"Wow, aku tidak pernah bertemu wanita sejutek dirimu," ucap Mahesa, takjub dengan sikap Riana yang selalu ketus padanya.
"Karena aku tidak suka berlemah lembut pada lelaki brengsek yang pernah merenggut kehormatanku," tegas Riana membalas perkataan Mahesa.
Jelas saja ucapan Riana tersebut membuat Mahesa merasa tersindir.
"Aku sudah meminta maaf. Kau masih belum memaafkanku untuk itu?"
Menarik nafas panjang, Riana pun membuang pandangan ke arah lain, enggan menatap mata Mahesa yang saat ini intens menatapnya.
"Baiklah, sepertinya kau memang masih marah. Jujur, aku tidak tahu bagaimana cara meluluhkan hati wanita, terlebih wanita yang keras kepala sepertimu. Aku sangat mengakui kesalahanku malam itu, tapi kau bersikeras menolak permintaan maafku."
Riana tetap bergeming. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.
Gurat tegas dan masam di wajah wanita itu menunjukkan bahwa hati Riana masih terluka akibat malam
"Benarkah itu, Riana? Kau dan Kenzie akan berangkat bersama dia?" tanya Aram menatap Riana yang terdiam menggigit bibir bawahnya."Begini saja, biarkan Kenzie yang memilih dia mau diantar oleh siapa, olehku atau olehmu." Aram mengusulkan sambil menunjuk ke arah dirinya sendiri, lalu mengarahkan telunjuknya pada Mahesa."Oke!" Mahesa menganggukan kepala, tampak tak keberatan dengan usul Aram barusan."Kenzie, kau mau diantar oleh mobil siapa hari ini? Om Aram atau Om Mahesa?" Kedua lelaki tampan itu sama-sama mengarahkan pandangan mereka ke arah Kenzie. Menunggu jawaban dari bocah TK tersebut."Om Aram … " ucap Kenzie.Senyum lebar langsung merekah di bibir Aram begitu Kenzie menyebut namanya."Maaf Om Aram, aku mau berangkat sekolah dengan Om Mahesa, hari ini. Karena Om Mahesa lebih dulu datang," lanjut Kenzie yang seketika membuat senyum di wajah Aram padam.Senyum itu berganti dengan raut k
Riana menundukan wajah. Tak langsung menjawab pertanyaan Aram. Tentu hal itu makin membuat rasa penasaran Aram meningkat. "Riana, aku sedang bertanya padamu.""Mahesa adalah ayah kandungnya Kenzie," jawab Riana pelan. Namun suara lirihnya itu masih terdengar di telinga Aram. "Apa? Jadi, dia lelaki brengsek yang sudah memperkosamu dulu?" pekik Aram terkejut. Bola matanya melebar tak percaya. "Lelaki itu sudah merenggut kesucianmu, Riana. Kenapa kau membiarkan dia kembali masuk ke dalam kehidupanmu? Kenapa membiarkannya dekat dengan Kenzie?" Riana mengangkat wajah. Kini ia bisa melihat gurat kecewa sekaligus marah di wajah Aram. "Saat pertama kami bertemu lagi, aku sudah berusaha menghindarinya dan memintanya menjauh. Bahkan sudah kututup-tutupi soal Kenzie darinya. Tapi dia sangat yakin Kenzie anaknya hanya dengan melihat kemiripan di wajah mereka. Mahesa melakukan test DNA tanpa sepengetahuanku. Lalu … ""Lalu apa yang dia lakukan selanjutnya?" "Dia mengancam akan mengambil ha
Ketika di pertengahan acara, kepala sekolah memanggil tiga orang murid paling berprestasi untuk naik ke atas panggung. Dan Kenzie mendapat urutan pertama. "Selamat, Kenzie. Kau mendapat penghargaan dari sekolah. Ibumu ada di sini, apa yang ingin kau katakan padanya?" kepala sekolah bertanya setelah memberikan sebuah piagam dan piala untuk Kenzie. Kenzie menatap pada Riana yang sudah berkaca-kaca. "Terima kasih, Mama. Mama yang terbaik. Selamanya aku cinta Mama," ucap Kenzie di depan mic yang membuat suaranya menggema di penjuru aula itu.Sementara itu, Mahesa juga ikut terenyuh mendengar kata-kata manis Kenzie untuk Riana. Kemudian matanya melirik ke arah Riana sembari mengulas senyum. "Kenzie sangat beruntung dilahirkan oleh wanita sebaik Riana. Dia wanita hebat," batin Mahesa. Tampaknya Aram menyadari Mahesa yang tersenyum menatap Riana. "Sejak tadi kuperhatikan, Mahesa terus sana mencuri pandang ke arah Riana. Sudah kuduga Mahesa memang berniat mendekati Riana," batin Aram y
Dengan penuh semangat, Mahesa sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Tentu saja ia berniat mengantar Kenzie ke sekolah. Kalau perlu, sekaligus dengan Riana. "Aku tak boleh terlambat. Jika tidak, mungkin dokter menyebalkan itu akan menjemput mereka lebih dulu," gumam Mahesa sambil menyambar jas kerjanya yang ada di atas kasur, kemudian mengenakannya. Segera, Mahesa masuk ke dalam mobilnya dan melajukannya cukup kencang. Sejurus kemudian, mobil itupun berhenti di depan rumah Riana. Akan tetapi, kening Mahesa berkerut saat melihat kontrakan itu sudah kosong. "Riana dan anaknya sudah diantar oleh Pak Dokter. Tadi Pak Dokter ke sini untuk menjemput mereka. Mobilnya baru saja pergi." seorang tetangga Riana yang sedang menjemur pakaian di terasnya, memberitahu Mahesa. Mahesa menghempaskan tangan kanannya ke sisi tubuh, lalu mengusap wajahnya dengan kecewa. "Sepertinya Aram sudah menduga aku akan datang, jadi dia bergerak lebih cepat dariku. Memang Aram sialan!" Sambil menelan kecew
"Nessie! Untuk apa kau meminta dia mengambil foto kita?" Mahesa protes. "Apa salahnya, sayang? Aku ingin memiliki moment romantis berdua dengan tunanganku," ujar Nessie dengan santai. Wajah Mahesa tampak kesal. "Kau tidak keberatan foto kami, 'kan?" Nessie kembali menoleh pada Riana. Riana menggeleng. "Tidak, Nona.""Oke. Tolong ambil foto kami sebagus mungkin." Riana memundurkan langkah dan mengangkat ponsel Nessie sejajar dengan wajahnya. Sementara Nessie menggeser duduknya merapat dengan Mahesa dan merangkul lengan lelaki itu dengan sangat mesra. "Apa yang kau lakukan ini sangat konyol." Mahesa memutar bola mata dengan malas. "Kau tidak pernah mau difoto denganku. Aku senang karena waitres itu mau membantu mengambil foto kita," balas Nessie. Tanpa diduga, Nessie mencium pipi kiri Mahesa dan membuat Mahesa melebarkan mata. Riana pun sempat terkejut, tapi ia segera bersikap biasa saja dan langsung memotret foto itu. "Hasil fotonya cukup bagus. Terima kasih sudah memotret k
"Dalam mimpimu!" Riana membalas dengan nada ketus. Lantas berlalu pergi meninggalkan Mahesa sambil menarik Kenzie bersamanya.Mahesa tersenyum miring. "Kurasa sepertinya kemah ini akan terasa sangat menyenangkan," ucapnya kemudian mengikuti langkah Riana dari belakang. Akhirnya, semua orang pun tiba di sebuah lapangan luas yang akan menjadi tempat di mana kemah diadakan. Semua orang mendirikan tenda. Mahesa sendiri membantu seorang guru mendirikan tendanya. "Tuan Mahesa ini baik sekali, ya. Terima kasih sudah membantu saya mendirikan tenda." seorang guru berkata pada Mahesa sambil melempar senyum manis pada sang CEO tampan itu. "Sama-sama." Mahesa balas tersenyum. Diam-diam Mahesa tahu jika seja tadi mata Riana melirik-lirik ke arahnya. Memperhatikan interaksi antara dirinya dengan si guru wanita itu yang terlihat terang-terangan berusaha mendekati Mahesa. Mahesa balas melirik pada Riana. Membuat Riana terkejut karena tertangkap basah sedang memperhatikannya. Segera, Riana menga
"Bagaimana kemah kalian? Apakah sangat menyenangkan? Kenzie tidak rewel selama di sana, 'kan?" tanya Aram dari seberang telepon."Kenzie terihat senang di sini. Sejak tadi dia terlihat antusias," balas Riana.Meski tak dapat kendengar apa yang dibicarakan oleh Aram, namun Mahesa merasa cemburu.Wajahnya pun memerah.Tak ingin membiarkan dadanya semakin panas, Mahesa pun melangkah melewati Riana dan pergi menemui Kenzie."Wah, pasti kemahnya sangat seru. Jangan lupa abadikan fotonya ya! Nanti aku ingin melihatnya," pinta Aram.Sesaat, Riana tak begitu fokus mendengar ucapan Aram. Matanya menatap punggung Mahesa yang bergabung dengan anak-anak yang saat ini sedang duduk berkumpul di atas tikar lebar yang digelar."Baik. Nanti akan kukirimkan fotonya padamu."Setelah itu, Riana segera mengakhiri pembicaraan dan mematikan telepon. Kemudian melangkah menyusul Mahesa.Terde
Mendengar permintaan Riana, senyum tipis tersungging di bibir Mahesa. "Oke. Aku akan menunggu di sini," ucap Mahesa sambil memberi isyarat agar Riana segera masuk ke dalam toilet itu. Riana mengangguk, lantas bergegas masuk dan menutup pintu. "Jangan mengintip!" terdengar suara Riana memberi peringatan dari dalam toilet. "Paling hanya mengintip sedikit saja," canda Mahesa. Mahesa terkekeh pelan saat Riana memukul pintu dengan keras. "Tidak akan. Tenang saja, aku tidak bernapsu pada wanita yang sedang buang air," ucap Mahesa, membuat Riana mengerucutkan bibir di dalam toilet itu. Begitu selesai, Riana dan Mahesa pun sama-sama berjalan beriringan menuju tenda.Mereka melewati jalan yang hanya disirami oleh cahaya bulan sebab senter yang dipegang oleh Riana ternyata mati karena kehabisan baterai."Mengapa kau pergi sendiri saja ke toilet, apa Kenzie sudah tidur?" Mahesa bertanya sambil tetap melangkah di samping Riana. "Iya, dia sudah tidur. Aku tidak tega membangunkannya.""Rian