Hujan deras yang tadi mengguyur Kota Jakarta telah lenyap dan digantikan dengan aroma bekas hujan yang menyejukkan jiwa. Danish berjalan menuju kassa dan benar-benar membayar seluruh tagihan makan malam hari ini. Danish berjalan menghampiri Alexa dan melirik jam tangannya.“Well, mau ke mana lagi kita?” tanya Danish.“Aku gak tahu, Kak. Terserah Kak Danish,” kata Alexa.“Dasar bodoh! Setiap kali gue tanya pasti jawabannya engga tahu,” kata Danish. Alexa mengangkat bahunya dan memutuskan untuk mengekor di belakang Danish. Alexa membiarkan Danish membawanya ke tempat mana pun untuk menghabiskan sisa waktu malam hari ini. Alexa melirik ke sekeliling pertokoan dan restoran yang nampaknya masih sangat ramai. Semua orang nampaknya masih sangat antusias untuk mencicipi setiap kuliner yang ada.“Tuh, gue lihat di seberang sana masih banyak
Waktu menunjukkan tepat pukul 12:00 siang hari di New York, Amerika Serikat. Waktu tersebut merupakan waktu yang sangat tepat untuk menikmati makan siang dengan sajian yang istimewa, tetapi hal ini tidak berlaku bagi seorang wanita bernama Reina. Reina yang sangat hobi makan, kini berkomitmen untuk menjalankan diet harus rela hanya makan salad sayur untuk makan siangnya. Suasana hati Reina yang sudah berantakan bertambah kacau karena pria yang dihubunginya tidak kunjung mengangkat teleponnya. Reina membuka aplikasi jam dunia dan berpikir kalau pria yang dihubunginya sudah tidur karena waktu di Jakarta telah menunjukkan kurang lebih pukul 23:00.“Apa dia sudah tidur, ya?” tanya Reina. Reina melirik ke luar jendela restoran yang sedang dikunjunginya dan melihat matahari sedang bersinar begitu cerianya. Reina ber
Wajah Danish terlihat sangat kusut, bagaikan sebuah pakaian yang sangat lecek. Danish memutuskan untuk diam karena takut menyakiti hati Alexa. Suasana hatinya benar-benar berubah sekarang. Danish menyalakan lampu ruang tengah apartemennya dan memutuskan untuk menyandarkan dirinya di sofa. Danish merasa sangat lelah.“So tired!” seru Danish. Danish baru saja berusaha untuk menenangkan pikirannya, namun ponselnya lagi-lagi berdering. Danish melihat nama Ibu Barbara muncul di layar ponselnya. Ibu Barbara adalah orang tua kandung Danish yang berada di New York, Amerika Serikat. Danish menghela napasnya dan mengangkat telepon tersebut dengan sangat terpaksa.“Hello, mom! How’s life? I’m fine, thank you! How’s New York?” tanya Danish.&l
Alexa ingat kalau dirinya baru dapat tidur saat hari sudah larut malam. Alexa tidak kunjung dapat terlelap karena terlalu sibuk memikirkan Danish. Sialnya, pria tersebut selalu menghantui pikirannya akhir-akhir ini. Terlalu sulit sepertinya untuk menghilangkan Danish dari dalam pikiran Alexa. Alarm di pagi hari berbunyi. Alexa mematikan alarm tersebut kemudian meraih ponselnya untuk mengecek notifikasi. Alexa berharap telah mendapatkan sebuah notifikasi dari Danish, tetapi seketika harapan itu pupus karena Alexa tidak berhasil menemukan notifikasi yang dicarinya.“Ke mana perginya Danish Adelio?” tanya Alexa. Alexa berusaha untuk tidak ambil pusing dan tetap berpikir positif, terutama tentang kejadian semalam. Mungkin Danish baru ingat ada pekerjaan yang belum diselesaikannya dan telepon semalam kemungkinan berasal dar
Danish baru saja tiba di Kota Bandung untuk menyelesaikan beberapa pemotretan. Danish mendorong kopernya asal-asalan menuju lobi hotel. Suasana hati Danish memang masih sangat kacau sejak kejadian semalam. Minuman beralkohol yang dikonsumsinya semalam pun tidak mampu memperbaiki suasana hatinya. Namun, mau tidak mau Danish memang harus pergi ke Bandung hari ini. Danish pergi bersama manajernya yang bernama Frey Agra dan beberapa kru yang bertugas. Frey Agra hanya berusia 3 tahun lebih tua dari Danish, sehingga Danish telah menganggapnya sebagai kakak laki-lakinya. Frey baru saja tiba di Indonesia setelah sebelumnya memiliki beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan di Singapura. Frey memiliki sikap yang sangat ramah dan mengayomi, bertolak belakang sekali dengan Danish. Danish masih memasang wajah kusutnya. Frey menatapnya sambil geleng
Sellena kembali memasang senyum palsunya setelah berjabat tangan dengan Danish. Danish menatap Sellena sinis dan memberanikan diri untuk angkat suara.“Loe yang tadi merebut minuman gue di minimarket, kan? Ngaku!” seru Danish.“Oh, minuman? Iya, ini tadi cappuccino yang kamu mau, kan?” Sellena tersenyum sinis. Sellena membuka kaleng minuman cappuccino tersebut dan mulai meneguknya dengan penuh kemenangan. Sellena tersenyum puas lalu mulai membuat ulah untuk membuat Danish kesal.“Jadi, kamu mau minuman ini? Nih, tangkap! Rasanya gak enak ternyata!” seru Sellena. Sellena melemparkan kaleng minuman cappuccino tersebut persis ke depan tubuh Danish. Minuman tersebut tumpah dan mengotori kaos yang dikenakan Danish.“Ups, maaf! Aku gak sengaja! Mak
Ponsel Sellena berdering. Sellena langsung menempelkan ponselnya pada telinga kanannya dan nampak sibuk berbicara dengan sang penelepon.“Iya, hari ini gue sudah berhasil ketemu sama target. Sekarang? Oke, gue bakal lakukan seseuai dengan apa yang loe mau. Gue yakin hari ini pasti gue berhasil. Gue yakin target akan hancur sebentar lagi kalau gue berhasil. Wish me luck! Gue bakal lakukan apa saja supaya rencana ini bisa berhasil,” kata Sellena. Sellena memamerkan senyum liciknya dan mengakhiri percakapan dengan sang penelepon. Sellena memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya dan bersiap-siap untuk melaksanakan rencananya hari ini. Sellena berjalan menyusuri lobi hotel, restoran hotel, hingga koridor-koridor hotel, tetapi tidak berhasil menemukan Danish. Di manakah Danish berada? Sellena sempat menyesal karena belum bertukar nomor ponsel dengan Danish, sehingga dirinya tidak dapat menelepon Danish untuk menanyakan keberadaannya. Sellena baru inga
Rule number 4:“Ke mana pun Danish pergi, Alexa tidak perlu tahu” Danish menyantap croissant di hadapannya dengan ogah-ogahan hingga membuat Frey merasa heran. Frey sangat tahu kalau croissant adalah makanan favorit Danish. Kalau Danish menyantap croissant dengan ogah-ogahan, Frey yakin pasti ada masalah yang sedang menimpa Danish.“Lio, ada apa? Gue yakin loe pasti lagi ada masalah,” kata Frey. Danish hanya terdiam dan memilih untuk menuangkan sedikit gula ke dalam kopinya. Danish meminum kopinya yang masih sangat panas hingga membuat lidahnya hampir melepuh.“Aw, panas banget!” seru Danish. Frey semakin yakin pasti ada masalah yang sedang menimpa Danish karena gelagat Danish yang terlihat aneh. Frey juga tahu kalau Danish tidak mungkin nekat meminum kopi sepanas itu. “Lio, sudah berapa kali gue bilang? Loe kalau ada masalah cerita sama gue. Kebiasaan buruk loe itu selalu saja kalau ada masalah diam,” kata Frey.“Oh, engga ada apa-apa!” Danis