Happy ReadingHari itu, sinar matahari terasa lebih terik dari biasanya. Mungkin karena gugup yang tak tertahankan, atau mungkin karena hari itu adalah salah satu langkah besar dalam hidup Nara — fitting pakaian akad dan resepsi sekaligus sesi foto prewedding bersama Aldo.Di studio bridal ternama di pusat kota, Nara duduk di depan cermin besar dengan lampu bulat-bulat mengelilinginya. Rambutnya sedang ditata pelan oleh penata rias, sementara beberapa kain gaun putih dengan motif halus tergantung di belakangnya, menunggu dipilih.Aldo, yang baru saja tiba, melambaikan tangan kecil ke arah Nara dari pintu. Ia mengenakan kemeja putih santai dan jeans, tampak lebih santai dibandingkan Nara yang sudah berdebar sejak pagi.“Hari ini kamu cantik banget,” kata Aldo sambil mendekat.Nara tersenyum canggung. "Baru mulai dandan juga.""Udah kelihatan kok," Aldo mengedipkan mata bercanda, membuat Nara sedikit lega.*Gaun pertama yang dikenakan Nara adalah kebaya putih bersulam benang perak, dip
Happy ReadingHari pernikahan tinggal dua minggu lagi. Semua terasa bergerak cepat — undangan sudah tersebar, dekorasi dipilih, katering finalisasi menu, dan Nara seharusnya merasa bahagia.Tapi setiap malam, saat lampu kamar dipadamkan, ketenangan itu pecah.Nara kembali bermimpi. Dalam mimpinya, ia berdiri di tengah lorong panjang berwarna kelabu, mengenakan gaun pengantin putih yang kotor dan robek. Di ujung lorong, Rehan berdiri. Wajahnya pucat, matanya kosong. Ia mengulurkan tangan, memanggil Nara dengan suara serak."Kenapa kamu ninggalin aku?"Nara mencoba berlari, namun kakinya terasa berat, seperti terjebak lumpur. Suara Rehan menggema di dinding lorong."Kenapa kamu bohong soal bahagiamu?"Nara terbangun dengan nafas tersengal. Tubuhnya berkeringat dingin. Ia memeluk dirinya sendiri di dalam kegelapan, menahan gemetar yang mengalir dari dada hingga ke ujung jari.Itu hanya mimpi, bisiknya. Hanya mimpi. Tapi kenapa rasanya begitu nyata?***Keesokan harinya, Nara mencoba
Happy ReadingHari pernikahan Nara semakin dekat, hanya tinggal beberapa hari lagi. Persiapannya sudah hampir rampung—gaun pengantin telah selesai dijahit, catering telah dipilih, dan dekorasi sudah hampir selesai dipasang di gedung. Semua orang tampaknya sibuk menyusun detail kecil demi detail kecil yang akan membuat hari itu sempurna. Namun, ada satu hal yang tidak bisa dipersiapkan dengan baik: hati Nara.Pagi itu, Nara terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Mimpinya yang buruk tentang Rehan masih menghantuinya, dan meskipun ia mencoba untuk terus maju dengan hidup barunya, bayangan masa lalu itu terus membayanginya. Rehan—laki-laki yang telah menjadi bagian dari cerita hidupnya, laki-laki yang entah kenapa masih memegang tempat khusus di hatinya—meskipun mereka sudah saling berpisah.Dengan cepat, Nara menyambar ponselnya yang tergeletak di meja samping tempat tidurnya. Ia melihat satu pesan yang membuat hatinya berhenti sejenak—sebuah pesan dari sebuah nomor yang tidak diken
Happy ReadingHari yang telah ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Tanggal yang ditetapkan untuk pernikahan Nara dan Aldo. Cuaca pagi itu cerah, matahari bersinar terang, dan angin sepoi-sepoi seolah menjadi pertanda baik bagi hari yang penuh makna ini. Segala persiapan telah dilakukan dengan sempurna, dan keluarga Nara serta Aldo siap untuk merayakan pernikahan yang dianggap sebagai sebuah kebahagiaan baru, sebuah langkah besar dalam hidup mereka.Namun, di balik kegembiraan itu, ada sebuah perasaan yang sulit untuk diungkapkan—sesuatu yang mengganjal di hati Nara. Hari ini, meskipun sudah lama dipersiapkan, tidak sepenuhnya membuat hatinya merasa lega. Nara duduk di ruang rias, mengenakan gaun pengantin yang indah, wajahnya dihiasi riasan tipis namun elegan. Ia memandang dirinya di cermin besar di depannya, mencoba mencerna semuanya.Saat ia menatap cermin, bayangan masa lalu muncul begitu saja. Rehan. Bayangan tentang bagaimana mereka dulu berbicara tentang masa depan, tentang impian yan
Happy ReadingMalam itu, resepsi pernikahan Nara dan Aldo berlangsung dengan penuh kemewahan dan kehangatan. Gedung besar tempat acara digelar dipenuhi dengan lampu-lampu kristal yang berkilau, dekorasi bunga-bunga mewah yang menghiasi setiap sudut, dan suasana yang penuh dengan tawa dan percakapan para tamu undangan. Musik yang merdu mengalun di seluruh ruangan, memberikan kesan elegan namun tetap intim. Namun, meskipun segala sesuatu tampak sempurna, Nara merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hatinya, seakan ada kekosongan yang tak bisa ia isi.Aldo, tampak begitu bahagia. Senyum lebar menghiasi wajahnya, sementara tangan kanannya menggenggam tangan Nara dengan penuh perhatian. "Kamu terlihat cantik sekali malam ini," kata Aldo dengan lembut, menatap Nara penuh kasih sayang.Nara membalas dengan senyuman tipis. "Terima kasih," jawabnya pelan, namun pikirannya kembali melayang ke masa lalu. Di tengah keramaian ini, ia merasa terasing. Pikirannya melayang pada Rehan, pria yang dulu
Happy ReadingRehan duduk sendirian di sebuah bar yang remang-remang, memandang kosong ke arah gelas wine yang sudah hampir habis. Pikirannya kacau, berputar-putar dalam kekosongan yang semakin dalam. Di layar ponselnya, foto pernikahan Nara dengan Aldo terpampang jelas. Senyum Nara yang dulu selalu menjadi sumber kebahagiaannya kini justru menjadi pisau yang menusuk. Itu adalah foto yang diambil di hari bahagia mereka, momen yang harusnya penuh kebahagiaan, tetapi baginya malah membawa penderitaan.Jari-jarinya yang gemetar membuka foto itu lebih lebar, melihat wajah Nara yang begitu cantik dalam balutan gaun pengantin putih. Meski senyum itu tampak sempurna, ada sesuatu yang berbeda. Nara tampaknya sudah bukan lagi wanita yang dulu ia kenal, wanita yang pernah ia cintai dengan sepenuh hati. Rehan merasa hancur melihatnya, karena pada akhirnya, dia adalah orang yang melepaskan Nara. Ia tak pernah bisa memberikan apa yang Nara butuhkan.Di sekelilingnya, tawa teman-teman pelacur yang
Happy ReadingKehidupan rumah tangga Nara dan Aldo berjalan dengan ritme yang teratur, hampir seperti mesin yang terus berputar tanpa henti. Setiap pagi, Nara bangun dengan rutinitas yang hampir sama: menyiapkan sarapan untuk Aldo, merapikan rumah, dan mempersiapkan dokumen-dokumen pekerjaan yang selalu menumpuk. Aldo, dengan sifatnya yang sibuk, sering kali pergi pagi-pagi buta untuk rapat atau pertemuan bisnis, meninggalkan Nara dalam kesendirian yang terkadang mencekam.Pada awalnya, Nara mencoba untuk meyakinkan dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Aldo adalah pria yang baik, penuh perhatian, dan sangat mencintainya. Keluarga mereka menyetujui hubungan ini, dan dia merasa ada rasa tanggung jawab untuk membuat pernikahannya berhasil. Tapi seiring berjalannya waktu, ada rasa kosong yang terus berkembang dalam dirinya. Kehidupan mereka terasa lebih seperti rutinitas yang tak terhindarkan, tanpa ada percikan gairah atau cinta yang menggebu seperti dulu bersama Rehan.Setiap kal
Happy ReadingHoneymoon Nara dan Aldo dimulai dengan antusiasme yang cukup besar. Setelah berbulan-bulan menjalani kehidupan yang penuh rutinitas, mereka memutuskan untuk pergi ke Turki, sebuah destinasi yang selalu Nara impikan sejak lama. Baginya, Turki bukan hanya sekadar tempat wisata, tetapi juga simbol dari kebebasan, petualangan, dan pengalaman baru. Aldo, yang sudah mengetahui betapa Nara sangat ingin mengunjungi tempat itu, akhirnya setuju untuk merencanakan perjalanan yang istimewa.Setibanya di Istanbul, Nara merasa seolah-olah dia memasuki dunia baru yang penuh keajaiban. Kota ini, dengan keindahan arsitektur Ottoman-nya, budaya yang kaya, dan suasana yang hidup, membuatnya terpesona. Aldo, yang meskipun terlihat sibuk dengan urusan bisnisnya, berusaha menyempatkan diri untuk menikmati momen bersama Nara. Ia tahu bahwa perjalanan ini sangat penting bagi istrinya, dan dia ingin membuatnya terasa spesial.Pada hari pertama, mereka mengunjungi Hagia Sophia, tempat yang sangat
Happy ReadingMatahari bersinar hangat di Zurich siang itu. Setelah berminggu-minggu penuh perjuangan, cemas, dan harapan, kini semuanya terbayar dengan manis. Nara sudah sepenuhnya pulih berkat pengobatan terbaik di Swiss. Wajahnya berseri, matanya bersinar penuh semangat yang baru, dan tawa kecilnya yang khas kembali memenuhi rumah.Hari itu, mereka semua berkumpul di halaman belakang villa kecil yang mereka sewa selama di Swiss. Sebuah perayaan kecil diadakan untuk merayakan kesembuhan Nara, keberhasilan Aiden dan Alea dalam ujian semester mereka, dan rencana besar yang mulai membentuk masa depan keluarga mereka.Alea berlarian kecil di taman, tertawa saat Aiden mengejarnya dalam permainan ringan mereka. Sesekali, Aiden dengan nakalnya mencolek pinggang Alea, membuat gadis itu berteriak geli sambil berusaha melarikan diri.Di bawah pohon apel yang rindang, Nara duduk di kursi rotan sambil menikmati teh hangat. Rehan duduk di sampingnya, menggenggam tangan istrinya dengan lembut, se
Happy ReadingPagi yang cerah di Zurich terasa begitu sempurna. Aiden, yang biasanya serius dan terkadang terlihat sangat sibuk dengan pekerjaan dan urusan lainnya, tampak lebih santai hari ini. Setelah menikmati sarapan bersama Alea dan Nara, serta mendengarkan rencana liburan mereka yang semakin menyenangkan, Aiden merasa ada sesuatu yang ingin dia bicarakan.Nara, yang sedang mempersiapkan diri untuk pergi berbelanja dengan Alea, duduk di kursi ruang tamu, memandangi pemandangan luar jendela yang indah. Rehan, yang sedang mengatur jadwal pertemuannya lewat telepon, terlihat sibuk dengan pekerjaannya, namun tetap mencuri waktu untuk berbicara dengan keluarga.Aiden menatap Nara dan Rehan, dengan niat untuk meminta sesuatu yang cukup besar. Melihat momen yang pas, dia mengambil napas panjang dan akhirnya berkata, "Mami, papi, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."Nara yang baru saja selesai memeriksa ponselnya, menoleh dan tersenyum pada Aiden. "Ada apa, Nak? Kamu kelihatan serius,"
Happy ReadingMinggu pertama liburan mereka di Swiss dimulai dengan suasana yang penuh kebahagiaan. Setelah ujian semester selesai dan kabar baik tentang pemulihan Nara yang semakin membaik, Aiden, Alea, Nara, dan Rehan memutuskan untuk menikmati liburan panjang di negeri yang terkenal dengan pegunungannya yang megah dan pemandangan yang menakjubkan ini. Mereka memutuskan untuk menjelajahi keindahan alam Swiss, menikmati kebersamaan mereka setelah melewati banyak tantangan.Pagi itu, mereka tiba di Zurich, kota terbesar di Swiss, dan langsung disambut dengan cuaca yang cerah dan udara segar yang begitu menyegarkan. Rehan, yang selalu merencanakan setiap perjalanan dengan teliti, memesan penginapan di sebuah hotel mewah yang terletak di tengah kota, dekat dengan banyak tempat wisata terkenal. Setelah check-in dan beristirahat sejenak, mereka semua berkumpul untuk merencanakan petualangan mereka hari itu."Bagaimana kalau kita mulai dengan jalan-jalan di sekitar Zurich dulu?" Rehan meng
Happy ReadingAiden dan Alea duduk bersama di meja belajar, keduanya sangat fokus pada buku-buku mereka. Meskipun ujian semester sudah semakin dekat, mereka tidak bisa mengabaikan kabar bahagia yang baru saja mereka terima. Nara, yang sempat terbaring lemah di rumah sakit, kini mulai pulih berkat perawatan yang diterima di Swiss. Kabar ini membuat hati mereka sangat lega. Sejak mengetahui kondisi Nara membaik, mereka merasa seolah-olah beban yang ada di pundak mereka sedikit berkurang."Alea, kamu dengar kabar tentang Nara kan?" Aiden memecah keheningan sambil memandang wajah Alea, yang tampak lebih ceria dari biasanya.Alea mengangguk sambil tersenyum lebar. "Iya, aku senang sekali mendengar bahwa Mami Nara mulai pulih. Aku bahkan tidak sabar untuk bisa bertemu dengan dia lagi. Mami Nara benar-benar wanita yang kuat, Aiden. Aku percaya dia akan kembali sehat seperti sediakala."Aiden mengangguk, matanya tampak penuh dengan kehangatan. "Aku juga merasa lega mendengarnya. Setelah semua
Happy ReadingSetelah keputusan untuk membawa Nara ke Swiss, perjalanan pengobatan dimulai dengan penuh harapan. Nara, yang sebelumnya sangat terpuruk karena kondisinya, kini merasakan sedikit perubahan positif berkat pengobatan yang intensif dan tepat sasaran. Di bawah pengawasan dokter ahli di salah satu rumah sakit terkemuka di Zurich, setiap hari menjadi langkah kecil menuju kesembuhan.Rehan, yang selama ini setia menemani Nara, merasakan betapa beratnya perasaan sang istri, tetapi ia tidak pernah menunjukkan kelelahan atau keputusasaan. Ia selalu berusaha memberikan dukungan terbaik untuk Nara, bahkan ketika terkadang dirinya sendiri merasakan kelelahan luar biasa. Namun, melihat Nara perlahan mulai pulih membuat hatinya tenang. Proses pemulihan Nara tidak hanya mempengaruhi tubuhnya, tetapi juga hatinya. Sinar kebahagiaan kembali menerangi wajahnya, meski masih ada sisa-sisa kelelahan yang harus dihadapi.Hari-hari di Swiss bagi Rehan dan Nara terasa sangat berbeda. Di tengah k
Happy ReadingHari-hari menjelang ujian semester semakin dekat, dan Aiden serta Alea semakin sibuk mempersiapkan diri. Meskipun banyak hal yang mereka hadapi dalam kehidupan pribadi, mereka tetap berfokus pada tujuan yang lebih besar—menyelesaikan ujian dengan hasil yang memuaskan. Alea, yang sudah beberapa kali terlibat dalam berbagai olimpiade, tahu betul bahwa persiapan yang matang adalah kunci. Sementara itu, Aiden, meskipun tertekan dengan keadaan keluarganya, tetap berusaha keras untuk belajar dan berfokus pada ujian.Setiap pagi, Aiden selalu menjemput Alea dengan mobil sport kesayangannya. Mobil itu, yang biasanya menjadi simbol kemewahan dan kesuksesan, kini menjadi alat untuk mendekatkan mereka berdua. Aiden tidak hanya mengandalkan mobilnya untuk mengantar Alea, tetapi juga untuk memberikan kesempatan bagi mereka untuk berbicara lebih banyak, bertukar pikiran, dan saling mendukung.“Alea, siap untuk belajar?” tanya Aiden sambil tersenyum, mengingatkan Alea tentang hari yang
Happy ReadingMalam itu, setelah seharian penuh menjalani perawatan untuk Nara di rumah sakit, Rehan akhirnya memutuskan untuk pulang lebih awal. Nara masih terbaring lemah, meskipun ada sedikit kemajuan. Rehan tahu bahwa mereka harus menghadapinya dengan sabar, meskipun terkadang rasa cemas itu begitu besar. Namun, hari esok adalah hari ujian semester bagi Aiden. Rehan merasa sudah waktunya Aiden untuk kembali pulang dan bersiap-siap. Sebelum berangkat, Rehan mendekati Aiden yang sedang duduk di ruang tunggu rumah sakit, memegang ponselnya dengan tangan yang sedikit gemetar. Rehan tahu betul betapa berat beban yang harus dipikul oleh Aiden, tetapi dia juga tahu, sebagai seorang anak, Aiden perlu waktu untuk menenangkan pikirannya."Aiden, pulanglah bersama Alea. Sudah saatnya kamu istirahat," kata Rehan dengan nada lembut, mencoba memberikan ketenangan. "Nara butuh dukungan kita, tapi kamu juga harus fokus pada ujian semester yang semakin dekat. Jangan biarkan perasaanmu menguasai,
Happy ReadingHari demi hari berlalu, namun keadaan Nara tak kunjung membaik. Meskipun telah mendapatkan perawatan terbaik yang bisa diberikan di Indonesia, kondisi tubuh Nara tetap lemah. Rehan dan Aiden semakin cemas, dan begitu banyak harapan yang terus digantungkan pada kesembuhan Nara. Namun, setiap pagi yang mereka lewati bersama Nara di rumah sakit semakin terasa berat. Nara masih terbaring lemah, tak banyak bergerak, dan wajahnya semakin pucat. Rehan bisa merasakan betapa tubuhnya tak lagi sekuat dulu.Suatu pagi, setelah berbicara dengan tim dokter di rumah sakit, Rehan merasakan ada sesuatu yang harus segera dilakukan. Dia tidak bisa terus berdiam diri menunggu perubahan yang tampaknya tak akan datang. Keputusan ini datang begitu mendalam, begitu mendesak. Dia tidak bisa hanya mengandalkan perawatan di Indonesia yang sepertinya sudah mencapai titik maksimal. "Saya rasa sudah waktunya kita mencari solusi lain," kata Rehan kepada Aiden, suaranya penuh dengan ketegasan dan kes
Happy ReadingSudah hampir seminggu Nara terbaring di rumah sakit, dan keadaan tubuhnya belum juga membaik. Rehan, Aiden, dan Alea tidak pernah meninggalkannya. Mereka bergantian menjaga Nara, selalu berada di sisinya, mendampingi setiap detik yang penuh kekhawatiran. Meski mereka berusaha tetap kuat di hadapan Nara, ada rasa cemas yang tak bisa mereka sembunyikan.Setiap kali Rehan melihat Nara terbaring lemah, hatinya terasa perih. Dia merasa seperti tidak mampu berbuat banyak untuk menyelamatkan ibunya. Walaupun sudah diberi penjelasan tentang penyakit yang diderita Nara, tetap saja tidak ada yang bisa menenangkan rasa takut di dalam dirinya. Nara adalah sosok yang selalu hadir dalam kehidupannya—wanita yang penuh kasih, yang selalu memberi dukungan. Namun kini, ia harus berjuang melawan kondisi tubuhnya yang semakin lemah.Pagi itu, Rehan berdiri di samping jendela rumah sakit, memandangi langit yang mulai cerah, namun hatinya tetap terasa gelap. Di luar sana, dunia berjalan seper