"Sebenarnya bossmu itu aku atau ayahku?"
Mata Mahesa menyipit sinis ke arah Leo. Namun, sekretarisnya itu berpura-pura tidak mendengar.
"Lima belas menit lagi pesta dimulai. Segeralah bersiap-siap, Tuan."
"Lalu apa kau akan terus berdiri di sana dan melihatku berganti pakaian?" Mahesa menatap kesal pada Leo.
Leo tahu jika sebenarnya Mahesa kesal dengan pertunangan ini, namun tidak tahu harus meluapkannya ke mana.
"Aku akan tetap berdiri di sini hanya sampai kau turun dari tempat tidurmu. Baru aku akan keluar dari kamar ini."
Mendengus masam, Mahesa menyibak selimut tebal yang menutupi kakinya, kemudian bangkit dari ranjang.
"Kau lihat? Aku sudah turun dari tempat tidurku. Sekarang keluarlah dari kamarku dan biarkan aku bersiap-siap!"
"Dengan senang hati, Tuan Mahesa. Oh iya, ada satu hal yang lupa kusampaikan padamu." Leo menahan langkahnya dan berbalik menatap Mahesa.
Alis Mahesa mengernyit.
"Tolong pasang sedikit senyum di wajahmu saat berhadapan dengan para tamu. Tentunya mereka tidak ingin melihat wajahmu sekusut ini," pesan Leo, yang membuat Mahesa berdecak kesal dan memutar bola mata.
"Pergilah!"
Mahesa menyugar rambut dengan gelisah. Hari ini adalah hari pertunangannya dengan Nessie, wanita yang sama sekali tidak ia cintai.
Enam tahun lalu Mahesa menolak mentah-mentah perjodohan ini, tapi sekarang ia terpaksa menerimanya karena Gustav sakit keras.
Katanya, permintaan terakhir Gustav adalah Mahesa menikah dengan Nessie.
Ia pun melangkah turun. Perlahan, Nessie dan para tamu terperangah melihat tubuh jangkung nan gagah itu kini terbungkus stelan jas berwarna hitam.
Mahesa tampak tampan dan berkarisma.
Hal ini membuat Nessie berbangga hati meski senyum Mahesa tak tampak sama sekali.
Dengan manja, Nessie menghampirinya dengan gaun pink muda yang cukup mencetak lekuk tubuh langsingnya.
"Sayang, akhirnya kau turun juga. Aku sudah gelisah menunggumu sejak tadi."
Namun, Mahesa bersikap tak peduli. Ia justru melirik ke arah Gustav yang tengah duduk di kursi roda dan tersenyum ke arahnya.
"Karena pasangan prianya sudah datang, sebaiknya acara pertunangannya kita mulai saja."
"Iya, mulai sekarang saja!" Nessie mengangguk setuju.
Mereka pun mulai melakukan tukar cincin. Suara tepuk tangan segera menggema di ruangan itu.
Namun, Mahesa tak peduli dengan itu semua.
Ia tetap menjalani hari seperti biasa. Bahkan, keesokan paginya, Mahesa sudah tampak rapi dan tampan dengan stelan kerjanya yang berwarna hitam.
Ketukan sepatu mahalnya terdengar saat ia melangkah menuju teras depan, tempat mobil mewahnya telah terparkir rapi di sana.
"Maaf, Tuan Mahesa, apa Anda tidak akan sarapan dulu sebelum berangkat ke kantor?" Seorang pelayan menghampiri Mahesa dan bertanya dengan sopan.
"Tidak akan sempat jika aku sarapan di rumah. Aku sudah terlambat lima belas menit," jawab Mahesa sambil masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi.
"Ck! Untuk pertama kalinya aku terlambat berangkat ke kantor. Apalagi siang ini ada meeting penting."
Mahesa berdecak kesal, lalu mulai mengemudikan mobilnya yang mencapai harga miliaran itu dengan cepat.***
Di sisi lain, Riana tengah menggenggam tangan kiri Kenzie saat keluar dari sebuah supermarket.
Karena restorannya sedang diliburkan, maka hari ini Riana sengaja mengajak Kenzie membeli mainan dan makananan yang disukainya.
Namun, ia tiba-tiba teringat sesuatu.
"Ah, Ya ampun," ucapnya.
"Kenapa, Ma?" Kening Kenzie mengernyit saat Riana menghentikan langkah tiba-tiba.
"Mama lupa mau beli makanan untuk Moly. Kasihan dia, stock makanannya sudah habis."
Moly adalah nama kucing kesayangannya Kenzie, kucing persia yang diberikan oleh Aram.Mendengar itu, Kenzie menepuk jidatnya juga. "Ya sudah, Mama pergi saja lagi ke supermarket, aku akan tunggu di bangku itu."
Telunjuk Kenzie pun mengarah ke sebuah bangku besi tak jauh darinya.
"Kau yakin?"
"Iya Ma."
"Baiklah, tunggu sebentar ya. Mama janji tidak akan lama," ucap Riana sambil mengusap kepala Kenzie, kemudian melangkah menuju supermarket.
Sesuai perintah sang ibu, Kenzie lantas duduk di bangku sambil mengamati jalanan yang ramai oleh kendaraan.
Namun ....
CEKIIIT!
Anak itu terjatuh ke aspal karena tersenggol mobil yang saat ini dikendarai Mahesa.
"Aduh ... Mama ... sakit ...."
"Ya Tuhan! Dia terluka," pekik pria itu syok saat melihat dari kaca depan. Diperhatikannya bagaimana anak itu memegangi sikutnya yang baret dan berdarah.
Segera, Mahesa melepaskan sabuk pengaman dan turun dari mobil.
"Perih sekali ... Aduh ... "
Mendengar ringisan anak itu, Mahesa segera berjongkok di sampingnya dan mengusap punggungnya. "Maaf, Om tidak sengaja. Tanganmu terluka. Om punya kotak obat di mobil, kita obati dulu lukamu di mobil ya."
Hanya saja, Mahesa tak bisa melihat wajah anak itu karena dia terus saja menunduk dan melihat sikutnya yang perih.
"Takutnya nanti lukamu jadi infeksi. Mau Om obati lukanya, ya?" tanya Mahesa lagi.
Kali ini, anak laki-laki itu akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap Mahesa.
Namun, Mahesa dibuat tercengang saat pertama kali melihat wajah anak itu.
Bagaimana tidak? Anak itu memiliki iris wajah yang nyaris sama persis dengan wajah Mahesa saat masih kecil. Bahkan, warna bola matanya pun berwarna biru.
Ia seakan teringat dirinya waktu kecil."Boleh, Om. Tanganku sakit, tolong obati tanganku, Om." Anak itu menunjukan sikutnya yang luka pada Mahesa. Tapi, Mahesa justru masih terpaku pada wajah anak laki-laki itu.
"Siapa namamu, Nak?" tanya Mahesa, sangat penasaran.
"Kenzie. Nama lengkapku Kenzie Fabian Pratama, Paman, " jawab Kenzie sambil menepuk dadanya, memperkenalkan diri.
Mahesa tersenyum. Namun, dalam hati, ia membatin, "Ini sangat aneh. Bagaimana bisa ada seorang anak yang wajahnya sangat mirip denganku?"“Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo masuk!” Mahesa mempersilakan Nessie masuk ke dalam mobilnya.Nessie tersenyum dan duduk di kursi belakang bersama pengasuh dan Andra.Tentu saja Nessie mendekap Andra di atas pangkuannya. Tak sedikit pun Nessie berniat memberikan Andra kepada pengasuh yang duduk di sampingnya.Mobil Mahesa lantas melaju meninggalkan lapas dan merambat di jalan raya.Seulas senyum tipis tersungging di bibir Riana. Sambil tangannya mendekap punggung Anna yang kini tertidur di atas pangkuan, Riana mendesah lega dalam hati.“Aku senang melihat Nessie dan Andra tersenyum sebahagia itu,” batin Riana.***“Ayo Pa! Lempar bolanya ke mari!” Kenzie berseru pada Mahesa yang berdiri cukup jauh di hadapannya.Sedangkan Kenzie sendiri duduk di atas pelampung bebek warna kuning dan mengangkat kedua tangannya ke atas, bersiap menyambut lemparan bola dari Mahesa.Saat ini ayah dan anak itu sedang bermain bola di dalam kolam renang. Sesekali tawa mereka akan terdengar sampai ke teling
Momen yang sangat Riana tunggu-tunggu selama ini adalah momen kebebasan Nessie dari dalam penjara.Dan hari ini Nessie akan bebas. Dengan segera Riana bersemangat mendandani Andra dan memakaikan baju terbaik untuk balita tersebut.Bahkan Riana mengemasi barang-barang Andra serta pakaiannya ke dalam koper.“Sayang, kau sudah siap?” tanya Mahesa yang masuk ke dalam kamar dengan penampilannya yang sudah rapi dengan stelan kemeja berwarna biru tua.Sementara Riana sendiri tampak manis dengan celana jeans pensil dan baju kaus biru muda yang dipadukan dengan cardigan putih.“Sudah. Sekarang aku hanya tinggal menyisir rambut Andra. Sebentar lagi dia akan siap,” kata Riana sambil menyisiri rambut Andra yang duduk di atas pangkuannya.Karena masih balita dan sedang aktif-aktifnya, terkadang Andra tak bisa diam hingga membuat Riana sedikit kesulitan saat menyisir rambut bocah itu.“Tahan ya, sayang. Biar Tante rapika dulu rambutnya.”Bibir Mahesa mengulum senyum memperhatikan istrinya yang tela
Malam hari, Mahesa mencari keberadaan istrinya yang entah berada di mana. Mahesa terbangun dilarut malam dan keningnya berkerut saat tak menemukan Riana di sampingnya. "Riana? Sayang, kau di mana?" Mahesa memanggil, ragu-ragu saat mengeraskan suaranya karena takut anak-anak itu akan terbangun mendengar teriakannya. "Oekk ... Oekk ... " Suara tangisan balita terdengar dari arah kamar Anna. Hal itu membuat langkah Mahesa terhenti. "Anna bangun?" segera Mahesa memutar langkahnya menuju kamar putri keduanya. Begitu membuka pintu kamar, Mahesa langsung berseru memanggil nama anaknya. "Anna!" "Aaakhh!" kedatangan Mahesa yang tiba-tiba membuat Riana memekik terkejut sambil menutupi dadanya yang tadi sempat ia keluarkan karena akan menyusui Anna. Namun setelah tahu yang masuk ke kamar Anna adalah Mahesa, Riana pun tidak lagj menutupi dadanya dan kembali melanjutkan menyusui Anna. "Kau datang membuatku terkejut." Riana berkomentar. Mahesa menutup pintu kamar, lalu melangkah mengham
Masih berada di rumah Aram, Riana turun ke lantai bawah dan berkeliling sejenak seolah sedang bernostalgia melihat-lihat kembali isi di dalam rumah tersebut.Riana ingat dulu dirinya seringkali berkunjung ke rumah Ara, bersama Kenzie. Ternyata isi rumah tersebut sudah banyak berubah. Termasuk letak beberapa furniture yang diubah sedemikian rupa."Lukisan itu?" dari sekian banyak benda yang ada di penjuru rumah Aram, perhatian Riana justru terpaku pada sebuah lukisan kuno yang menampilkan gambar seorang nenek tua yang sedang duduk manis di kursinya. Nenek tua itu mengenakan selendang berwarna abu yang telah pudar, serta kain jarik sebagai penutup kakinya yang telah keriput. Sementara rambutnya yang telah berubah dibiarkan tersanggul ke belakang. "Ini adalah lukisan kesayangan Bu Risma," gumam Riana sedih sambil menyapukan jemarinya pada permukaan lukisan yang terpajang rendah di dinding ruang tengah."Aku tidak percaya kau masih mengingatnya, Riana. Kau masih ingat dengan lukisan kes
Setelah sarapan, Mahesa langsung mengabari Leo bahwa ia akan berangkat ke kantor sangat siang. Mahesa meminta Leo untuk menghandle sedikit pekerjaannya sampai Mahesa sendiri tiba di sana.Begitu Leo menyanggupi, Mahesa pun mengakhiri teleponnya dan masuk ke dalam mobil, dimana Riana yang menggendong Anna dan seorang pengasuh yang menggendong Andra sudah berada di dalam mobil tersebut.“Kita mau belanja di mall mana, sayang?” Mahesa bertanya pada Riana yang duduk di sampingnya.“Mall mana saja. Aku tidak masalah.”“Bagaimana kalau di mall yang dekat dengan kantorku” Mahesa bertanya lagi.Riana mengangguk setuju.Riana tahu kalau mall yang dekat dengan kantor Mahesa adalah mall terbesar yang ada di Jakarta. Namun Riana tidak menolak saat Mahesa menawarkan pergi ke mall tersebut.Sebab lelaki itu tidak akan keberatan meski Riana berbelanja sepuasnya di sana.Sejurus kemudian, mobil Mahesa pun tiba di baseman mall. Riana menggendong Anna turun dari mobil setelah Mahesa membukakan pintu mo
“Sayang! Sayang!” pagi ini Mahesa berseru memanggil-manggil istrinya.Lelaki itu baru keluar dari kamar mereka namun sudah heboh mencari Riana seperti ingin menyampaikan sebuah berita baik.Seruan Mahesa yang lantang tentu saja sampai di telinga Riana yang sedang menata sarapan di atas meja.“Aku di sini.” Riana balas berteriak.Segera Mahesa mempercepat langkahnya menghampiri sang istri.“Selamat pagi!” lelaki itu mendaratkan ciuman singkat di pipi kanan Riana.“Pagi,” balas Riana sambil tersenyum tipis. Tangannya sibuk menata makanan.“Pagi-pagi begini sudah heboh mencariku. Tidak biasanya. Aku yakin kau belum cuci mukamu, kan? Ada apa?” tanya Riana.Mahesa yang mendengar ucapan istrinya itu spontan menyentuh wajahnya yang memang belum sempat dicuci.Semua itu gara-gara Mahesa terbangun oleh sebuah pesan yang masuk ke ponselnya. Pesan yang membawa kabar bahagia untuknya, mungkin juga untuk Riana.Itulah mengapa Mahesa sangat bersemangat memberitahukan kabar ini pada istrinya.“I hav