Semua mengenakan pakaian terbaik mereka hari ini. Dari mulai rakyat biasa yang bersuka cita di setiap jalan kerajaan Arnawarman. Sampai para tamu kehormatan yang menghadiri undangan di aula kerajaan.
"Nalini dan Arkana Danadyaksa tiba..." Kemudian Pelayan mengumumkan satu persatu undangan saat memasuki aula istana. Mereka akan mengucapkan selamat dan memberikan hadiah kepada putra mahkota secara berurutan sesuai jabatan, kekayaan dan juga hak istimewa lainnya. Untuk selanjutnya hadiah-hadiah itu akan diterima dan dibawa oleh pelayan ke ruangan penyimpanan. Sementara pertujukan para putri akan di mulai saat para tetua selesai beramah tamah. Ada yang membawakan puisi, memainkan alat musik dan bernyanyi. Tidak ada yang menampilkan tarian. Selain pertunjukan khusus untuk Nalini. Penampilan Nalini juga sengaja disimpan paling akhir, sebagai penutup pertunjukan. Kehadiran Nalini saja di tahun ini mengejutkan beberapa pihak. Mereka jadi beranggapan kalau pihak kerjaan mulai memamerkan Nalini sebagai calon putri mahkota. Setelah beberapa tahun kebelakang, Nalini tidak begitu mencolok untuk hadir dalam setiap pertemuan penting. Kini giliran Nalini yang menunjukkan tariannya sebagai hadiah untuk putra mahkota. Semua orang terpukau dengan gerakan dan juga ilmu pedang yang lihai dibawakan oleh Nalini. Berjalan sempurna, sampai di akhir gerakan. Aksi penutup, Nalini akan melemparkan pedang kayu itu pada kain yang diikat pada plafon kayu. Ketika pedang itu menyentuhnya, maka kain yang tersimpul akan terbuka dan kelopak bunga akan berjatuhan. Memberikan kesan indah yang tidak terlupakan untuk penutupan. Begitu yang direncanakan oleh para penari. Nalini hanya menurut saja tidak terlalu banyak bertanya saat latihan. Kenyataanya, saat kelopak bunga mawar itu berjatuhan. Dua belah pedang juga ikut turun bersamanya. Satu pedang kayu yang Nalini gunakan sebagai alat tari.Sedangkan yang satunya lagi adalah pedang sungguhan. Nalini terkejut bukan main, entah siapa yang berani menyelipkan senjata kedalam aula istana. Pedang tersebut juga adalah pedang legendaris milik sang kakek. Bagaimana bisa, sementara Nalini sudah menyembunyikan pedang legendaris tanpa ada orang yang tahu. Nalini yang cekatan langsung mengambil kedua pedang tersebut sebelum jatuh keatas tanah. "Kakak tertua." Pandangan Nalini langsung mengarah pada Arkana. Bukan hanya Arkana semua orang disana terkejut dengan kemunculan pedang legendaris. Nalini jadi tambah bingung, sementara para pengawal mulai berdatangan mengepung semua orang yang berada di dalam aula. "Ini pemeberontakan!" Putri dari negera selatan berteriak histeris. Membuat semua orang panik dan seketika terjadi kericuhan. Sudut mata Nalini tidak sengaja menangkap seorang dayang istana yang mengendap-endap dibelakang putra mahkota. Tidak hanya itu, ditangan dayang terdapat sebilah belati yang diarahkan pada putra mahkota. Tanpa pikir panjang, Nalini berlari dengan pedang legendaris menuju kearah putra mahkota. Para pengawal mulai menghadang gerakan Nalini. Perlawanan demi perlawanan Nalini hadapi sambil mengejar kecepatan dayang istana menuju putra mahkota. Sayang, langkahnya tidak sampai pada putra mahkota. Karena pedang milik pengawal pribadi putra mahkota menancap di dada kiri Nalini menahan langkah Nalini. "Tidak!" Teriak putra mahkota sambil hendak berlari kearah Nalini, Nalini juga tidak kehabisan akal, sambil menahan rasa sakit merobek daging, dia melemparkan pedang legendaris ke arah dayang istana itu. Jaraknya memang tidak terlalu jauh dengan jangkauan putra mahkota dan dayang istana tersebut. Dengan gerakan Nalini yang mantap, seketika menghentikan dayang istana. Pedang legendaris itu menusuk dengan dalam pada tubuh dayang istana, sehingga dia mati ditempat. Semua mata yang berada di aula istana menyaksikan kejadian itu dengan sangat dramatis. Tidak ada berani yang bergerak setelah dayang itu mati. "Nalini!" Teriakan putra mahkota, membuat pengawal pribadinya melepaskan tancapan pedang dan langsung menahan tubuh Nalini. Semua orang baru menyadari tindakan Nalini yang agresif tidak lain untuk menghentikan dayang istana yang ingin membunuh putra mahkota. Pedang ditubuh Nalini memang tidak menacap dengan dalam. Tapi putra mahkota tahu bahwa pengawal pribadinya menggunakan jenis pedang beracun. Dia langsung berlari kearah Nalini untuk mengambil alih tubuh Nailini dari pengawal pribadinya. "Apa yang kalian lakukan! Cepat panggilkan tabib istana." Titah Raja Arnawarman. "Aku akan membawanya ke kediamanku." Dengan sekali angkat, putra mahkota menggendong Nalini dengan kedua tanganya. Berlari cepat menuju kediamannya. Kemudia dia memebaringkan Nalini di tempat tidurnya. Tabib datang sambil terponggoh-ponggoh. "Tolong campurkan penawar ini dalam obat racikan mu." Pengawal pribadi putra mahkota pun memberikan botol kecil pada tabib istana. Itu sebagai penawar racun dari pedang pengawal pribadinya. "Apa yang kamu pikirkan?!" Amarah putra mahkota langsung meledak saat itu juga. Dia berdiri sambil menarik pedang milik pengawal pribadinya. Hidup dan matinya memang sudah diabdikan kepada putra mahkota. Maka dia terima saja dengan menutup mata jika lehernya harus di tebas, menggunakan pedangnya sendiri oleh putra mahkota. Suara nyaring pedang yang dijatuhkan ke lantai membahana. "Sudahlah, kamu juga tidak menyangka hal ini. Tidak ada seorang pun yang menyadari keberadaan dayang itu kecuali Nalini." Bagaimana tidak, fokus mereka pada pergerakan Nalini yang agresif. Setelah ada teriakan pemeberontakan. "Putra mahkota. Bagaimana kondisi adik seperguruan saya?" Arkana datang sambil membawa pedang legendaris yang sudah berlumuran darah. Raja dan permasuri pun datang dengan pengawal berzirah emas. Pengawal berzirah emas adalah pengawal dengan tingkat tertinggi dan melindungi anggota keluarga kerjaan. Para pengawal berzirah emas juga terdapat di tiga kerajaan lainnya dan mereka hasil didikan sang guru besar, lulusan dari perguruan Danadyaksa. "Aku ingin kasus ini diusut sampai tuntas! Tidak ada yang boleh lolos begitu saja." Para pengawal dengan zirah emas pun memberi hormat pada perintaah putra mahkota dan langsung meninggalkan kediamannya. "Untuk barang bukti, berikan pedang itu padaku." Titah putra mahkota pada Arkana. "Tapi ini--" Wajah tegas putra mahkota menciutkan nyali Arkana. Pedang legendaris itu pun akhirnya diberikan kepada putra makhota. Pedang yang diinginkan dan diperebutkan oleh semua orang di dunia persilatan kini berada ditangan purta mahkota Arnawarman.Sejenak Jahan mengerutkan kening melihat reaksi Nalini yang tidak memperhatikan percakapan mereka sebelumunya. Bahkan Nalini mulai turun dari ranjang, bergerak dengan gusar keseluruh ruangan membuka apapun yang menutupi pandangan. Nalini menyingkap kain pentup meja, membuka seluruh pintu disana, membongkar laci-laci dan pintu lemari.“Dimana barang-barangku, kamu simpan?” “Harusnya semua yang ada di kamar ini adalah barang milikmu. Aku hanya memindahkan dari buntalan kain yang kamu bawa.”“Pedang, Seingatku aku selalu membawanya dan baru sadar sejak tinggal disini hanya pedang peninggalan Kakek yang belum aku lihat.”“Maksudmu ini.” Jahan menekan bagian bawah ranjang yang tidak terlihat secara kasat mata dan sebuah mekanis sederhana membuat laci rahasia muncul dibawahnya. Pedang tersebut tersimpan dengan aman bersama dengan Nalini di kamar ini. Segera Nalini menghampiri dan mengambil pedang tersebut. Membuka dari sarungnya, mengamati setiap lekukan pada pedang. “Oh, sungguh ke
Seorang pria tua tertegun melihat kemampuan Janu yang bisa mengalahkan lima pemuda dalah waktu yang sangat singkat. Bahkan penilaian Janu terhadap pedang legendaris juga membuatnya kagum. Janu sangat mengenali pedang tersebut dan dapat membedakan dengan yang palsu.“Anak muda, kamu tahu pedang apa yang barusan dibuang itu?”Janu menoleh melihat sosok kakek tua yang rentan dengan sebuah tongkat kayu menopang tubuhnya saat berajalan. Janu melihat kesana kemari untuk memastikan ada orang lain yang datang bersama kakek tersebut. “Apa Kakek terbiasa berjalan sendirian, ditengah hutan dan malam-malam seperti ini.”“Tenanglah aku tinggal tidak jauh dari sini. Hanya keluar sebentar untuk melihat ada keributan apa.”“Ah, maaf membuat Kakek khawatir.” Pandangan pria paruh baya itu tertuju pada pemuda yang berjatuhan dibelakang Janu. “Kakek tenang saja, mereka masih hidup dan cuman kehilangan kesadaran sejenak.” Lanjut Janu, tidak mau disalah pahami sebagai kasus pembunuhan.“Dari tampang mereka
Jahan langsung mengunjungi kamar Nalini ketika mendaat kabar kalau jasad pelayan yang pernah di sekap oleh Nalini ditemukan menumpuk dihalaman belakang. Dilihatnya Nalini masih tertidur lelap. Jahan sudah menduga bahwa ini adalah perbuatan putra mahkota.Lantara terlalu ketakutan keberadaan Nalini diketahui oleh pihak istana dan Nalini harus dibawa kepengadilan kerajaan yang pasti akan dijatuhi hukuman mati.“Apa yang kamu lakukan?” Jahan yang sedari tadi sudah merasa tidak beres, langsung menahan tangan Nalini yang terlur padanya sambil menggenggam sebuah belati.“Dari mana kamu bisa mendapatkan belati itu?” Pertanyaan Jahan tidak ada yang dijawab oleh Nalini. Jahan baru menyadari tatapan Nalini yang terlihat kosong.“Keterlaluan.” Jahan sedikit kesulitan mengahadapi Nalini, bahkan ilmu bela diri yang digunakan Nalini tidak bisa tertebak oleh Jahan. Dia pun baru melihat jurus-jurus yang hanya diceritakan lewat buku-buku kuno. Ternyata itu bukan hal mustahil untuk dipelajari dan dari
Janu turun dari geting rumah dan sudah ada Nira yang menunggunya. Dia tahu Janu tidak akan tinggal diam saja. Apa lagi ditinggal seorang diri. Wali kota yang mendengar keributan di pintu gerbang segera datang membawa serta pasukannya kesana. Nira sudah menduga kalau itu perbuatan Janu, tapi karena ayahnya tidak mengizinkan Nira pergi keluar dari rumah wali kota yang bisa Nira lakukan adalah menunggu dan berharap Janu kembali pulang. “Lupa kalau nama baik dan keselamatan rombongan dagang kami bergantung padamu?” Nira lagi-lagi memperingati Janu akan hal itu. “Baiklah kalau begitu, kita akhiri semuanya sampai disini saja.” Tegas Janu. Nira salah langkah untuk menahan Janu agar tetap bersama dirinya. Sekarang alasan itu rupanya tidak mempan pada Janu. Tapi bukan Nira namanya jika tidak mempersiapkan renacana cadangan. Mengingat Jahan juga sudah jatuh ke tangan perempuan itu, tidak akan dibiarkan untuk kedua kalinya laki-laki yang dicintai Nira pergi begitu saja. Ditambah mereka mengej
"Tuan Muda, Nona Nalini membuat masalah lagi. Kali ini Nona menyekap pelayan yang mengantarkan makanan ke dalam kamarnya." Lapor salah satu pelayan. Jahan hanya tersenyum menanggapi. Namun raut wajah penuh kehawatiran pelayan itu tidak kunjung sirna. "Dia bukan orang jahat, temanmu akan aman disana. Biarkan saja." Jahan seperti harus memberi penjelasan agar para pelayannya tidak khawatir berlebihan. Satu hari berlalu, sekarang sudah tiga orang pelayan yang berada di dalam kamar Nalini. Suasananya canggung sekali. Mereka diam dimeja tamu, sementara Nalini berbaring seharian diatas tempat tidur. Tiga pelayan itu juga manusia, suara perut yang kelaparan sampai terdengar oleh Nalini. "Makan saja hidangan yang kalian bawa. Aku tidak lapar." "Tidak Nona, ini untuk mu. Kami tidak berhak memakan milik tamu Tuan Muda." "Disini hanya ada kita saja dan aku tidak akan mengadukan hal ini pada Tuan Muda mu." Dari mereka bertiga, tidak ada yang berani bergerak sedikitpun. Nalini mulai frustasi
"Tuan, selama kota dibawah pengawasan anda. Baru kali ini begitu kacau dan ricuh." Ayah Nira bertanya di sela-sela makan malam mereka. Wali kota tersebut menghela napas dengan panjang sambil mengeluarkan selembar kertas keatas meja makan. Sebuah pencarian orang, buronan. Tidak seperti kebanyakan yang berparas seram dan bermasalah. "Karena ada berita yang mengabarkan kalau buronan ini masuk ke kota, kebetulan karena pertandingan besar sedang berlangsung." "Putra Mahkota yang berada disini, langsung menurunkan perintah. Kalau sudah begitu, mana bisa saya melawan perintah mutlak tersebut." Untungnya dimeja itu, hanya terdapat Janu, Nira dan saudagar dagang. Anggota lainnya duduk di meja yang terpisah. Kalau tidak mereka bisa heboh melihat lukisan wajah yang terpampang disana. Perempuan itulah yang sempat menolong dan memberikan obat pada rombongan dagang. Serta perempuan itu adalah orang yang sedang Janu cari selama ini. Entah reaksi apa yang akan mereka berikan tentang Nalini. "Se