Mata Mahesa melebar tak percaya. Meski telah enam tahun berlalu, namun wajah gadis yang terpampang di kamera CCTV-nya masih tampak jelas dalam ingatan. "Aku harus mengejarnya! Aku yakin itu dia." segera, Mahesa bangkit berdiri dan berjalan cepat menyusul Riana yang berjalan menuju ke arah dapur restoran. Sialnya, saat Mahesa baru saja akan masuk ke sana, seorang manajer restoran menahannya. "Maaf, Tuan. Anda tidak bisa sembarangan masuk ke dapur kami. Area ini hanya untuk para koki dan asistennya," ucap manajer itu dengan sopan. "Aku sedang mencari seseorang.""Seseorang? Dan siapakah orang itu? Mungkin aku bisa membantu Anda menemukannya." "Aku ... aku lupa siapa namanya. Aku sudah mencarinya sejak lama. Dia seorang wanita bertubuh langsing, memakai seragam waiters, kurasa dia baru saja masuk ke dalam dapur ini." "Apa kau yakin?" manajer itu mengernyitkan alis. Mahesa mengangguk. "Bisakah kau mengizinkanku masuk ke dalam dapur untuk mencarinya? Aku bisa membayar berapapun yan
"Aku sangat berharap kau mau menerima lamaranku, Ri. Jika belum siap menikah, aku akan sabar menunggu sampai kau siap. Selama ini aku terlalu takut mengungkapkan perasaan ini. Tapi sekarang aku tak bisa menyembunyikannya lagi," jelas lelaki berbola mata abu itu pada Riana. Kedua matanya menatap wajah Riana yang menunduk. Wanita cantik itu tampak sedang berpikir. "Sekarang aku tidak ingin hanya jadi sekedar temanmu saja, tapi juga jadi orang yang bisa melindungimu da Kenzie. Aku juga ingin jadi ayahnya Kenzie. Aku berani bersumpah perasaanku sangat tulus." "Apa aku harus menerima lamaran Aram? Aku tidak mencintainya, tapi lelaki itu sudah banyak membantuku sejak aku hamil Kenzie. Aku banyak berhutang budi pada Aram. Jika aku menolak, Aram pasti akan kecewa. Terlebih, ibunya terlihat sangat ingin melihat Aram memiliki pasangan hidup," gumam Riana dalam batinnya. Di antara dilema yang dirasakannya, Riana akhirnya memberanikan diri mengambil sebuah keputusan. Kini manik matanya teran
"Om Mahesa, kenalkan, ini mamaku." Kenzie beralih ke samping Riana dan menggenggam tangan kanannya di depan Mahesa. Sementara Mahesa dan Riana masih saling mengikat pandangan. Mahesa masih dengan wajah terkejutnya, sedangkan Riana menatap dengan sorot kebencian. "Lelaki itu, dia yang sudah membuatku diusir dari rumah. Dia yang sudah menghancurkan kehidupanku. Kenapa aku harus kembali bertemu dengannya," ucap Riana dalam hati.Diam-diam tangan kiri Riana terkepal kuat. Menahan diri untuk tak melayangkannya ke pipi Mahesa. "H-hai! Aku Mahesa." Riana menatap tangan kanan Mahesa yang terjulur ke arahnya. "Mama, kenapa malah melamun? Om Mahesa mengajak Mama berkenalan." Kenzie sedikit menggoyangkan tangan Riana hingga wanita cantik itu tersadar dari lamunannya lalu membalas uluran tangan Mahesa. "Riana.""Riana, enam tahun kita tidak bertemu. Lalu sekarang kita kembali dipertemukan oleh Kenzie," batin Mahesa. Matanya menatap Riana dengan lamat. Merasa risih ditatap sedalam itu, Ri
"Bukan! Kenzie bukan anakmu!" Riana menjawab dengan tegas.Jawaban yang mengejutkan Mahesa.Tapi tentu saja Mahesa tak langsung percaya pada wanita yang pernah tak sengaja ditidurinya itu."Bohong! Kau pasti berbohong.""Kenzie anakku! Aku yang mengandungnya. Jelas hanya aku yang paling tahu siapa ayahnya," ucap Riana.Sebisa mungkin Riana memasang wajah tegas di depan Mahesa. Padahal jauh di dalam hatinya, Riana panik dan gelisah.Bagaimana jika Mahesa mengetahui semuanya?"Lalu bagaimana bisa wajahnya mirip denganku?"Pertanyaan kali ini mampu membekukan tubuh Riana. Bola matanya pun melebar terkejut."Mirip? Itu hanya perasaanmu. Kenzie sama sekali tidak mirip denganmu!"Ada yang patah, begitulah yang Mahesa rasakan dalam hatinya saat mendengar ucapan Riana."Kalau benar dia bukan anakku, lalu siapa ayahnya?" Mahesa bertanya yang kesekian kali.
Wajah Riana semakin tegang saat Kenzie malah menarik tangannya untuk menghampiri Mahesa."Hei! Senang bisa bertemu lagi denganmu, Kenzie." Mahesa menunduk dan mengusap pipi kiri bocah itu.Kenzie tersenyum. "Aku juga senang bisa bertemu Om lagi," jawab Kenzie.Riana mengusap lengannya, lalu membuang pandangan ke arah lain saat Mahesa menatapnya."Jadi, kau datang dengan mamamu?""Iya. Dengan Om Aram juga." Kenzie menarik tangan Aram agar langkah Aram lebih dekat dengan Mahesa."Mahesa." Mahesa menjulurkan tangan kanannya ke arah Aram."Aram." dan Aram membalas jabat tangan itu.Raut wajah Nessie terlihat malas saat moment romantisnya bersama Mahesa harus terganggu dengan pertemuan ini."Kenzie, tadi kau mau ke toilet, 'kan? Ayo mama antar!" Riana merangkul pundak Kenzie. Menariknya menjauh dari Mahesa."Maaf, aku mau mengantar putraku dulu. Permisi," pami
Riana segera menggelengkan kepalanya dengan tegas."Kenzie bukan anakmu! Kau salah, malam itu tidak membuatku hamil!""Benarkah? Tapi kenapa wajahmu terlihat panik dan gelisah? Kau seperti sedang menyembunyikan sesuatu dariku." Mahesa bertanya seraya menyipitkan sebelah mata.Jemari Riana meremas ujung seragamnya. Berkali matanya bergerak-gerak gelisah. Dan hal itu tentu tak luput dari pengamatan Mahesa."Usia Kenzie empat tahun, sementara malam itu sudah berlalu enam tahun. Bagaimana kau bisa berpikir kalau Kenzie anakmu?""Warna bola matanya, iris wajahnya, cara dia bicara, juga senyumnya, semua itu seolah fotocopy diriku. Tentu aku curiga kalau dia putraku."DEG!Seketika detak jantung Riana seakan terhenti sesaat.Rupanya Mahesa menyadari kemiripan antara dirinya dengan Kenzie. Riana tak bisa mengelak jika warna bola mata mereka memang sama persis."Kau salah, ayahnya K
"Terima kasih sudah mengantar Riana pulang. Sebaiknya kau juga pergi dari sini," ujar Aram."Tidak perlu mengusirku karena tanpa disuruh pun, aku memang akan pergi." meski hatinya masih ingin bertemu Kenzie, namun Mahesa memutuskan pergi karena kesal dengan Aram yang terang-terangan mengusirnya.Dengan wajah keruh, Mahesa masuk ke dalam mobilnya. Ekor matanya sempat melayangkan tatapan tajam ke arah Aram yang dibalas Aram dengan sorot yang sama.Detik selanjutnya, mobil Mahesa pun melaju kencang meninggalkan rumah itu."Lelaki itu seperti sedang berusaha mendekati Riana. Aku tidak akan membiarkannya," gumam Aram sambil berpangku tangan.***"Riana, lelaki tampan yang kemarin tidak datang lagi ya, hari ini? Bagaimana rasanya makan malam berdua dengan lelaki setampan dan sekaya dia?"Lagi, hari ini Riana kembali digoda oleh teman kerjanya.Menghembuskan napas panjang, Riana lantas menggel
"Bukan apa-apa. Tidak usah dengarkan orang itu. Ayo kita pulang, Kenzie!" Riana menarik pelan tangan Kenzie dan berniat segera membawa bocah itu pergi dari Gustav."Tunggu!" namun Gustav malah memegangi lengan Riana, menahannya dari belakang hingga langkah Riana kembali terhenti.Sambil menahan emosinya, Riana mendelik ke arah Gustav. "Lepaskan tangan Anda, Tuan!""Kenapa kau tidak menuruti perkataanku dulu? Kenapa memilih melahirkan anak ini? Oh, aku tahu. Kau pasti sengaja melahirkannya karena berharap suatu saat anak ini anak jadi pewaris di keluarga Anderson? Ck! Jangan berharap! Sampai kapanpun, mimpimu itu tidak akan terwujud," ujar Gustav sambil berpangku tangan dan memasang wajah jumawa di depan Riana."Yang pantas menjadi pewaris keluarga kami adalah anak dari keturunan wanita