Share

Queen Of Eternity
Queen Of Eternity
Penulis: Tasya

Prolog

Washington, Amerika Serikat.

Seorang gadis sedang berdiri di teras balkon kamar apartemennya ditemani secangkir teh hangat yang berada digenggamannya. Mentari telah usai kini digantikan oleh sang Bulan yang hanya menerangi dikala kegelapan. Netra coklat itu menatap jalanan yang ramai akan kendaraan berlalu-lalang. Udara dingin menyapa, menelusup, menyentuh kulitnya. Kimono yang tipis membuatnya menggigil seketika. Deringan dari ponsel yang berada di atas nakas membuat lamunannya buyar dengan langkah gontai ia memasuki kamarnya untuk mengambil benda tersebut.

“Halo!” sapa Daisy pada seseorang di seberang sana. Daisy kini mendudukan diri di kursi berbahan rotan yang terletak di pojokan teras balkonnya dengan menyesap sedikit tehnya.

Menikmati waktu libur dengan menghabiskan waktu setiap detiknya dengan melakukan hal-hal yang biasa ia lakukan seperti; perawatan wajah dan badan, membaca buku, olahraga ringan, mengistirahtakan otak beserta jiwa yang lelah akan pekerjaan dengan tidur seharian, dan menonton film. Mungkin menurut orang lain liburan yang dilakukan Daisy sangat membosankan akan tetapi bagi Daisy sendiri itu cara dirinya agar bisa menstabilkan tubuhnya kembali.

Pekerjaan yang Daisy lakukan terbilang sangat berbahaya sehingga ia menikmati hari libur hanya berdiam diri di apartemennya. Terkadang ia sesekali keluar untuk berbelanja kebutuhan dirinya dan kemudian ia pun langsung kembali ke apartemennya.

“Kamu belum tidur?” sahutnya. Daisy mengerutkan keningnya, jika diingat tumben sekali temannya ini menghubunginnya pada jam selarut ini. 

“Belum, kenapa?” balas Daisy dengan diiringi pertanyaan untuk orang tersebut. 

Memang biasannya jam segini Daisy sudah menikmati mimpinnya, tetapi karena ini hari libur ia bebas untuk tidur pukul berapa saja. Daisy diberi jatah libur 1 Minggu setelah dirinya menyelesaikan misi yang memerlukan 1 bulan untuk kasus yang ia ungkap.

“Besok kamu disuruh menghadap kepala Direktur pukul 9,” ucapnya membuat Daisy menautkan alisnya bingung. Apa katanya? Kepala direktur ingin bertemu dengan dirinya? Apa Daisy tak salah dengar? Karena kepala Direktur sendiri tak mungkin memanggil seseorang untuk ke ruangannya tanpa ada niat terselubung.

“Hah? Ada keperluan apa?” sahut Daisy. Ia bingung karena tidak biasanya kepala Direktur ingin bertemu denganya. Apakah Daisy melakukan kesalahan? Sehingga membuatnya dihadapkan langsung dengan sang Atasan. Daisy menggeleng ia tak mungkin melakukan kesalahan karena misi yang ia ungkap telah terselaikan dan sudah ditindak lanjuti oleh para kepolisian.

“Hem... Aku tak tahu, mungkin dia butuh bantuanmu.”

Bantuan? Baru saja Daisy menikmati waktu libur kini ia akan bertugas kembali? Oh tidak, mungkin Daisy akan tumbang detik ini juga. “Ayoklah…. Will aku baru saja libur satu hari,” rengek Daisy dengan menghela nafas kasar. Sungguh Daisy sangat lelah dan letih ia butuh waktu lama untuk menstabilkan pikiran dan tubuhnya.

Terdengar suara kekehan di seberang sana membuat Daisy menggeram. Seseorang itu bernama William yang bisa dipanggil Will teman sekaligus sahabat Daisy. "Sungguh… Aku tak tahu, kepala Direktur hanya memberi perintah untuk menghubungi.”

“Aku ingin sekali berlibur tanpa ada yang menggangu!” gerutu Daisy dengan meninggikan oktaf suaranya. Bagaimana tidak kesal, bayangkan saja jika kalian menjadi Daisy ia menjalankan misi dalam waktu 1 bulan terkadang lebih dari itu tanpa adanya istirahat penuh. Jika saja dia tak mengingikan pekerjaan ini kemungkinan dia akan keluar dari pekerjaan tersebut. Akan tetapi, balik lagi ke tujuan utama karena Daisy tak mungkin meninggalkan pekerjaan yang ia impikan hanya beralasan lelah dan letih itu sungguh tak mungkin bagi Daisy.

“Dan… Mungkin ini yang membuatmu semangat. Pak kepala memberimu jatah libur 3 bulan,” jelas Will membuat Daisy terkejut bukan main sehingga menyebakan jantungnya merasa nyeri akibat ucapan yang Will lontarkan.

“Hah! benarkah?” teriak Daisy dengan bangkit dari kursi. Dan mungkin saja, di seberang sana Will menjauhkan ponsel dari telinganya karena teriakan Daisy bagaikan maungan harimau yang mendapat umpan. Membuat siapa saja yang berada di dekatnya pasti menutup telinga atau kabur bagai ayam dikejar si pemilik.

“Yeah...," lirih Will. Terdengar deru nafas kelelahan dari lelaki itu, entah lelaki itu telah melakukan apa sehingga terdengar jelas lelah letihnya. "Kamu baik-baik saja Will?" tanya Daisy karena ia sangat khawatir pada temannya itu.

"Aku baik-baik saja, kenapa?"

"Tidak! Hanya saja kau terdengar sangat lelah apa kau sedang melakukan sesuatu?" tanya Daisy ia kini diliputi rasa curiga.

Bukanya Daisy berpikir negatif terhadap temannya. Tapi dia menaruh rasa curiga besar pada temannya itu.

"Hey, jangan berpikir yang tidak-tidak. Aku baru saja olahraga malam," balasnya.

Daisy menautkan kedua alisnya. "Olahraga apa malam-malam begini? Setahuku olahraga bisa dilakukan di pagi hari atau sore hari tidak ada yang malam," sahut Daisy membuat Will gemas di seberang sana.

"Apa kau sedang ber-" 

"Daisy jangan bikin aku marah dan mencabikmu detik ini juga!" teriak Will membuat Daisy tertawa terpingkal-pingkal.

Ia sungguh sangat suka menjahili temannya yang satu ini, terkadang juga Daisy menjadi korban pembalasan yang tak masuk akal oleh Will.

Bagi Daisy Will adalah lelaki yang baik ia selalu mendapat perlindungan darinya. Setelah kepergian kedua orangtuanya Will selalu memberinya dukungan dan semangat untuk menjalani hidup, ia selalu menemani Daisy kemana pun dan Will selalu ada disaat keadaan Daisy terpuruk sehingga membuat dirinya tak mau kehilangan Will.

“Baiklah… Besok tepat pukul 9, aku sudah berada di ruanganya.” Demi Tuhan sebenarnya Daisy tak mau namun apa boleh buat dia sudah terikat dengan adanya surat kontrak mau tak mau Daisy harus siap sedia menjalani tugas kapan pun. “Yeah… Baiklah sampai jumpa besok,” lirih Will.

Will, memutuskan ponsel sepihak. Tapi Daisy menghiraukannya. Karena, yang ada diotaknya saat ini bagaimana dia menghadapi sang Kepala direktur?

Daisy berjalan ke arah ranjangnya membaringkan seluruh tubuhnya. Namun, kelopak mata susah sekali untuk terpejam. Karena otak terus saja berpikir ia memikirkan misi apa yang akan ia kerjakan sehingga membuat kepala direktur turun tangan langsung memerintahkan.

CIA(central intelligence agency) adalah salah satu badan intelijen pemerintahan federal amerika serikat. CIA berada di bawah director of national intelligence. CIA memiliki tiga aktivitas yaitu; mengumpulkan informasi seputar pemerintahan asing, perusahaan dan individu. Daisy telah bekerja menjadi agen intel kurang lebih 5 tahun dia menjadi bagian terpenting di divisi NCS (national clandestine service) yang bertugas untuk melaksanakan pengumpulan intelijen rahasia dan aksi-aksi tersembunyi.

Selain mempunyai paras yang cantik dengan tubuh yang molek ia adalah gadis yang sangat cerdas. Tidak heran jika Daisy menjadi incaran para lelaki hidung belang selain itu dia salah satu kepercayaan dilembaga intelijen tersebut.

Daisy menghabiskan sisa remajanya hanya untuk bertugas. Bagi Daisy bertugas sangatlah menyenangkan. Ditambah ia harus menjalankan wasiat dari almarhum kedua orang tuanya untuk meneruskan pekerjaan sang Ayah. 

Aroma kopi yang disuguhkan menyebar kesetiap penjuru ruangan. Membuat seorang gadis yang terduduk diam di kursi ingin sekali meneguknya. Tepat pukul 9:00 Daisy telah berada di ruangan kepala direktur. Kini di seberang meja seseorang lelaki yang sudah lanjut usia terduduk tegak di kursinya dengan menatap fokus layar monitor di hadapanya.  

“Di udara yang dingin kopi panas lebih baik segera diminum. Sebelum pendingin ruangan menyentuhnya lebih dalam,” ujar sang Kepala direktur yang masih setia menatap layar monitornya.

Dan tanpa ragu Daisy meraih cangkir yang berisi kopi dengan asap yang masih mengepul itu. Dihirupnya aroma yang sangat memabukan dengan mata terpejam seolah menikmati aroma yang menyentuh setiap bagian sel-sel otak yang sempat terjebak kaku. “Hmm… Apa yang membuat anda turun langsung untuk bertemu dengan saya. Tuan?” tutur daisy setelah meneguk setengah kopinya.

Tuan Jonshon sebagai kepala Direktur mengalihkan pandanganya. Ia menutup layar monitornya kemudian menatap gadis di hadapanya. Aura ketegangan menyelimuti ruangan tersebut, Daisy yang tak kuat dengan mimik wajah datar dari sang Atasan ia ingin segera keluar dari ruangan. “Saya lebih percaya dengan orang-orang dari kepercayaan saya maka dari itu. Saya memilih kamu untuk menyelesaikan misi ini,” jelas tuan Jonshon yang kini menatap serius pada Daisy.

Daisy menghela nafas pelan kemudian dia mengangkat suara. “Kenapa anda lebih percaya dengan saya? Padahal masih ada anggota lain yang memiliki penghargaan dan jabatan lebih tinggi dari saya. Dan bahkan mereka lebih hebat daripada saya,” sanggah Daisy. Karena memang benar Daisy bukan satu-satunya orang yang berada dibagian divisi itu dan bahkan kemampuan Daisy masih terbilang rata-rata.

Tuan Jonshon menopang dagu dengan tersenyum lembut, “Penghargaan dan jabatan bukanlah hal menandakan seseorang terlihat lebih hebat. Belum tentu mereka bisa apa yang kita bisa manusia mempunyai porsinya masing-masing maka dari itu, saya memilih kamu sebagai pembuktian bahwa yang saya pilih itu tidak seperti yang mereka bayangkan.”

Daisy berpikir sejenak untuk mencerna perkataan yang dilontarkan tuan Jonshon. “Hm… Baiklah jika itu kemauan anda. Saya akan terima dengan lapang dada,” sahut Daisy dengan gerakan kepala menunduk hormat. “Lalu… Apa yang anda ingin saya lakukan?” sambung Daisy.

“Kamu akan saya kirim ke romania."

Daisy melebarkan matanya terkekejut. “Romania? Apakah para tikus itu berada di sana?” tutur Daisy dengan polosnya.

Bagi Daisy nama yang pas untuk seseorang yang bertindak ilegal ialah 'Tikus hitam' menurutnya para manusia itu sama saja dengan tikus-tikus di dalam rumah, mereka akan mengambil makanan tanpa sepengetahuan pemilik rumah kemudian pergi ke tempat persembunyiannya yang semua orang tak tahu dimana tempatnya.

“Hahaha… Ya betul mereka berada di sana,” kekeh sang Kepala direktur mendengar ucapan gadis di hadapanya. “Oh iya satu lagi kamu tentunya tidak akan sendiri. Kamu ditemani Louis dan satu lagi dia anggota dari romania yang akan bergabung denganmu,” imbuhnya. 

Daisy mengerutkan keningnya orang lain katanya? Jadi dia akan bertugas dengan orang asing? Apa dia salah mendengar?

“Tunggu... Maksud anda orang asing? Apa itu tidak membahayakan kita?” protes Daisy tidak setuju karena dia tidak mau adanya penghianat didalam timnya.

“Tenang saja dia juga kepercayaan saya,” terang sang Kepala mencoba untuk meyakinkan gadis di hadapanya.

Daisy menganggukan kepala, “Baiklah… Lalu kapan kita memulainya?” tanya Daisy tak sabaran. Bukan karena dia bersemangat karena ingin menjalankan tugas tetapi dia ingin cepat menyelesaikannya untuk segera berlibur.

“Besok, pukul 8 penerbangan kalian.”

“Apa semuanya sudah diurus?” tanya Daisy lagi.

“Sudah, kalian tak usah khawatir.”

Setelah sesi pertemuanya dengan kepala direktur kini Daisy berada di kafetaria bersama kedua temanya. Mereka adalah William dan Louis, Daisy sempat memberi kabar untuk bertemu di kafetaria perusahaan. Dan di sinilah mereka bertiga, disatu meja dengan makanan dan minuman yang tersaji di hadapanya.

“Setelah sekian lama akhirnya kalian dipersatukan kembali dalam misi,” sindir Will pada kedua orang di hadapannya.

“Yeah... Aku sudah lama tak berseturu denganya,” balas Louis yang menoleh ke arah Daisy.

Louis adalah teman Daisy disatu divisi yang sama mereka dipertemukan pada saat menjalankan misi di inggris untuk mengungkap kejahatan pemerintah di sana dan pada saat itu pula mereka akhirnya menjadi dekat.

“Hmm… Ya sudah lama sekali kita tidak berburu tikus,” sahut Daisy namun ia masih setia dengan makananya. Daisy memakan makanannya dengan santai dan lahap bahkan dia menghiraukan kalau dia sedang duduk dengan kedua lelaki kini yang menatapnya lekat.

“Kasus ini kasus yang berbahaya dan pastinya harus segera dibasmi. Aku tidak mau ada korban lagi, apa mereka tak kasihan menjadikan seorang anak kecil sebagai kelinci percobaan sungguh dimana akal dan fikiran para bajingan itu!” geram Will dengan menggebrak meja sehingga suaranya terdengar kesetiap penjuru kafeteria membuat semua yang sedang menyantap makanannya terkejut bahkan ada yang menyemburkan makanannya.

Will meminta maaf pada semua orang yang menjadi korbannya, Daisy tertawa dengan menutup mulutnya melihat ekspresi Will yang ingin sekali digaplok.

Dan kini mereka fokus kembali pada topik yang mereka bahas.

“Tunggulah… Will kita pasti akan mencincang seluruh tubuh mereka,” balas Louis dengan tersenyum miring.

“Setelah itu, kalian akan berakhir di sel jeruji dengan jalur mencincang daging tikus,” ledek Daisy membuat kedua lelaki itu melotot menatapnya.

***

Washington, Dulles International Airport.

Jadwal keberangkatan pesawat tepat pukul 8:25 Daisy dan Louis bergegas ke area holding bay yang sedikit mengantre, mencari nomor kursi dan akhirnya ketemu. Mereka bergegas untuk duduk, dan tiba dimana pesawat beberapa menit lagi akan take off jarak tempu antara Amerika-Romania kurang lebih 10 jam 30 menit.

Rasa kantuk mulai menyerang Daisy ia mencoba untuk menyanggah kelopak matanya untuk tidak terpejam. Namun belum sempat setengah menit Daisy sudah terlelap Louis yang melirik Daisy melalu ekor matanya kini melihat penuh. Melihat wajah tertidur Daisy yang damai membuat menarik sudut bibirnya ke atas.

Jujur sebenarnya ada rasa aneh ketika berdekatan dengan gadis di sampingnya. Entah perasaan apa? Ketika berdekatan denganya seolah hati ingin keluar dari tempat persembunyianya. Alih-alih tak mau tidur agar lebih waspada terhadap sekitar yang mungkin saja ada serangan dari musuh sehingga ada kesempatan untuk menyerang mereka.

Kini Louis lebih memilih untuk membaca beberapa tumpuk buku yang ia bawa. Sebenernya dulu Louis bukan seorang pembaca, namun semenjak bergabung dibagian intel ia lebih sering membaca. Tapi tunggu rasanya ada yang tidak beres dari perutnya, sebelum mengeluarkan racun yang menusuk indra penciuman orang lain alangkah baiknya dia segera bangkit untuk menuju ke tempat yang tepat untuk membuang seluruh zat-zat akibat pengelola mesin dari dalam perut. Untung saja Daisy tertidur kalo saja gadis itu bangun mungkin akan merasa malu, dan ditertawakan oleh gadis di sampingnya.

“Kamu akhirnya kembali… Aku sangat merindu.”

Seorang lelaki berpakaian hitam diselingi jubah merah menjuntai sehingga menutupi bagian wajahnya berbicara pada gadis di hadapanya.

“Si-apa kamu?” tanya gadis itu mimik wajah ketakutan terpancar dari gadis itu.

Gadis itu menatap sekelilingnya terdapat pohon-pohon tinggi menjulang yang sangat mengerikan ditambah tanah yang lembab sehingga membuat udara dingin menyentuh bagian kulitnya. Aura kegelapan muncul bersamaan dengan kedatangaan lelaki itu. Gadis dengan surai madu bermata coklat itu menatap takut lelaki di hadapanya yang kini hanya diam memandangi. Berdua digelapnya malam membuat gadis itu ingin segera lari dari sana.

“Kamu tak mengenaliku?”

Gadis itu menggeleng kuat ia tidak tahu siapa lelaki di hadapanya. Lelaki tersebut semakin melangkahkan kakinya untuk mempersempit jaraknya, melihat lelaki di hadapanya semakin mendekat gadis itu berinisiatif memundurkan langkah kakinya terus menerus. Tetapi sialnya ia tak sengaja menginjak batu yang lumayan besar sehingga membuatnya hilang keseimbangan. Belum sempat pantatnya menyentuh tanah yang lembab akibat embun dimalam hari, pergelangan tangannya lebih dulu dicekal kemudian ditarik oleh lelaki di hadapanya. Sehingga gadis itu menubruk dada bidang lelaki tersebut membawanya kedalam dekapan.

Sungguh hangat yang gadis itu rasakan, mendekap dengan erat seolah menyalurkan rasa kerinduan. Aroma dari tubuh lelaki itu sangat memabukan seperti sudah lama tak menghirup aroma itu. Bagaikan sesuatu berharga yang telah lama hilang, namun masih mengingatnya dan merasakanya.

Alunan suara dari pepohonan yang tertiup oleh kencangnya angin seolah berirama mengalun disetiap indra pengdengaran.

“Aku sangat merindukanmu… Kamu hanya miliku, akan selamanya miliku.” 

“Jika ada seseorang merebut kamu dariku. Detik itu juga cakarku mencabik, mengoyak tubuhnya!"

Daisy terbangun dengan nafas terengah-engah, peluh membanjiri pelipisnya. Mimpi itu lagi? mimpi yang selalu menjelajahi disetiap tidurnya. Pertanyaan Daisy siapa lelaki itu? Mengapa dia selalu muncul didalam mimpinya?

Louis yang sudah terduduk melanjutkan aktivitasnya ia melihat Daisy terbangun dengan keadaan tidak baik-baik saja, kemudian dia menyodorkan botol mineral ke gadis itu. Daisy menerimanya kemudian meneguknya hingga tandas. 

“kau baik-baik saja?” tanya Louis dengan penuh kecemasan.

Sebagai balasan Daisy mengangguk lemah, rasa sakit dikepalanya semakin terasa. Entah mungkin karena tadi malam ia lembur membuat kepalanya sakit. “Berapa jam lagi kita sampai?” celetuk Daisy dengan memijat pelipisnya karena yang dia rasakan saat ini kepalanya sangat sakit sekali.

“Mungkin sebentar lagi,” sahut Louis melirik Daisy yang kini sedang memejamkan matanya. Ada rasa iba didalam dirinya ketika melihat gadis itu harus menjalani misi dengan keadaan yang tidak baik-baik saja.

Rupanya hari sudah mulai gelap, pemberitahuan dari pramugari seketika mengalihkan atensi Daisy dan Louis. Diberitahukanya bahwa pesawat akan landing diharapkan penumpang untuk bersiap-siap.

Mereka pun telah sampai di negara yang konon menyimpan banyak kepingan rahasia dan misteri. Sungguh indah bagi mereka yang baru saja menapakan kaki di negara tersebut.

Daisy dan Louis telah sampai di hotel, dengan kamar berbeda tentunya. Ia tak mungkin satu kamar dengan Louis yang notabenenya adalah seorang lelaki yang normal.

*** 

Moon Stone Pack

Kerajaan yang telah berdiri ratusan tahun. Yang didirikan oleh para nenek moyang dan leluhurnya, kerajaan yang memiliki kedudukan tertinggi di kaum immortal. Kerajaan yang ditakuti para musuh. Kerajaan yang terkenal dengan sebutan ‘Batu bulan abadi’ dimana sekarang dibawah kepemimpinan alpha Rery Ardloph dan luna Arabella.

Mereka mempunyai seorang putra ia diberi nama Arthur Ares Ardloph. Lelaki yang sangat banyak diminati para kaum hawa dari berbagai kalangan putri bangsawan maupun masyarakat kelas rendah.

Yang mempunyai wajah rupawan, badan yang gagah menggiurkan.Tetapi dibalik wajahnya yang rupawan Arthur memiliki sifat yang sangat angkuh dan mempunyai hati yang sangat dingin ditambah tatapan tajam mengitimidasi. Siapa saja yang mendapat tatapan itu ia akan langsung menerkamnya detik itu juga.

Disalah satu ruangan yang penuh dengan puluhan ribu berbagai macam buku yang tertata rapi di tempatnya, seseorang lelaki terduduk dengan membolak-balikan halaman buku yang ia baca. Ketukan dari pintu membuatnya menoleh seketika ia melihat beta berdiri di sana kemudian menyuruhnnya untuk masuk.

“Ada perlu apa?” tanyanya singkat dengan tatapan datar membuat beta menunduk takut akan tatapan itu.

“Dia sudah sampai yang mulia,” ucap beta sembari membungkuk singkat sebagai tanda hormat.

Lelaki itu mengangguk.“Kamu bersiaplah," balas lelaki itu dengan kembali menatap buku yang dia baca.

“Saya akan membawanya untuk anda."

Sebagai seorang beta ia akan menjalankan tugas apa pun walaupun nyawa sebagai taruhannya. Tapi ini hanya sekedar nyawa bahkan ia rela kehilangan nyawanya hanya untuk tuannya karena nyawanya tak sebanding dengan pertolongan yang diberikan tuannya.

“Tidak perlu, aku sendiri yang akan menemuinya.” Lelaki itu menatap beta kembali, “Kamu… Lanjutkan saja tugasmu,” lanjutnya lagi.

Sang Beta menunduk untuk segera pamit mengundurkan diri, yang dibalas anggukan oleh lelaki itu. Lelaki itu menutup bukunya, “Aku akan segera membawamu kedalam istanaku, tunggulah sedikit lagi. Dan akanku dekap tubuhmu sepanjang malam untuk menyalurkan kerinduanku selama ini.”

Lelaki tersebut menatap langit-langit ruangan. Membayangkan apa saja yang akan ia lakukan ketika bertemu dengan seseorang yang sangat dia rindukan itu. Sehingga senyuman terpancar dari bibir tebalnya oh sial! Dia tak sabar hari itu tiba ia memejamkan matanya dengan memeluk buku di dekapanya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status