Share

Bab 3

RACUN UNTUK MADUKU

BAB 3

Kepulangan Mas Ilham

Aku menyiapkan sarapan seperti biasa. Membuatkan nasi goreng kesukaan Rendy dan juga telur mata sapi. Disaat aku tengah mengaduk nasi yang ada di wajan. Suara ponselku terus saja berbunyi. Aku hanya menoleh sekilas. Lantas kembali fokus pada nasi yang hampir matang. 

Satu panggilan akhirnya terputus. Hingga panggilan kedua membuatku harus mematikan kompor untuk melihat siapa yang menelpon. 

Ceklek

Aku langsung mematikan kompor. Berjalan menghampiri benda pipih yang terus berbunyi.

"Siapa Ma?" tanya Rendy, ketika anak satu-satunya itu keluar kamar. Dan dia melihatku menatap ponsel yang menyala.

"Papa," jawabku begitu saja. Rendy terlihat menggeser kursi lalu duduk di sana. 

"Halo, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab lelaki yang ada di seberang telepon. Membuatku menghela nafas panjang. Aku harus bisa mengendalikan emosiku agar bisa mengumpulkan bukti. Sejauh mana lelaki ini bertingkah di luaran sana. Jangan sampai dia justru menyudutkanku jika aku marah tanpa bukti. 

"Iya, Pa. Gimana disana baik-baik saja kan? Kenapa dua hari papa nggak bisa dihubungi?" Aku langsung memberondong Mas Ilham dengan pertanyaan.

"Maaf, Ma. Papa sibuk, ditambah disini susah sinyal. Ini saja papa lagi di jalan makanya bisa nelpon mama." Mas Ilham dengan santai menjelaskan. Seperti tidak ada apa-apa.

"Dijalan?"

"Ya, papa dijalan. Sebentar lagi papa pulang. Kebetulan pekerjaan di sini sudah selesai. Jadi papa bisa pulang lebih cepat dari rencana.  Mungkin nanti malam papa tiba di rumah. Jangan lupa masakin spesial buat papa."

"Iya, tenang pa." Aku menjawab setenang mungkin. Jangan sampai amarahku merusak semuanya. Aku akan pastikan kamu tidak bisa hidup dengan tenang, Mas. 

"Rendy mana Ma?" Aku yang sudah duduk di samping Rendy, seketika menoleh ke arahnya. 

"Ada nih, Pa. Disamping mama lagi sarapan. Mau bicara?"

"Sarapan Pa!" sahut Rendy. Membuatku mengusap rambutnya yang sedikit panjang itu. 

"Sarapan yang banyak, Ren. Biar gemuk." 

"Rendy nggak suka gemuk, Pa."

"Hahaha." Tawa Mas Ilham membuatku jengah. Rasanya laki-laki itu tidak punya hati dan perasaan. 

Padahal dia lelaki yang selama ini aku anggap sempurna. Namun kini rasa hormatku ini  berubah menjadi rasa jijik. 

Setelah penemuan alat kontrasepsi kala itu. Ya Tuhan, ujian apa yang kini tengah engkau berikan kepadaku. Setelah cukup lama aku menikmati keluarga bahagia. Rumah tangga yang aku anggap baik-baik saja. Kini berada di ujung tanduk. Aku ingin marah, melampiaskan semua sakit hati ini. 

Tapi tidak untuk sekarang. Aku harus lebih bersabar. 

Dan jika waktunya tiba.

Aku akan membuat perhitungan kepadamu. Aku akan membuat kamu menyesal seumur hidupmu.

"Ma," ucap Mas Ilham membuyarkan lamunanku.

"I-iya Mas. Ada apa?"

"Kamu melamun? Atau jangan-jangan kamu sudah rindu?" Lelaki yang ada di seberang telepon terkekeh. Membuatku langsung menatap Rendy.

"Sudah dulu ya, Mas. Rendy mau berangkat sekolah. Mama harus mengantarnya terlebih dahulu."

"Oke kalau begitu. Hati-hati dijalan ya."

"Ya." Aku menutup telepon setelah mengucap salam. 

"Mama nggak papa?" tanya Rendy membuatku mengulum senyum kepadanya. Aku harus kuat, demi dia.

"Nggak papa sayang, habiskan ya makannya? Apa mau Mama ambilin nasi lagi?" 

"Nggak perlu, Ma. Udah kenyang." 

Setelah jam menunjukan angka enam lebih lima belas menit. Aku segera mengantar Rendy ke sekolah. Jarak antara rumah dengan sekolah tidaklah jauh. Sekitar tiga puluh menit saja.

Aku memutuskan pergi ke rumah Nita, teman semasa kuliah dulu. Setelah mengantar Rendy tentunya. Dia seorang ibu rumah tangga yang beruntung. Memiliki dua orang anak yang masih balita ditambah memiliki suami yang begitu pengertian. 

Aku merogoh ponsel yang ada didalam tas. Mencari nomor bernama Nita disana.

Tut … Tut.

"Halo, Ayu. Ada apa?" tanya wanita yang ada di seberang telepon.

"Di rumah nggak?"

"Di rumah kok! Mau ke sini?"

"Iya," jawabku singkat karena hari ini malas rasanya berbicara banyak.

"Oke, aku tunggu ya." Aku segera menutup telepon. Lalu meletakkannya kembali ditempat semula. Pandanganku jauh ke depan. Melihat jalanan yang sedikit lengang. 

"Sepertinya aku kenal mobil itu!" ucapku pelan ketika melihat mobil berwarna hitam yang tengah melaju. Aku yang dilanda penasaran akhirnya mengikuti mobil hitam tersebut. Tidak berapa lama, aku bisa berada tidak jauh dari belakangnya. Ternyata mobil tersebut berhenti di salah satu penginapan. 

Ternyata benar, mobil yang baru saja aku ikuti adalah mobil milik Mas Ilham. Padahal dia mengatakan akan tiba di rumah nanti malam. Kenapa sepagi ini dia sudah berada di sana. Benar-benar mencurigakan.

Mataku tidak lepas dari mobil milik Mas Ilham. Terlebih aku yakin dia tidak sendirian ke tempat itu. 

"Ngapain Mas Ilham di sana?" gumamku pelan. Lantas aku sengaja menghentikan mobil sedikit menjauh.  

Agar dia tidak mengetahui keberadaanku.

Aku memperhatikan mobil milik Mas ilham tidak ada yang terjadi cukup lama. Hingga akhirnya seorang laki-laki keluar dari dalam mobil. Diikuti wanita berpakaian seksi dengan mengenakan mini dress berwarna cream.

Ya Tuhan, apakah aku sanggup melihat mereka hingga akhir. Tenang, Ayu. Kamu harus tenang. Kamu harus bisa mendapatkan banyak bukti. Bukti yang bisa digunakan untuk membuat mereka hancur. Akan ada yang terluka tapi bukan aku akhirnya. Akan aku buktikan pada mereka bahwa aku bisa membuat mereka sadar, jika Paramitha Ayu dan Rendy Darmawan adalah seseorang yang begitu berharga.

Dan kamu, Mas. Kamu akan menyesal telah berbuat curang dibelakangku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
klu kamu memang sehebat itu kenapa bisa kecolongan??! kamu terlalu sombong dan jumawa. buktikan saja semua kata2 mu dan semoga kamu g meraung2 kayak orang gila
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status