bagaimana ekspresi Daniel di seberang telepon. Daniel pasti sedang duduk di apartemennya beberapa lantai di bawah mereka, mungkin sambil menyesap kopi hitam tanpa gula dengan wajah cool yang tak terbaca dan tatapan mata yang dalam.Apa yang sedang kamu katakan, Niel? batin
Ayu merangkulkan kakinya di pinggang Rangga, menarik suaminya agar semakin dalam."Ahh... Sayang, rasanya beda... enak banget," desah Ayu. Tangannya membelai punggung kekar suaminya."Karena aku benar-benar di sini buat kamu, Yu. Cuma kamu," jawab Rangga. Ia mulai mempercepat gerakannya, namun tetap menjaga kelembutan.Ayu merasakan benih-benih cinta yang sempat ia kubur dalam-dalam kini mulai bersemi kembali. Ia merasa aman, merasa utuh. Di dalam dekapan Rangga, ia merasa kembali menjadi "Nyonya Rangga" yang terhormat, bukan lagi wanita simpanan di apartemen Daniel."Kamu punya siapa, Yu? Katakan," tanya Rangga, suaranya semakin berat karena gairah yang memuncak."Punya kamu... aku punya kamu, Rangga... ahh!"Setiap tusukan Rangga terasa pas mengenai titik terdalam Ayu. Sensasi ini berbeda dengan Daniel; ini adalah kenikmatan yang dibalut dengan status sah dan kenangan lama. Ayu merasakan dinding-dinding dalam dirinya mulai menjepit Rangga dengan erat."Sekarang, Rangga! Sama-sama!"
Sinar matahari pagi menyusup malu-malu di balik celah gorden kamar hotel yang mewah itu. Ayu masih berada di ambang antara mimpi dan kenyataan. Dalam tidurnya yang setengah sadar, ia merasakan sensasi hangat dan basah yang menjalar dari area sensitifnya. Rasanya begitu lembut, begitu teliti, dan sangat familiar.Pikiran Ayu langsung terbang kepada Daniel. Hanya Daniel yang tahu cara menyentuhku seperti ini, batinnya dalam kantuk yang dalam. Ia merasa seolah sedang berada di apartemen Daniel, menikmati pagi yang malas setelah malam yang panjang. Bibir Ayu mengulas senyum tipis; ia mulai mendesah halus, menikmati setiap sapuan lidah yang terasa begitu ahli di bawah sana."Niel... ahh, Niel... pelan-pelan," bisik Ayu dengan mata yang masih setengah terpejam, suaranya parau khas bangun tidur.Namun, saat ia merasakan sebuah tangan kekar meremas lembut pahanya, Ayu tersentak. Wangi parfum yang tercium bukan aroma musk Daniel yang tajam, melainkan aroma maskulin yang lebih bersih—aroma Rang
Ayu bangkit dengan tubuh yang terasa sakit dan hati yang hancur. Ia berjalan ke kamar mandi, membersihkan diri dengan kasar, seolah ingin menghapus jejak Rangga dari tubuhnya. Di bawah kucuran air shower, ia menangis tanpa suara.Kenapa beda sekali? Kenapa Rangga yang katanya "sudah berubah" tetap saja egois di ranjang? Perhatiannya di telepon seolah hanya kedok untuk menutupi sifat aslinya yang tetap mau menang sendiri.Ayu kembali ke tempat tidur. Ia berbaring memunggungi Rangga yang sudah mendengkur halus. Kamar hotel yang dingin itu terasa menyesakkan. Tubuh Ayu masih terasa "nanggung", panas dan berdenyut tidak keruan karena gairahnya dipancing namun ditinggalkan begitu saja di tengah jalan oleh suaminya. Perasaan tidak dihargai itu bercampur dengan rasa lapar akan sentuhan yang benar-benar memuja—sentuhan yang hanya bisa diberikan oleh Daniel.Dengan tangan yang sedikit gemetar, Ayu menyelipkan jemarinya ke bawah selimut. Ia memejamkan mata rapat-rapat, mencoba mengusir wajah Ra
Pagi itu, Bandara Soekarno-Hatta terasa lebih sesak dari biasanya bagi Ayu. Setiap detak jantungnya seolah berpacu dengan pengumuman kedatangan pesawat dari Melbourne. Ia berdiri di area penjemputan dengan perasaan yang carut-marut. Di satu sisi, ia merasa ngeri membayangkan harus berhadapan dengan suaminya setelah semua pengkhianatan yang ia lakukan bersama Daniel. Di sisi lain, ada rasa penasaran sekaligus waspada akan sosok "Rangga baru" yang belakangan ini sangat manis di telepon.Begitu sosok Rangga muncul dari pintu kedatangan internasional, Ayu sempat terpaku. Pria itu tampak lebih segar, kulitnya sedikit lebih gelap karena matahari Australia, dan senyumnya... senyum itu begitu lebar dan tulus saat matanya menangkap sosok Ayu."Ayu!" Rangga setengah berlari, melepaskan koper besarnya begitu saja, dan langsung menghambur memeluk istrinya.Pelukan itu erat, hangat, dan penuh aroma parfum maskulin yang dulu sangat Ayu kenal. Namun, di dalam dekapan itu, Ayu merasa kaku. Tubuhnya s







