MasukSheza memegang pipinya yang panas karena tamparan Tora kepadanya.
Dia menatap Tora marah, sedangkan Tora terkesiap dan melihat tangannya sendiri yang sudah menampar Sheza. Salsa dan ibunya tersenyum lebar saat melihat adegan di depan mereka. "Wah, sudah main tangan ternyata." ucap Sheza dingin. Tak ada rasa takut di wajahnya, hanya ada rasa marah dan terluka. Sedangkan Tora merasa jika akan ada hal lain yang Sheza lakukan setelah ini. "Tentu saja aku menamparmu, kamu bahkan berani pulang pagi hari. Dimana kamu semalam? Adikmu mengatakan kalau kamu pergi dengan laki laki!!" Sheza sudah bisa menduga jika Salsa dengan cepat mengadu pada Tora jika dia tak pulang semalaman. "Oh, jadi dia mengadu pada papa? Wah, rajin sekali dia memantau hidupku!" sindir Sheza pada Salsa. Salsa gelagapan saat Sheza menatapnya tajam. "Kak, aku nggak ngadu. Papa tanya dimana kakak, aku hanya memberitahu tentang kakak kepada papa. Dan lagi kakak semalam kemana? Aku juga lihat kakak pergi bersama seorang laki laki? Apa itu pacar Kakak?" Salsa terus mengoceh panjang dan itu membuat Sheza muak. "Itu bukan urusanmu, jadi lebih baik mulut kotormu itu diam dan jangan ikut campur!" Nada bicara Sheza mulai meninggi karena dia merasa jika Salsa kali ini sudah melewati batas kesabarannya. "Sheza jangan membentak adikmu!" Kali ini suara Tora mulai meninggi karena dia merasa jika Sheza kelewat batas. "Bela saja terus meksipun papa tahu aku seperti apa. Ah, dan lagian aku pulang cuma mau ambil barang barang aku. Jadi setelah ini, kalian nggak perlu repot melihat wajahku atau kesal dengan ku!" Setelah mengatakan itu, Sheza pergi begitu saja dari hadapan Tora yang terlihat bingung. Begitu juga dengan Salsa dan Nana. Tapi kebingungan mereka terjawab sudah saat Sheza kembali turun membawa sebuah koper baju miliknya. "Mau kemana lagi kamu?" bentak Tora. Sheza menghentikan langkahnya, tanpa berbalik dia menjawab pertanyaan sang papa. "Pergi dari rumah yang sudah seperti neraka buatku!" Tora tercengang begitu juga dengan Nana dan Salsa. Tapi melihat Sheza tak menoleh kembali ke belakang membuat Salsa tersenyum puas. Tanpa dia repot memikirkan cara yang lain untuk mengusir Sheza ternyata Sheza lebih memilih untuk pergi sendiri. "Tahu diri juga dia!" Batin Salsa. Tapi detik berikutnya Salsa penasaran dengan siapa dia pergi. Pasalnya selama ini Sheza tak pernah dekat dengan siapapun. Dan foto yang di berikan kepada Tora ada foto orang lain yang di dandani seperti Sheza agar Tora percaya pasangan. Salsa berlari ke depan ingin tahu siapa yang membawa Sheza. Tapi terlambat, mobil yang membawa Sheza sudah melaju pergi dari depan rumah Tora. "Siapa mereka? Kenapa Sheza bisa pulang dan pergi dalam keadaan di kawal seperti itu?" Salsa penasaran, tapi dia tak mengenali mobil milik siapaa yang membawa Sheza pergi. Tora membanting guci mahal yang ada disebelahnya. Apa yang di lakukan Sheza begitu cepat sehingga dia tak bisa menahan kepergian Sheza saat ini. Nana yang sejak tadi diam menghampiri Tora, mengusap pundak suaminya itu agar tak kembali marah. "Pa, tenanglah. Sheza pasti hanya marah sesaat. Dia akan kembali pada kita. Dia tak bisa apa apa diluar sana tanpa bantuan kita. Jangan khawatir berlebihan." Tora mengambil napas panjang lalu menghembuskan nya perlahan. Apa yang dikatakan istrinya itu benar. Selama ini semarah marahnya Sheza pasti dia akan pulang. Meksipun di rumah itu dia akan disiksa tapi Sheza tetap jadi anak yang penurut bagi Tora. "Mama benar, dia nggak punya apa apa, dia pasti kembali!" Nana tersenyum samar melihat Tora yang sudah marah pada Sheza. Sepertinya rencananya dan juga Salsa berhasil. # Sementara itu, di dalam mobil. Sheza terlihat diam, Zello yang ada di sebelahnya merasa aneh. "Kamu nyesel pergi dari rumah itu?" Sheza mengangkat kepalanya, tapi mata Zello membola saat melihat pipi Sheza merah bekas tamparan. "Siapa yang lakuin ini sama kamu?" Nada bicara Zello berubah dingin, Zello menarik dagu Sheza agar Sheza mau melihat ke arahnya. "Jawab, kamu punya mulut!" geram Zello. Sheza menepis tangan Zello dan membiarkan Zello marah kepadanya. "Kalau kamu memilih diam, aku sendiri yang akan cari tahu. Dan aku patahkan tangannya yang sudah berani menamparmu!" Sheza memejamkan matanya saat mendengar suara Zello meninggi. "Nggak usah di cari tahu, aku sendiri yang akan mengurusnya!" Sudah banyak rencana yang ada di kepala Sheza untuk membalas perbuatan Salsa kepadanya. Terlebih saat ini, Sheza bisa membuat Zello berada di sampingnya dan mendukungnya. Mobil bergerak menuju tempat tinggal Sheza yang baru dan itu juga atas paksaan dari Zello. Tentu saja dia tak akan menolak apa yang di berikan Zello kepadanya. Dia akan menggunakan itu untuk melawan keluarganya terutama Salsa dan ibunya. Tak lama, mereka tiba di kediaman Zello. Sebuah hunian yang menurut Sheza terlalu besar jika dia tinggal disana sendirian. Raka membantu Sheza menurunkan kopernya, berbeda dengan Zello yang masih berada di dalam mobil. "Tinggal disini, kamu bebas melakukan apa saja disini. Aku langsung pergi!" Sheza mengangguk, dia tak peduli Zello akan melakukan apa. Yang terpenting saat ini dia bisa keluar dari rumah itu. Meskipun harus mengorbankan dirinya sendiri. Raka yang melihat Zello diam di dalam mobil merasa aneh karena dua orang ini seperti orang perang dingin. Zello yang melirik Sheza sudah masuk ke dalam rumahnya berdecak kesal. Seperti nya apa yang mereka lewati semalam tak berarti apa apa buat Sheza. "Tuan muda, kita mau kemana?" "Perusahaan, tapi batalkan semua meting yang ada hari ini!" Raka ingin membantah tapi melihat wajah Zello yang masam Raka memilih untuk diam. Selama dalam perjalanan Zello terlihat berpikir serius. Tapi berkali kali juga dia terlihat menghela napas nya panjang. "Tuan muda, kita sudah sampai." Zello sedikit tersentak saat Raka memberitahu mereka jika mereka sudah sampai di perusahaan. "Raka, apa yang membuat wanita kesal dengan pasangannya?" tanya Zello tiba tiba. Uhuk.... Raka tersedak ludahnya sendiri, dia melirik tuannya dari kaca spion. "Memang tuan sudah punya status yang pasti dengan nona Sheza?" celetuk Raka tanpa sadar. Mata Raka membola saat menyadari perubahan wajah Zello saat ini. Tapi Zello tak marah, dia hanya menendang kursi yang di duduki Raka saat ini. Duk.... Setelah melakukan itu, Zello turun dari dalam mobil di ikuti oleh Raka. Aura Zello saat ini membuat semua orang merasa takut. Apalagi Zello datang dengan wajah masamnya. "Tuan muda sepertinya sedang red Day!" to be continuedDua orang berbeda jenis ini saling berdiam diri dengan pikiran mereka masing masing. Terlebih Sheza yang tak tahu harus mengatakan apa. Benar dia ingin menggunakan Zello sebagai pisau untuk membalas orang orang yang menyakitinya. Tapi ini begitu cepat, dan Sheza tak bisa berpikir normal. "Sheza, aku tahu kamu mendekati ku karena ingin memanfaatkan ku." Tubuh Sheza membeku karena rencananya bisa ketahui oleh Zello dengan mudah. Zello, hanya sebagian orang yang tahu siapa dirinya yang sebenernya. Sheza mengigit bibir dalamnya, berusaha untuk tetap tenang di depan Zello. Entah kenapa, Sheza mendadak menjadi orang yang insecure saat bersama Zello. Dan ini bukan dirinya. Sejak tadi dia gelisah dan semakin gelisah lah dia saat Zello juga tahu apa yang dia rencanakan. Sheza memejamkan matanya sesaat, lalu dia bangkit dari duduknya dan berdiri di depan Zello dengan wajah datarnya. "Kamu mencari tahu tentangku?" Zello melihat Sheza dengan mata elangnya. Senyum samar tercetak
Sekertaris Zello sudah menunggu di depan ruangan Zello. Dia tersenyum saat Zello tiba disana. Zello berhenti di depan sekertaris nya lalu melihat sekertaris nya dari atas sampai bawah. "Kamu mau kerja apa mau jual diri?" "A-apa maksud tuan?" tanya Sekretaris itu tergagap. "Raka, siapa yang kasih ijin ada sekertaris perempuan di tempatku?" Raka yang sebenarnya juga baru tahu jika ada sekertaris perempuan disana tak langsung menjawab. Perempuan yang baru saja di tunjuk jadi sekertaris itu merasa jika Zello terlalu berlebihan. "Tuan muda, aku disini di tunjuk langsung oleh tuan besar sebagai sekertaris tuan muda. Jika tuan muda tak terima, tuan muda bisa langsung protes kepada tuan besar." Raka menahan napas nya saat mendapati jika perempuan itu malah menantang Zello dengan beraninya. "Jadi kakek menyuruhmu sebagai sekertaris ku? Kenapa kamu tak jadi sekertaris dia aja di rumah nya, mungkin juga jadi teman di ranjangnya??" Mata Zello menatap nyalang pada w
Sheza memegang pipinya yang panas karena tamparan Tora kepadanya. Dia menatap Tora marah, sedangkan Tora terkesiap dan melihat tangannya sendiri yang sudah menampar Sheza. Salsa dan ibunya tersenyum lebar saat melihat adegan di depan mereka. "Wah, sudah main tangan ternyata." ucap Sheza dingin. Tak ada rasa takut di wajahnya, hanya ada rasa marah dan terluka. Sedangkan Tora merasa jika akan ada hal lain yang Sheza lakukan setelah ini. "Tentu saja aku menamparmu, kamu bahkan berani pulang pagi hari. Dimana kamu semalam? Adikmu mengatakan kalau kamu pergi dengan laki laki!!" Sheza sudah bisa menduga jika Salsa dengan cepat mengadu pada Tora jika dia tak pulang semalaman. "Oh, jadi dia mengadu pada papa? Wah, rajin sekali dia memantau hidupku!" sindir Sheza pada Salsa. Salsa gelagapan saat Sheza menatapnya tajam. "Kak, aku nggak ngadu. Papa tanya dimana kakak, aku hanya memberitahu tentang kakak kepada papa. Dan lagi kakak semalam kemana? Aku juga lihat kakak
Pagi hari ..... Mata Zello terbuka lebih dahulu, memegang kepalanya yang terasa pusing. Saat dia ingin bangun, tangannya terasa berat. Dia menoleh, matanya membeliak melihat seorang wanita masih tertidur pulas di pelukannya. Zello mencoba mengingat apa yang terjadi dengan mereka semalam. Ingatannya berkelana pada saat malam panas Zello dengan wanita itu. Senyum tipis muncul di wajah tampannya. Dia merapikan anak rambut yang menutupi wajah cantik wanita itu. Zello membiarkan tangannya menjadi bantal tidur Sheza. Dia mengambil ponselnya lalu menyuruh Raka mencari tahu tentang apa yang terjadi. Terutama siapa yang menaruh obat kepada minumannya. "Bawakan aku baju ganti!" Setelah memberi perintah pada Raka, Zello kembali merebahkan dirinya dengan posisi menyamping ke arah Sheza. "Wanita ini yang semalam mengguyur jaz mahal ku. Cantik juga ternyata." gumam Zello pelan. Dia terus mengamati wajah Sheza yang masih tertidur nyenyak. # Setengah jam berlalu, terde
Sebuah ruangan yang awalnya sunyi itu berubah menjadi panas. Hawa dingin dari AC yang menyala tak bisa mendinginkan tubuh dua orang yang sedang menyatu secara liar. "Mendesah sayang.... panggil namaku!" Suara berat dan serak itu masuk ke gendang telinga seorang perempuan yang berada di bawa Kungkungan laki laki tampan dengan mata elangnya. "Zello... Ah....." Laki laki itu menyeringai saat mendengar namanya di panggil berkali kali. Dia seperti orang kesetanan, bergerak maju mundur dengan tenaganya yang tak habis habis. Permainan panas dengan seorang wanita yang tiba tiba dia temui di sebuah pesta. Yang membuat Zello tak bisa berhenti dan merasa kurang jika hanya satu permainan. # Sebelumnya..... Seorang gadis menatap semua orang dengan pandangan yang muak. Dia menggoyangkan segelas anggur yang sejak tadi dia pegang. Menelisik seluruh ruangan dengan mata tajamnya. Malam ini, dia datang karena mendapat undangan dari kenalannya. Sheza Malvika, seorang model yang terk







