Share

Bab 5

Direktur? Apakah mungkin ayahku seorang direktur? Bisa saja orang lain yang namanya mirip dengan nama Ayah. Sedikit demi sedikit, informasi tentang Amar Prawira semakin terkuak. Aku harus bertemu dengan direktur perusahaan ini, memastikan bahwa dia adalah ayahku.

Aku mengucapkan terima kasih pada Pak Budi, kemudian bergegas kembali ke ruangan. Ternyata Dewi belum juga selesai. Aku kembali duduk di sofa sambil memperhatikan perempuan berkacamata itu, hingga terbesit suatu ide untuk bertanya padanya. Aku yakin, ia lebih tahu tentang direktur perusahaan ini.

“Maaf, Mbak, apa teman saya sudah selesai?” tanyaku berbasa-basi.

“Belum,” jawabnya tanpa menoleh.

Melihatnya yang tak acuh, aku menjadi ragu untuk bertanya. Seandainya ia bersahabat seperti Pak Budi, ingin rasanya aku mendekati dan bertanya lebih dalam. Suara detak high heels terdengar nyaring beradu lantai, perempuan itu menoleh, kemudian berdiri dengan penuh hormat.

“Sudah kamu dapatkan, Mira?” tanya perempuan cantik dengan tampilan anggun, rambut sepunggungnya tergerai indah, dan sebuah tas mahal bertengger di lengannya.

“Iya, Bu. Nanti saya akan hubungi agennya lagi.”

“Jangan lama, ya. Kasihan Bik Inah, kerja sendiri di rumah.” Perempuan itu pun berlalu tanpa menoleh sama sekali, sementara beberapa karyawan terlihat menyapa dengan penuh hormat.

“Mbak, ibu cantik itu siapa?” Aku bertanya.

“Bu Jovita. Ia istri dari direktur perusahaan ini,” jawabnya cuek.

Seketika aku kecewa, berarti ia adalah istri dari Amar Prawira, ayahku. Hatiku terasa nyeri. Jika benar, aku harus bilang apa pada Ibu?

“Kamu butuh kerjaan?” tanyanya lagi.

“Iya.”

“Bu Jovita sedang butuh pembantu di rumahnya. Jika kamu mau, bisa bekerja di sana. Jadi, saya tak perlu lagi mencari di agen.”

Aku mengangguk setuju. Dengan demikian, aku bisa mengetahui kebenarannya. Semoga saja, direktur ini bukan Amar Prawira, ayahku, karena aku masih berharap ayahku sama seperti Ibu, setia.

“Bu Jovita itu perfeksionis dan keras, karena itu banyak pembantu yang tak cocok dengannya. Ia juga tidak suka urusannya dicampuri. Satu hal lagi, ia cemburuan. Jadi, jangan coba-coba untuk merayu suaminya.”

Kembali aku mengangguk.

“Besok, kamu ke sini pukul 09.00 pagi. Saya akan telepon Ibu Jovita, dan mengatakan sudah dapat pembantu baru. Biar sopirnya akan jemput kamu, sekalian bawa semua pakaianmu.”

“Iya, Mbak.”

“Tetapi ingat, kamu belum tentu diterima, karena di sana akan dites dulu, apakah layak atau tidak. Untuk masalah gaji jangan khawatir, upah yang kamu terima sama dengan karyawan di sini, dan juga dapat penghasilan tambahan seperti THR dan lainnya.”

“Baik, Mbak.”

Setelah menyepakatinya, aku gemetaran. Jantung semakin berdegup kencang, karena sebentar lagi bisa bertemu dengan Amar Prawira. Aku tak bisa bayangkan, jika benar ia ayahku. Apakah mungkin ia mengenaliku? Namun, pesan Ibu selalu terngiang.

Ikatan batin anak dengan orang tua itu kuat. Jika benar ayahmu, ia pasti mengenalimu.

***

“Beneran, Lan?” tanya Dewi antusias. Ia sangat bahagia, ketika mendengar aku sudah mendapatkan pekerjaan.

Aku mengangguk.

“Alhamdulillah. Tadinya aku tidak enak sama kamu, tetapi sekarang aku bersyukur kita berdua sama-sama mendapat pekerjaan,” ucap Dewi, ketika kami sedang menikmati makan siang di sebuah warteg yang tak jauh dari area pabrik. Kebanyakan pembelinya adalah para karyawan. Besok Dewi sudah bisa masuk, begitu pun denganku.

Aku membantu Dewi mencari indekos. Tak sulit mencari tempat tinggal, karena di sini banyak sekali rumah yang dijadikan indekos, apalagi indekos perempuan sangat mudah dijumpai.

Sore hari, paman Dewi datang. Ia juga yang membantu bernegosiasi dengan pemilik indekos. Tak lupa menitipkan Dewi pada pemilik rumah. Aku ikut membantu membersihkan kamar itu. Menyusun beberapa perlengkapan seperti tempat tidur, lemari, peralatan masak, dan kebutuhan lainnya yang baru dibeli. Dengan mengucapkan bismillah, kami berharap secara perlahan impian mengubah nasib dikabulkan Allah.

Semua berjalan lancar, karena bantuan paman Dewi. Jika tak ada dirinya, mungkin kami sudah terlunta-lunta di sini, atau menjadi sasaran tindakan kejahatan.

***

Hari yang ditunggu tiba. Pagi ini, Dewi sudah mulai bekerja, ia terlihat bersemangat menggunakan kemeja dipadukan celana panjang berwarna biru muda, seragamnya berbeda dengan karyawan pabrik, mungkin untuk membedakan tugas mereka.

Aku duduk di sofa dekat resepsionis, menunggu jemputan. Mbak Mira memberikan beberapa wejangan sebelum berangkat. Kerja yang baik, jangan buat kesalahan, serta jangan pernah menggoda suami Bu Jovita. Satu lagi, aku harus memanggilnya Nyonya dan suaminya Tuan.

Tak lama, mobil jemputan datang. Seorang laki-laki paruh baya menghampiri, lalu membantu membawakan tasku. Mobil minibus yang ia kendarai berjalan menjauh, meninggalkan area pabrik menuju kompleks perumahan mewah. Beberapa penjaga tampak memperhatikan setiap kendaraan yang masuk. Deretan rumah besar serta mewah tampak rapi dengan berbagai tanaman hias memanjakan mata. Aku terpesona. Seumur hidup, belum pernah melihat keindahan dunia secantik dan modern ini. Tak terbayang berapa kekayaan yang dimiliki mereka yang tinggal di kawasan elite ini.

Mobil pun berhenti di depan bangunan mewah dua lantai. Halamannya luas, dan terawat. Beberapa mobil mengilat terparkir di garasi. Belum puas aku memandang sekeliling, seorang perempuan paruh baya datang menghampiri. “Ayo, masuk!”

Aku menurut, mengikuti langkahnya. Rumah mewah ini sangat sejuk, wangi, dan bersih. Sofa tamu terlihat empuk, lampu kristal indah menggantung, dan beberapa perabotan tampak tersusun rapi. Pandanganku berserobok dengan sebuah foto keluarga yang terpajang di dinding. Bibirku bergetar serta mata mulai berkaca-kaca. Laki-laki dewasa yang ada di sana sangat mirip dengan ayahku. Ia tersenyum bahagia merangkul seorang perempuan cantik yang tak lain adalah Nyonya Jovita. Mereka diapit oleh seorang anak perempuan seusia denganku, dan seorang anak laki-laki. Tampak sempurna, dan … keluarga bahagia.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Helen Purnawati
kasihan yaa.. krn di desa kok jd dilupakan.... yaa smg msh ada harapan si ayah mau peduli
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status